PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut catatan sejarah, sejak zaman dulu Hong Kong adalah bagian dari wilayah kekuasaan dinasti-dinasti Tiongkok. Dalam skala lebih kecil, Hong Kong berada di bawah berbagai pemerintahan mulai dari Prefektur Nanhai sampai Prefektur Guangzhou di era Dinasti Qing. Ketika Dinasti Qing berkuasa pada abad 19 inilah kedudukan Hong Kong mulai goyah. Ini berawal saat Inggris dan Tiongkok tidak sepakat mengenai perdagangan teh. Pemerintah Tiongkok ingin Inggris membayar teh dari mereka dengan emas. Sedangkan Ratu Victoria yang naik takhta menolaknya.
Penolakan tersebut berujung pada kebijakan Inggris untuk mengekspor paksa opium dari India, yang saat itu di bawah kekuasaan Ratu Victoria, ke Tiongkok dengan harapan ditukarkan dengan teh. Ini berlangsung dengan cara ilegal sebab pemerintah Tiongkok tidak menyetujuinya. Tiongkok tak menerima kebijakan Inggris karena banyak rakyat di sana yang kecanduan opium, termasuk militer. Dinasti Qing otomatis berniat untuk menghentikan aliran opium ke dalam negeri. Salah satu caranya adalah pembakaran sekitar 20.000 paket opium pada 1839. Langkah ini mengakibatkan Inggris ingin membalas dendam dengan melancarkan invasi ke Tiongkok.
Hong Kong pun akhirnya jatuh ke tangan Inggris ketika Perang Opium terjadi pada 1839 sampai 1842. Karena letak geografis Hong Kong yang strategis, Inggris menjadikannya sebagai markas militer. Perang ini berakhir dengan kekalahan Tiongkok dan melalui Perjanjian Nanjing Hong Kong "dipinjamkan" ke Inggris. Melalui sejumlah perjanjian, salah satunya adalah pada 1898, Hong Kong berada di bawah penguasaan Inggris sampai 99 tahun hingga 30 Juni 1997. Dengan begini, Hong Kong tidak mengadopsi peraturan Tiongkok, melainkan dari Inggris, mulai dari pemerintahan hingga sistem hukum.
Banyak cara yang coba ditempuh oleh Tiongkok untuk mengambil kembali pulau tersebut. Pemimpin Tiongkok, Zhou Enlai, misalnya pada 1954 menegaskan bahwa "sebagian besar rakyat Hong Kong adalah rakyat Tiongkok". Namun, seperti yang tercantum dalam publikasi peringatan 15 tahun reunifikasi Hong Kong dan Tiongkok, Zhou berpendapat waktunya belum tepat untuk membuat Hong Kong kembali ke "pangkuan Ibu Pertiwi".
Hampir dua dekade kemudian, pemerintah Tiongkok menyatakan lagi bahwa Hong Kong dan Tiongkok adalah satu. Contohnya pada 10 Maret 1972, Perwakilan Permanen Tiongkok untuk PBB, Huang Hua, mengirimkan surat kepada pimpinan Komite Spesial PBB Urusan Dekolonialisasi. Isinya adalah bahwa Hong Kong "merupakan teritori Tiongkok yang diokupasi oleh Pemerintah Inggris" dan masalah ini "seluruhnya ada di dalam kedaulatan Tiongkok". Beijing ingin menyampaikan pesan PBB agar tak ikut campur. Di era ini, posisi Amerika Serikat adalah mengakui Tiongkok sebagai "satu negara" yang berkuasa atas Hong Kong. Tiongkok pun membuka hubungan diplomatik dengan Inggris.
Dengan normalisasi hubungan antara Tiongkok dan Inggris, kedua negara membuat Deklarasi Bersama Sino-Inggris pada 1984. Inggris meminta sebagai ganti pengembalian Hong Kong dengan cara damai, maka Tiongkok harus "mempertahankan sistem ekonomi dan sosial serta gaya hidup untuk 50 tahun mendatang". Pemerintah di Beijing pun sepakat dengan ini. Dua tahun sebelumnya, pemimpin Tiongkok, Deng Xiaoping sudah mengusulkan ide "One Country, Two Systems" yang memungkinkan Hong Kong mempunyai regulasi berbeda. Padahal Tiongkok selalu menekankan bahwa semua kontrol terpusat di Beijing. Dengan sistem baru, Tiongkok membentuk Hong Kong sebagai wilayah administrasi khusus (Hong Kong Special Administrative Region).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:
Bagaimana perkembangan ekonomi Hong Kong jika ditinjau dari Kebijakan "One Country, Two Systems"?
1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari tulisan ini adalah agar dapat mengetahui perkembangan ekonomi Hong Kong jika ditinjau dari Kebijakan "One Country, Two Systems".
1.4 Kerangka Pemikiran
Interdepensi Internasional
Alasan bagi setiap negara untuk bekerjasama dapat bervariasi. Tetapi salah satunya ialah karena adanya kondisi saling membutuhkan, yang mendorong negara-negara saling berhubungan secara terus menerus. Di tingkat global, kehidupan internasional mencakup berbagai bidang, mulai dari ekonomi, sosial, lingkungan, kebudayaan, hingga politik serta pertahanan dan keamanan. Keragaman ini memunculkan beraneka-ragam masalah dan kepentingan yang membutuhkan kerjasama untuk menemukan solusi-solusi. Di dalam situasi hubungan internasional yang kompetitif, negara akan berusaha memaksimalkan capaiannya (gains). Untuk itu negara-negara akan semaksimal mungkin berupaya bekerjasama agar mendapatkan keuntungan tanpa perlu mengorbankan pihak lain. Situasi interdependensi akan dengan sendirinya tercipta setelah kerjasama telah terjalin dengan sangat erat. Dalam keadaan seperti ini, interdependensi mendorong masing-masing negara mengkalkulasi betul kemungkinan kerugian yang didapat jika mereka tidak melakukan kerjasama.
Di dalam setiap bentuk kerjasama hambatan-hambatan tentu saja dapat terjadi akibat misalnya friksi antarnegara, miskomunikasi, yang tentu saja potensial membahayakan kepentingan masing-masing negara. Sifat agresif biasanya muncul, terutama dari pihak negara yang secara militer kuat. Penyebabnya adalah kepentingan nasional yang kerap digunakan sebagai dasar pertimbangan para pengambil keputusan membuat kebijakan. Menurut kaum neoliberalis, karena masalah keamanan adalah masalah yang serius dan penting, maka perlu dibentuk institusi, melalui mana stabilitas dan keamanan kemungkinan dapat dijaga, dan ini tentu saja sangat menguntungkan bagi pihak negara yang dari sisi kapabilitas militer lemah.
Berdasarkan pemaparan diatas, interdependesi internasional dapat terbentuk melalui implementasi kebijakan-kebijakan yang diambil, salah satunya dalam kebijakan ekonomi yang dapat memelihara stabilitas perekonomian internasional di mana mereka semua semakin bergantung satu sama lainnya. Begitupun Hong Kong dan Tiongkok yang keduanya saling memiliki interdependensi.
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Hong Kong
Nama Hong Kong berasal dari kata "Heung Kong" yang arti-nya adalah "pelabuhan harum". Dalam dialek Canton dikenal dengan istilah "Heung Gong" yang berarti "Pelabuhan Semerbak". Adapun Kowloon berarti "Sembilan Naga". Tentang asal mula nama itu kita harus kembali kepada peristiwa 800 tahun yang lalu, ketika Kaisar Ping menghitung ada delapan buah bukit. Ini berarti ada delapan naga, sebab menurut kepercayaan nenek moyang, setiap bukit terdapat seekor naga. Tetapi perdana menteri mengatakan ada sembilan naga (korwloon), karena menurut kepercayaan nenek moyang yang lebih tua, kaisar juga termasuk naga. Jadi delapan bukit ditambah satu Kaisar sama dengan sembilan naga. Hong Kong adalah "pulau toko" artinya kemana saja pergi dan memandangnya maka kita temui dan kita lihat adalah toko-toko. Namun julukan Hong Kong sebagai "kerajaan penyamun" juga tidak meleset. Sebab pada waktu para pedagang Portugis datang pada abad ke-16, Hong Kong merupakan kumpulan desa nelayan dan pertanian. Karena penduduknya jarang, teluk-teluk dan pulau-pulau kecil sepanjang pantainya yang panjang dan berkelok-kelok menjadi tempat bersarang bajak laut yang mengganggu pelayaran sepanjang pantai Tiongkok Selatan. Oleh karena itu tidak banyak penduduk yang berani bertempat tinggal di sana. Kendati begitu, Hong Kong sudah didiami manusia sejak zaman pra-sejarah. Penduduk-penduduk lain setelah itu merupakan imigran-imigran Tiongkok saat Dinasti Sung (960-1279) dan Dinasti Ming (1368-1644). Kebudayaan dupa masa lalu membuat Hong Kong dijadikan pelabuhan untuk mengirimkan dupa ke pedalaman menyusuri sungai Yang Tse. Oleh karena itu Hong Kong juga disebut "bandar yang harum".
Hong Kong yang semula dikenal sebagai "sarang penyamun, setelah berhasil diduduki Inggris berhasil dibangun menjadi pusat perdagangan dan industri. Selama puluhan tahun, Hong Kong berada di bawah kekuasaan Inggris, yang memberikan surplus bagi Inggris. RRC yang memahami kedudukan Hong Kong, mencoba untuk merebut kembali Hong Kong dari tangan Inggris. Usaha RRC ini berhasil dengan baik, setelah ditandatangani Memorandum of Understanding antara Inggris-RRT tahun 1984.
2.1.1 Hong Kong Special Administrative Regions (HKSAR)
Daerah Administratif Khusus Hong Kong (HKSAR) Republik Rakyat Tiongkok dibentuk pada 1 Juli 1997 berdasarkan prinsip "One Country, Two Systems" dan "Orang Hong Kong mengelola Hong Kong". Prinsip-prinsip ini diabadikan dalam Undang-Undang Dasar, dokumen konstitusional/pendirian HKSAR. Berdasarkan Undang-Undang Dasar HKSAR akan memiliki banyak sekali kewenangan otonomi kecuali dalam hal-hal yang berkaitan dengan pertahanan dan urusan luar negeri. HKSAR boleh menjalankan kekuasaan eksekutif, legislatif dan juridis secara independen, termasuk dalam hal putusan akhir pengadilan. Otoritas eksekutif dan anggota dewan legislatif HKSAR terdiri dari penduduk tetap Hong Kong. HKSAR akan tetap menjadi pelabuhan bebas dengan wilayah pabean serta pusat keuangan internasional terpisah dan dengan keputusannya sendiri, boleh menggunakan nama "Hong Kong, Tiongkok", boleh menjalin dan mengembangkan hubungan serta menandatangani dan menerapkan perjanjian dengan negara asing dan wilayah serta organisasi internasional terkait di bidang yang bersangkutan, termasuk bidang-bidang ekonomi, perdagangan, keuangan dan moneter, pelayaran, komunikasi, pariwisata, budaya dan olahraga.
HKSAR dipimpin oleh seorang Kepala Eksekutif yang disebut Chief Executive yang mendapat masukan berdasarkan pada keputusan kebijakan utama dari Dewan Eksekutif (Executive Council). Fungsi administratif dan eksekutif utama pemerintah dilaksanakan oleh 13 biro kebijakan, yang merumuskan kebijakan dan menyusun usulan undangundang, serta 61 departemen dan instansi yang akan menerapkan undangundang dan kebijakan Hong Kong serta menyediakan layanan langsung kepada masyarakat. Departemen dan instansi tersebut kebanyakan dikelola oleh pegawai negeri.
Dewan Legislatif (Legislative Council) adalah badan pembuat undangundang HKSAR. Dewan ini beranggotakan 70 orang, dengan 35 dari diantaranya dipilih langsung oleh para pemilih berdasarkan wilayah geografisnya sedang 35 orang lainnya dipilih oleh para pemilih berdasarkan fungsi pekerjaannya. Terlepas dari fungsinya sebagai pembuat undangundang, Dewan Legislatif juga membahas masalah-masalah kepentingan umum, memeriksa dan menyetujui anggaran, menerima dan membahas kebijakan yang dikeluarkan oleh Kepala Eksekutif, serta mengesahkan pengangkatan dan pemberhentian para hakim Pengadilan Banding Akhir dan Hakim Ketua Pengadilan Tinggi.
Undang-Undang Dasar menjamin bahwa HKSAR akan terus mempraktikkan hukum yang berdasarkan pada adat dan Common Law. HKSAR memiliki sistem peradilan yang independen. Sistem ini bertanggungjawab atas berjalannya peradilan serta untuk menafsirkan undangundang yang diberlakukan oleh Dewan Legislatif.
2.2 Perkembangan Ekonomi Hong Kong
Dengan lokasinya yang ideal di Asia dan memanfaatkan peluang ekonomi di Tiongkok Daratan, Wilayah HKSAR telah berkembang menjadi pusat bisnis, perdagangan dan keuangan internasional, serta kota wisata yang terkenal, mempunyai nilai berbagai layanan tambahan dan memberikan layanan pengetahuan intensif ke dunia global. Hong Kong juga berfungsi sebagai pintu gerbang ke Tiongkok Daratan bagi investor luar negeri serta platform bagi perusahaan Tiongkok Daratan untuk mengglobal.
Menjadi ekonomi terbuka kecil, Hong Kong memiliki banyak bidang yang kuat untuk bisnis, rezim pajak yang sederhana dan rendah, aliran modal dan informasi yang bebas, pasar yang sangat efisien, infrastruktur kelas dunia dan aturan hukum yang baik menjadi landasan kesuksesan ekonomi Hong Kong. Sementara itu, posisi unik Hong Kong di bawah "One Country, Two Systems" akan terus menciptakan potensi pengembangan yang sangat besar bagi perekonomian Hong Kong.
Hong Kong menerapkan kebijakan perdagangan bebas. Tidak ada tarif yang dibebankan pada impor atau ekspor barang. Meskipun lisensi diperlukan untuk impor dan ekspor beberapa jenis barang, ini hanya untuk memenuhi kewajiban yang dilakukan oleh Hong Kong kepada mitra dagangnya, atau untuk memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat, keselamatan atau keamanan internal. Prosedur perizinan dibuat dengan sederhana dengan berpartisipasi dalam perjanjian perdagangan multilateral, regional, plurilateral, dan bilateral, Hong Kong mengamankan, mempertahankan dan meningkatkan akses ke pasar luar negeri untuk barang dan jasa.
Hong Kong secara aktif mendukung dan mempromosikan sistem perdagangan multilateral yang bebas, terbuka dan stabil. Organisasi Perdagangan Dunia atau The World Trade Organization (WTO) yang didirikan pada 1995 menggantikan Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan. Hong Kong adalah anggota pendiri WTO dan berpartisipasi aktif dalam kegiatannya. Hong Kong telah melanjutkan keanggotaannya yang terpisah setelah kembali ke Tiongkok pada tahun 1997 menggunakan nama "Hong Kong, Tiongkok".
2.2.1 Keterikatan Hong Kong dengan Tiongkok
Sebagai Pusat Keuangan Global Tiongkok dan pusat perdagangan dan pengiriman internasional, Hong Kong menawarkan layanan yang komprehensif dan keahlian terbaik. The Mainland and Hong Kong Closer Economic Partnership Arrangement (CEPA) - pengaturan perdagangan bebas tentang kemitraan ekonomi dan perdagangan yang lebih dekat yang ditandatangani pada tahun 2003 - membuka pasar besar untuk perdagangan barang dan jasa Hong Kong dan meningkatkan kerja sama ekonomi dan integrasi yang sudah dekat antara Hong Kong dan Tiongkok Daratan. CEPA netral dalam kebangsaan dan menyediakan platform bagi perusahaan yang berbasis di Hong Kong, baik milik dalam negeri maupun asing, untuk memanfaatkan peluang besar di Daratan Tiongkok.
Hubungan kedua aktor ini membangun sebuah ketergantungan yang saling menguntungkan masing-masing pihak. Tiongkok maupun Hong Kong memiliki tujuan negara sendiri untuk mencapai kepentingan masing-masing. Terlihat bagaimana Tiongkok membutuhkan Hong Kong untuk membangun perekonomian mereka serta untuk obligasi dolar AS. Hong Kong sebagai wilayah yang dikenal dengan pusat keuangan dunia tentu saja akan menguntungkan Tiongkok dalam hal ekonomi dan sebagai pintu utama perekonomian bebas yang masuk ke wilayah Tiongkok.
2.2.2 Kebijakan "One Country, Two System"
"One Country, Two System" merupakan sebuah sistem yang dibentuk oleh pihak Tiongkok untuk tetap mempertahankan Hong Kong. Pada tahun 1997, Inggris mengembalikan Hong Kong ke Tiongkok setelah memerintahnya sebagai koloni selama satu setengah abad, Tiongkok membentuk sebuah pemerintahan sementara yang dikenal sebagai prinsip "One Country, Two Systems". Tiongkok memberikan janji kepada Hong Kong bahwa kebijakan sosialis Tiongkok tidak akan dipraktikkan di wilayah administratif khusus Hong Kong, sistem dan cara hidup Hong Kong sebelumnya tidak akan berubah selama 50 tahun. Dalam kasus "One Country, Two Systems", Tiongkok jelas memiliki tujuan untuk menggabungkan Hong Kong ke dalam gambaran nasional dan pada saat yang sama mempertahankan karakteristik individualnya. Hal ini menandakan bahwa, dalam penyelesaian masalah ini, Tiongkok tidak menggunakan kekuatan militer dalam penyelesaian isu mereka.
Pemerintah Beijing menjunjung tinggi kebijakan "One Country, Two System" dan memutuskan untuk tidak mencampuri urusan Hong Kong. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi mengembalikan Hong Kong secara damai dengan transisi yang dilakukan secara perlahan, dan kemudian menggunakannya sebagai model untuk menunjukkan kemungkinan reunifikasi dengan Taiwan. Selama dan setelah menjadi koloni Inggris, Hong Kong masih terintegrasi erat dengan Tiongkok secara sosial dan ekonomi.
Dalam situasi ini, militer dianggap tidak akan signifikan dalam menyelesaikan sebuah isu. Kebijakan "One Country, Two System" merupakan kebijakan nasional dasar yang diadopsi oleh Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRC) dalam menangani hal-hal yang terkait dengan Hong Kong dan Kawasan Administratif Khusus (SAR) Makau. Sejak 1980-an, istilah politik "One Country, Two Systems" mulai muncul di media Tiongkok dan dunia. Evolusi dari kebijakan "One Country, Two Systems" dan komponen dasarnya telah menunjukkan bahwa sistem ini merupakan kebijakan yang didasarkan pada faktor sejarah. Sistem ini juga merupakan kebijakan nasional dasar yang diusulkan oleh kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok (PKC), Hal ini adalah kebijakan dengan ciri khas Tiongkok.
"One Country, Two Systems" adalah kebijakan dasar negara yang diadopsi pemerintah Tiongkok untuk mewujudkan reunifikasi damai negara tersebut. Didalam prinsip ini, pemerintah Tiongkok berhasil menyelesaikan masalah Hong Kong melalui negosiasi diplomatik dengan pemerintah Inggris, dan melanjutkan pelaksanaan kedaulatan atas Hong Kong pada tanggal 1 Juli 1997, memenuhi aspirasi bersama rakyat Tiongkok untuk pemulihan Hong Kong. Hal ini memiliki hasil Hong Kong menyingkirkan kekuasaan kolonial dan kembali ke Tiongkok, dan memulai jalan luas pembangunan bersama dengan daratan, karena mereka saling melengkapi keunggulan satu sama lain. Kembalinya Hong Kong ke Tiongkok mengubah "One Country, Two Systems" dari konsep ilmiah menjadi system yang nyata. Pemerintah pusat berpegang teguh pada Undang-Undang Dasar Hong Kong, dengan sungguh-sungguh menjalankan tugas konstitusionalnya dan berdiri teguh dalam mendukung administrasi kepala eksekutif dan pemerintahan HKSAR sesuai dengan hukum. HKSAR menjalankan otonomi tingkat tinggi sesuai dengan undang-undang, dan diberi wewenang eksekutif, legislatif dan peradilan independen, termasuk putusan akhir. Sistem dan cara hidup kapitalis sebelumnya tetap tidak berubah, dan sebagian besar hukum terus berlaku. Hong Kong terus makmur, masyarakatnya tetap stabil, dan perkembangan penuh disaksikan dalam semua upaya. Kebijakan "One Country, Two System" menikmati popularitas yang semakin meningkat di Hong Kong, mendapatkan dukungan oleh komunitas internasional.
2.2.3 Masalah Hong Kong - Tiongkok
Tidak adanya hierarki yang sama antar kedua aktor membuat setiap aktor memiliki kepentingan masing-masing yang ingin mereka capai. Keohane menjelaskan bahwa setiap negara yang berbeda menghasilkan koalisi yang berbeda, baik di dalam pemerintah maupun di antara organisasi Seperti Hong Kong dan Tiongkok, kedua aktor memiliki kepentingannya masing -- masing. Hal ini menandakan bahwa tidak adanya hierarki dan susunan yang jelas mengenai isu dan kepentingan yang menjadi focus utama seorang aktor. Hal ini membuat setiap aktor yang terlibat memiliki area isu utama yang berbeda-beda. Dalam menjalankan sistem yang dibentuk oleh Deng Xiaoping ini, kedua aktor tentu saja memiliki tujuan dan kepentingannya masing-masing.
Hong Kong yang merupakan wilayah koloni Inggris yang sudah dikembalikan ke Tiongkok tahun 1997, diatur dibawah "One Country, Two Systems" yang memberikan Hong Kong kebebasan yang berbeda dengan Tiongkok daratan. Dengan kebebasan yang dimiliki Hong Kong, Hong Kong menjadi wilayah yang menjadi pusat keuangan dunia dan menjadi wilayah dengan bisnis global. Hal ini menguntungkan Tiongkok karena Hong Kong menjadi pintu masuk Tiongkok untuk terhubung dengan perekonomian dunia. Karena hal tersebut, banyak perusahaan Tiongkok yang memanfaatkan akses Hong Kong ke investor global untuk mengumpulkan dana. Otonomi dari Tiongkok daratan mendukung posisi Hong Kong sebagai pusat keuangan dan bisnis global terkemuka.
2.2.3 Perekonomian Hong Kong dibawah "One Country, Two System"
Tiongkok dan Hong Kong saling bergantung dan saling terhubung dikarenakan adanya sejarah dan perekonomian. Pada dasarnya, Hong Kong merupakan bagian dari Tiongkok. Yang membuat mereka terpisah adalah setelah Hong Kong dibawah koloni Inggris sehingga dalam pemerintahannya, Hong Kong menyerap sistem yang ada di Inggris untuk digunakan dalam pemerintahan Hong Kong. Kemudian alasan ekonomi juga menjadi salah satu faktor Hong Kong dan Tiongkok saling terhubung. Tiongkok menjadikan Hong Kong sebagai mitra utama untuk menekan pengaruh Amerika Serikat di Hong Kong.
Penyerahan Hong Kong dari Inggris ke Tiongkok pada tahun 1997 menjadi titik balik politik dan ekonomi utama bagi Hong Kong. Hong Kong masih berjuang antara intervensi dan non-intervensi dalam mencari penyelesaian yang tepat untuk merestrukturisasi ekonominya. Selama masa jabatan CE Tung Chee-hwa, secara ekonomi, perekonomian HKSAR sangat jatuh karena krisis keuangan Asia tahun 1997--1998. Menghadapi kemerosotan ekonomi ini, Hong Kong memiliki ambisi untuk membuktikan kemampuannya dan keinginan untuk membangun legitimasi kinerja tinggi untuk pemerintahan barunya.
Ketika masa pemerintahan Donald Tsang digantikan Tung sebagai (Chief Executive), beliau mengubah arah kebijakan industri Hong Kong bergerak lebih dekat ke tujuan non-intervensi. Pemerintah masih menyoroti beberapa pilar industri tradisional seperti jasa keuangan, pariwisata, dan logistik di mana Hong Kong harus mempertahankan daya saingnya, dan enam industri baru, antara lain layanan pendidikan, layanan medis, pengujian dan sertifikasi, industri lingkungan, inovasi dan teknologi, budaya dan industri kreatif yang akan dipromosikan untuk pengembangan lebih lanjut dan diversifikasi ekonominya. Namun, terlepas dari intervensi atau non-intervensi, tampaknya tidak dapat mengubah fakta bahwa lebih dari satu dekade setelah penyerahan, basis ekonomi Hong Kong masih sempit.
PENUTUP
Simpulan
Berbeda dengan Republik Rakyat Tiongkok yang dikenal sebagai negara dengan paham komunis, Hong Kong mempraktikkan sistem kapitalisme dan demokrasi. Saat masih di bawah kekuasaan Britania Raya, Hong Kong menerapkan sistem demokrasi dalam mengatur ekonomi dan pemerintahannya. Namun, pada tahun 1997, Hong Kong diserahkan kembali kepada Tiongkok setelah masa pemerintahan Britania Raya selama 156 tahun. Meskipun kembali ke bawah kendali Tiongkok, Hong Kong tetap menginginkan kebebasan demokrasi. Penduduknya menolak untuk dijadikan sama dengan Tiongkok. Sebagai tanggapan, Tiongkok menciptakan sistem yang dikenal sebagai "Satu Negara, Dua Sistem," yang mengizinkan Hong Kong tetap memiliki otonomi politik dan ekonomi dengan syarat tetap berafiliasi dengan Tiongkok.
Sejak masa Deng Xiaoping, pemerintah Tiongkok telah berkomitmen untuk melanjutkan reformasi ekonomi dan mengintegrasikan Tiongkok lebih dalam ke dalam ekonomi global. Oleh karena itu, Tiongkok sangat tidak mungkin mengambil kebijakan yang dapat merugikan ekonomi yang kuat di Hong Kong. Hong Kong memiliki peran penting sebagai pintu gerbang Tiongkok untuk kerja sama internasional dan integrasi wilayahnya. Di sisi lain, Hong Kong memiliki kepentingan dalam mempertahankan sistem politiknya sendiri dan memperkuat ekonominya setelah krisis keuangan tahun 2008.
Hubungan ekonomi antara Tiongkok dan Hong Kong mencerminkan karakteristik teori interdependensi ekonomi. Kedua belah pihak berusaha menjaga stabilitas ekonomi internasional melalui kebijakan yang mendukung kerja sama ekonomi. Sistem "Satu Negara, Dua Sistem" digunakan Tiongkok untuk memastikan bahwa Hong Kong tetap di bawah pengaruhnya tanpa mengubah sistem politik yang telah ada di sana, karena hal ini menguntungkan kedua belah pihak. Sebagai hasilnya, ekonomi Hong Kong berkembang pesat dengan dukungan sistem ekonominya yang ada.
REFERENSI
Buku & Jurnal
Agung. S. L .(2006). Sejarah Asia Timur 2. Surakarta LPP UNS dan UNS Press.
Anastasia Yip, U. B. (2015). Hong Kong and China: One Country, Two Systems, Two Identities.
Chiu, P. Y. (2002). Economic Integration Between Hong Kong and Mainland China: The effect on Hong Kong of China's Entry to WTO.
Keohane, Robert O. & Nye, Joseph S. (1977). Power and Interdependence: World Politics in Transition, Little & Bown & Co.
Mingst, Karen A. (2003). Essentials of International Relations, 2nd edition. W.W. Norton.
MR Riz. (2021). Hubungan Ketergantungan Tiongkok dan Hong Kong dibawah "One Country, Two System" dalam Bidang Ekonomi Tahun 2008-2015. https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/30301
Nye, R. O. (2011). Power and Interdependence. Pearson.
Tiexun, L. (2011). On the Fundamental Characteristics of the "One Country, Two Systems" Policy.
V. Dugis. (2016). Teori Hubungan Internasional. Perspektif-Perspektif Klasik.
Website
Hong Kong Economic & Trade Office, Jakarta. The Government of the Hong Kong Special Administrative Region. https://www.hketojakarta.gov.hk/id/aboutHK/economy.html
Hong Kong Economic & Trade Office, Jakarta. The Government of the Hong Kong Special Administrative Region. https://www.hketojakarta.gov.hk/en/aboutHK/one_country_two.html
IDN Times. (2019). "One Country, Two Systems" Jadi Alasan Hong Kong Beda dengan Cina 2019 diakses melalui: https://www.idntimes.com/news/world/rosa-folia/one-country-two-systems-jadi-alasan-hong-kong-beda-dengan-cina/2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H