Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepak Bola Indonesia Tetap "Menarik"

28 November 2018   16:22 Diperbarui: 29 November 2018   05:07 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara skuad timnas, memang ini sudah cukup untuk membicarakan target kembali bersaing memperebutkan juara. Tapi, berbicara soal skema permainan, kita harus pelan-pelan mundur dan menengok sisi kanan-kiri kita. 

Ini memang bukan untuk menilai kemampuan pelatihnya, tapi ini membicarakan standar kompetisi dan siapa pesaing kita dan bagaimana mereka dalam menyusun timnya untuk berburu gelar. Kita tidak bisa berangkat dengan asal optimis tapi tidak membawa perbekalan yang cukup. Kita tidak bisa asal bonek, jika kita bukan terlahir untuk menjadi bonek---bukan BONEK (nama kelompok suporter Persebaya).

Kita bisa menengok Singapura yang mencoba membuat tim dengan materi yang berbeda dari biasanya---tanpa pemain naturalisasi. Lalu, ada Malaysia yang terus memperkuat liga profesionalnya dengan regulasi pemain asingnya yang dapat membuat liga berjalan kompetitif dan menumbuhkan semangat berkompetisi yang tinggi bagi pemain lokalnya. Kita juga tidak bisa melupakan dua negara yang kini terlihat sejajar, yaitu Filipina dan Thailand.

Filipina yang kini seperti Singapura-nya 2004-2016 yang diisi oleh pemain naturalisasi ini semakin berkembang menjadi tim nasional yang patut diperhitungkan di level kompetisi AFF ini. Negara ini sangat terlihat keseriusannya dalam membangun wajah sepakbolanya untuk dapat dilihat dan layak dijepret kamera dunia. 

Mereka tak hanya membentuk skuadnya, namun juga memberikan fasilitas penting untuk timnasnya, yaitu stadion sepakbola yang layak standarisasi AFC dan FIFA. Suatu hal yang sudah dimiliki Indonesia dan diakui dunia bahkan sudah sejak 90-an atau mulai diakui kelayakannya sejak 2000-an bersama Stadion Gelora Bung Karno (GBK). 

Bahkan di Indonesia, terdapat banyak stadion standar internasional. Seperti Stadion Jakabaring di Palembang (Sriwijaya FC), Stadion Haji Imbut di Tenggarong (Mitra Kukar), Stadion Mandala di Jayapura (Persipura), Stadion I Wayan Dipta di Denpasar (Bali United), Stadion klasik Andi Matalatta Matoangin di Ujung Pandang (PSM Makassar), dan beberapa stadion baru di Pulau Jawa. Artinya, Indonesia sudah lebih dahulu membangun sepakbolanya bersama fasilitasnya.

Soal skuad Filipina, mereka sudah memperkenalkan wajah uniknya sejak 2010. Maka kita sudah tidak perlu lagi kaget dan grogi saat menghadapi The Azkals. Anggap saja kita sedang bertanding melawan sebuah timnas dari Eropa yang kebetulan ada di kampung sendiri. Artinya, kita sudah bisa mengimbangi kekuatan skuad dengan skuad kita yang juga sudah cukup kompleks dalam mengisi ruang kebutuhannya.

Namun, yang menjadi berbeda adalah permainannya. Filipina bersama pelatih barunya yang sudah sangat kenyang dalam pertarungan sepakbola internasional, Sven Goran Eriksson, kini telah memainkan sepakbola yang taktis. Mampu membuat tempo permainan sendiri dan dapat menyesuaikan permainan lawan---mencari anti strategi terhadap lawan. Suatu hal yang justru tidak dimiliki oleh Indonesia yang padahal memiliki pemain-pemain yang sangat paham dengan strategi yang tepat untuk permainan Indonesia. 

Namun di 4 laga yang dijalani timnas Indonesia, termasuk melawan Timor Leste dan Filipina---hanya melawan kedua tim ini yang menghasilkan poin. Timnas bermain seperti tanpa melihat jarum kompas. Kalaupun melihat, mereka hanya tahan menggunakan arahan kompas tersebut selama beberapa menit. Karena, setelah tim lawan berhasil membangun permainannya, maka permainan Indonesia menjadi ikut pola permainan lawan.

Fakta ini menjadi kemirisan bagi timnas Indonesia yang sudah lebih dahulu berkibar di sepakbola Asia Tenggara dan Asia---dibandingkan Filipina dan Timor Leste, namun justru terlihat kurang nyali untuk bertarung sesuai dengan permainan yang sebenarnya. Permainan timnas sebenarnya yang seperti apa? Permainan yang seperti era Ivan Kolev, Peter Withe, dan yang paling fenomenal adalah eranya Alfred Riedl.

 Era yang membukakan mata kita dan para pemain sepakbola profesional Indonesia, bahwa untuk menjadi pesepakbola yang sukses bersama timnas adalah dengan kedisiplinan. Talenta nanti, yang harus ada adalah kemauan untuk bekerja keras---dalam bentuk apapun. Itulah yang menjadi suatu penekanan dari Alfred Riedl kala itu guna membangkitkan aura haus kemenangan dan membuka pintu yang lebar untuk meraih trofi yang harus direngkuh, trofi juara Piala AFF.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun