Dia semakin sulit untuk membagi waktu untuk aku. Kami dulu yg pernah hampir 24 jam selalu bersama di chat atau telpon, hingga sekarang yang hanya untuk sekedar chat 1 jam saja begitu sulit nya di lakukan.
Entah emang sulit atau aku sudah tidak layak lagi untuk di utamakan, tidak layak lagi di perjuangkan.
Aku seolah langsung hilang dalam ingatannya, hilang dalam hatinya. Seolah dia begitu terbuai dengan eforia kesuksesannya lahir maupun batin, tanpa lagi peduli dengan aku..
Ketika dia hamil dan punya anak, aku masih berharap aku masih ada tempat di waktu kerjanya. Namun semenjak karirnya berubah, aku seakan begitu sulit untuk sekedar hadir di sedikit waktunya, siang maupun petang.
Aku bagai daun kering yang jatuh di terpa angin, namun tak tau akan jatuh dimana. Gontai, tak tahu lagi harus melakukan apa.
Hatiku bagai hancur tercerai berai.
"Oalah ya Alloohh.... " keluhku tak terasa butiran air mata berlinang..
Ingatan tentang kebahagiaan selama 10 tahun kami bersama. Yang terasa begitu indah lah yang membuat sekali lagi dan lagi aku selalu kompromi denganya. Untuk selalu membuat perjanjian2 yang hanya untuk sekedar mempertahankan hubungan ini..
Aku sering nangis di saat-saat itu.
Kuakui aku rapuh di hadapannya.
Aku sadar mungkin kami sudah di ujung tanduk.. dia sudah punya segalanya dan aku sudah tidak dibutuhkan. Aku juga sudah bukan sosok yang penting baginya. Aku harus tau diri..