Mohon tunggu...
Dewa Ayu Putu Debita
Dewa Ayu Putu Debita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik Sampit antara Suku Dayak dan Madura

10 Juni 2022   22:33 Diperbarui: 10 Juni 2022   22:43 9849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://unsplash.com/s/photos/cultures

Indonesia memiliki beragam kebudayaan, keragaman ini hadir karena banyaknya suku yang ada di Indonesia. Saya sendiri bersuku Bali dan tumbuh besar di Lampung, terkadang perbedaan budaya juga dapat menimbulkan sebuah konflik di tengah masyarakat. Keberagaman tersebut tidak selalu memberikan dampak positif, seperti halnya uang koin yang memiliki dua sisi berbeda. 

Tak jarang ketika saya bermain atau beradu argumen dengan teman yang berbeda budaya, percikan-percikan perbedaan itu pasti ada yang membuat saya dan teman saya akhirnya bersalah paham. Namun tidak dalam konteks yang serius,seperti salah satu berita yang pernah saya baca, berita tersebut menceritakan mengenai konflik sampit, konflik ini terjadi antar dua suku berbeda yaitu suku Dayak asli dengan warga migran Madura

Sebelum membicarakan lebih lanjut saya akan memaparkan sedikit tentang apa itu konflik. Menurut jurnal yang saya baca konflik dalam perspektif antropologi yaitu, merupakan fenomena sosial yang tidak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat, terlebih kita sebagai masyarakat yang memiliki banyak suku, budaya maupun agama. 

Konflik muncul dari dua orang atau kelompok maupun masyarakat yang tidak memiliki kecocokan, tidak hanya itu keterbatasan sumber daya juga bisa menjadi awal munculnya konflik di dalam masyarakat.

Konflik sampit adalah kerusuhan antar dua suku yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah pada awal bulan Februari tahun 2001. Dari berita yang ada konflik antar suku Dayak dan Madura bukanlah hal yang baru, karena sebelumnya juga pernah terjadi perselisihan antara dua suku tersebut. 

Tapi fokus saya saat ini akan membahas mengenai konflik sampitnya saja, lalu apa sebetulnya penyebab dari konflik sampit ini? Dari berita yang saya lihat konflik ini terjadi semakin parah karena adanya perbedaan nilai-nilai kebudayaan, antara suku Dayak dan Madura.

Terjadi kesalahpahaman antara orang Madura dan Dayak, karena kebiasaan dari orang Madura sendiri adalah dengan membawa celurit kemanapun, membuat orang Dayak menganggap hal tersebut sebagai siap untuk berkelahi. Padahal bukan seperti itu maksud dari orang Madura, seperti makna konotasi yaitu dalam tradisi celurit adalah simbol kejantanan laki-laki dan dalam artian lain bentuk celurit mirip seperti tulang rusuk manusia. 

Agar kejantanan laki-laki tidak berkurang mereka menggantinya dengan celurit yang diselipkan di punggung bagian kiri. Konflik ini semakin menjadi kala seorang etnis Dayak bernama Sandong, tewas akibat luka perkelahian yang dia dapat dan membuat masyarakat Dayak sangat marah. Lalu berakhir dengan saling serang yang membuat sekitar 1.335 orang Madura mengungsi.

Jika saya sambungkan dengan kategori konflik itu sendiri, berdasarkan penampakannya konflik Madura dan Dayak ini termasuk ke dalam konflik permukaan, dimana konflik yang memiliki akar dangkal atau tidak berakar dan muncul karena kesalahpahaman dan sifatnya lebih mudah untuk diatasi melalui komunikasi. 

Seperti kesalahpahaman yang tadi saya bicarakan di atas, mengenai celurit yang selalu dibawa oleh orang Madura dan dimaknai berbeda oleh orang Dayak. Dan teori yang menurut saya juga cocok adalah teori kesalahpahaman sosial-budaya, dimana menganggap konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi karena perbedaan latar belakang sosial budaya di antara orang Madura dan Dayak.

Sasaran dari teori kesalahpahaman sosial-budaya ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain, untuk mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, dan juga meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya. 

Saya juga mengaitkan teori lain, yang akan saya bahas di paragraf selanjutnya yang tentu masih berhubungan dengan konflik yang terjadi antar, warga Madura dan Warga Dayak di Kalimantan Tengah.

Setelah dicari tahu lebih lanjut konflik ini tidak hanya bermula dari perbedaan budaya saja, saat itu masyarakat Madura bermigrasi ke Kalimantan Tengah dan akhirnya telah membentuk sebanyak 21 persen populasi di sana. Karena hal tersebut, masyarakat Dayak, 

Kalimantan Tengah merasa tersaingi oleh masyarakat Madura yang akhirnya timbul kerusuhan antar keduanya. Dalam hal ini teori identitas, dimana dalam teori ini disebutkan konflik disebabkan karena identitas terancam. Masyarakat Dayak merasa terancam karena kehadiran warga migrasi Madura di Kalimantan Tengah.

Lalu pada tanggal 18 Februari tahun 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Dan polisi bertindak dengan menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu dalang dalam serangan ini terjadi. Tidak berhenti disitu dalang tersebut ternyata membayar sebanyak enam orang untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit saat itu. 

Ribuan warga Dayak juga mengepung kantor polisi di Palangkaraya, sekaligus meminta pembebasan para tahanan. Permintaan warga tersebut dikabulkan oleh pihak polisi pada 28 Februari 2001, sekaligus membubarkan kerumunan di kantor polisi dengan bantuan militer. 

Konflik ini akhirnya mereda setelah pihak pemerintah melakukan peningkatan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap para provokator. Penanganan konflik dilakukan dengan penyelesaian konflik, yaitu serangkaian tindakan yang bertujuan untuk mengakhiri sebuah konflik yang sedang terjadi, dengan mendorong perubahan perilaku yang positif dari pihak-pihak yang telah terlibat. 

Seperti yang telah dilakukan oleh pihak-pihak seperti polisi, militer dan pemerintah di atas. 

Untuk benar-benar mengakhiri konflik antar kedua suku ini yaitu Dayak dan Madura, dilakukanlah sebuah resolusi konflik. Yaitu serangkaian tindakan yang bertujuan untuk menangani sebab-sebab konflik, dan berusaha untuk membangun hubungan baru yang dapat bertahan lama di antara suku Madura dan suku Dayak yang tengah berkonflik. 

Dibuatlah sebuah perjanjian damai antara keduanya, untuk memperingati perjanjian tersebut dibangun sebuah tugu perdamaian di Sampit yang sudah berdiri sampai saat ini. Dalam sebuah artikel yang saya lihat, penamaan dari tugu perdamaian ini masih diprotes dari berbagai pihak karena, tidak adanya tulisan bahwa itu adalah tugu perdamaian. Pihak yang protes berpendapat seharusnya bukan tugu perdamaian tetapi tugu peringatan.

Didalam melakukan upaya resolusi konflik perlu memperhatikan beberapa hal seperti, upaya-upaya penyelesaian konflik tanpa kekerasan, melakukan komunikasi antara dua pihak yang berkonflik (mediasi), dan berkolaborasi bersama pemerintah untuk mendorong upaya-upaya menghentikan konflik. 

Bukan hal yang mudah memang dalam menyelesaikan sebuah konflik yang sudah terlanjur besar sampai menghilangkan banyak nyawa, harusnya sebelum terjadinya konflik besar sepatutnya melakukan pencegahan terlebih dahulu. Bisa dengan melakukan komunikasi dan mencari jalan tengah untuk menghindari konflik terjadi.

Dari konflik diatas dapat menjadi pembelajar untuk kita dalam bermasyarakat, hendaknya untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan. Karena negara kita memang berdiri atas keberagaman, akan lebih baik untuk melakukan komunikasi jika terdapat hal yang sekiranya membuat tidak nyaman supaya bisa mencari jalan keluarnya. 

Dan juga dapat bersikap lebih terbuka, khususnya dalam berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya di dalam suatu masyarakat, karena pada dasarnya semua suku, budaya, dan agama mencintai yang namanya kedamaian. 

REFERENSI

 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/30/090000179/konflik-sampit-latar-belakang-konflik-dan-penyelesaian?page=all diakses pada tanggal 24 Januari 2022.

“Konflik Antar Budaya dan Antar Etnis di Indonesia Serta Alternatif Penyelesaiannya” diakses pada tanggal 25 Januari 2022 dari https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/view/3874/3452 

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=730#:~:text=Celurit%20itu%20adalah%20simbol%20kejantanan,Madura%20yang%20selalu%20ingin%20tahu.&text=Kemanapun%20orang%20Madura%20pergi%20tidak%20terlepas%20dari%20celurit. diakses pada 25 Januari 2022.

https://roboguru.ruangguru.com/question/teori-kesalapahaman-antarbudaya-menjelaskan-bahwa-konflik-disebabkan-oleh_QU-G33G3DSR diakses pada tanggal 25 Januari 2022.

“Pengolahan Konflik Perspektif Komunikasi Lintas Budaya” 

https://drive.google.com/file/d/1R56F7hj9hMv1u8gOQHUZ5o7kdqmkEC-g/view diakses pada tanggal 25 Januari 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun