Mohon tunggu...
Deddy Kristian Aritonang
Deddy Kristian Aritonang Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Alumnus Pascasarjana Universitas Negeri Medan

Pecinta Bahasa, Pendidikan, Sosial dan Olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Diet Energi demi Masa Depan Bumi

29 Januari 2024   23:29 Diperbarui: 31 Januari 2024   09:16 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karbon monoksida yang dapat kita temui di lingkungan sekitar, seperti asap knalpot, kebakaran hutan, dan pembakaran sampah. Paparan yang tinggi dapat menyebabkan Anda keracunan karbon monoksida.(freepik)

Angka-angka itu kemudian dikonsultasikan dengan website-website penyedia kalkulator jejak karbon. Salah satu website, The Environmental Protection Agency, menunjukkan bahwa keluarga Miller memproduksi 24.618 kilogram emisi karbon per tahun. 

Jumlah itu 30 persen lebih tinggi dari rata-rata jejak karbon tahunan keluarga lain di Amerika yang memiliki dua anak seperti Miller dan istrinya. 

Sumber utamanya adalah pendingin dan pemanas ruangan. Mereka kemudian melakukan audit energi dibantu sebuah lembaga yang kompeten untuk itu. Ternyata rumah keluarga Miller mengalami kebocoran 50 persen lebih tinggi dari seharusnya. 

Langkah pertama yang mereka lakukan adalah memperbaiki kebocoran. Selanjutnya mereka mengganti bola-bola lampu yang boros energi dengan lampu-lampu pandar (fluoresecents) yang jauh lebih hemat listrik dan ramah lingkungan. 

Tak lupa, keluarga Miller mengubah gaya hidup mereka yang selama ini 'boros energi' menjadi gaya hidup sustainable atau berkelanjutan (sustainable living). Rutinitas mengemudi mobil ke kolam renang dan berbelanja ke pasar setiap akhir pekan diganti dengan berjalan kaki dan mengemudi sepeda. Untuk urusan pekerjaan, Miller mulai rutin naik bus atau kereta api. Hasilnya, keluarga itu berhasil mengurangi emisi karbon sebanyak 32 kilogram per hari.

Apa yang dilakukan keluarga Miller seharusnya bisa juga kita terapkan. Kesadaran segenap pihak diperlukan. Efisiensi energi dapat dilakukan setiap orang dengan membiasakan hal-hal sederhana, namun sangat berdampak seperti menggunakan peralatan listrik yang memiliki emisi karbon rendah, mematikan alat-alat elektronik dan listrik seperti lampu, AC, kipas angin, pompa air, televisi—untuk sebatas menyebut beberapa contoh—apabila tidak digunakan. 

Kita juga bisa melakukan tracking emisi karbon lalu menghitungnya dengan kalkulator jejak karbon seperti yang bisa diakses lewat website iesr.or.id. Dengan cara ini, kita bisa tersadarkan betapa aktivitas rutin seperti memakai hair dryer selama satu jam ternyata menghasilkan 891 gram CO2. Pemakaian lampu non-stop 24 jam rupanya memproduksi 214 gram CO2. Penggunaan AC selama satu jam menghasilkan 668 gram CO2. Maksudnya begini. Boleh jadi selama ini kita merasa rutinitas kita tidak berdampak negatif pada lingkungan. Cara ini membuat konsumsi energi kita terukur dan akan membuat kita lebih sadar terhadap apa yang selama ini telah kita lakukan.

Kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil perlahan-lahan mesti diubah. Seperti keluarga Miller, untuk jarak tempuh dekat, berjalan kaki dan bersepeda bisa menjadi solusi. Selain demi mengurangi polusi asap kendaraan dan bahan bakar minyak, kedua cara ini terbukti sangat baik bagi kesehatan. Pemerintah pun perlu menyediakan lebih banyak armada transportasi umum, terutama yang berbasis listrik, untuk mengakomodir jarak tempuh yang lebih jauh.

Dan soal kendaraan berbasis listrik (KBL) ini, dukungan penuh harus diberikan. Artinya, kalau pun harus memiliki alat transportasi sendiri, baik dalam konteks pribadi maupun instansi, penggunaan KBL bisa menjadi alternatif ideal dalam kaitannya dengan upaya mengurangi emisi karbondioksida dan ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM).

Konon, untuk jarak tempuh 50 kilometer, sebuah sepeda motor listrik membutuhkan 1,2 kilowatt hour (kWh) atau setara dengan biaya charging sebesar Rp 2.500. Dengan jarak yang sama, sepeda motor konvensional memerlukan 1 liter BBM dengan biaya sekitar Rp 13.000. Penghematan biaya sebesar 80 persen ini jelas bukan angka yang kecil dan sangat membantu biaya operasional baik bagi dari skala individu maupun industri.

Sektor industri pun dituntut untuk wajib melakukan transisi penggunaan sumber energi. Tren memakai sumber energi fosil harus segera ditinggalkan. Pemanfaatan Energi Berkelanjutan seperti matahari, angin, air dan biomassa harus menjadi prioritas demi masa depan anak dan cucu kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun