PMK 127/2016 merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Pengampunan Pajak). UU Pengampunan Pajak memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan atau diungkapkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2015 dan Tahun-Tahun Sebelumnya.
PMK 127/2016 mengatur mengenai hal-hal berikut:
- Definisi harta tidak langsung
- Wajib pajak yang dapat memanfaatkan pengampunan pajak
- Syarat dan tata cara pengajuan permohonan pengampunan pajak
- Pembayaran dan penyetoran pajak
- Dampak pengampunan pajak
- Definisi harta tidak langsung
Menurut PMK 127/2016, Harta tidak langsung adalah harta yang dimiliki oleh wajib pajak melalui special purpose vehicle (SPV). SPV adalah badan usaha yang dibentuk oleh wajib pajak untuk tujuan tertentu, seperti untuk melakukan investasi atau menjalankan usaha. Harta tidak langsung meliputi:
- Saham, obligasi, atau surat berharga lainnya
- Unit penyertaan dalam reksa dana
- Piutang
- Hak atas kekayaan intelektual
- Hak sewa
- Hak atas tanah dan bangunan
- Hak atas barang bergerak lainnya
Wajib pajak yang dapat memanfaatkan pengampunan pajak adalah wajib pajak yang memiliki harta tidak langsung melalui SPV. Wajib pajak tersebut harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Tidak sedang menjalani pemeriksaan pajak, penyidikan, atau penuntutan pidana pajak
- Tidak sedang dalam proses penyelesaiaan tindak pidana di bidang perpajakan
- Tidak sedang dalam proses penyelesaian banding, gugatan, atau upaya hukum lain
- Tidak sedang dalam proses penyidikan, penuntutan pidana, atau peradilan tindak pidana di luar bidang perpajakan
Wajib pajak yang ingin memanfaatkan pengampunan pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Permohonan pengampunan pajak harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya. Permohonan pengampunan pajak harus memuat hal-hal berikut:
- Nama dan alamat wajib pajak
- NPWP
- Jenis harta yang diungkapkan
- Nilai harta yang diungkapkan
- Sumber perolehan harta
Wajib pajak yang mengajukan permohonan pengampunan pajak harus membayar pajak penghasilan (PPh) atas harta yang diungkapkan. PPh yang harus dibayar adalah sebesar 3% dari nilai harta yang diungkapkan.
Pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak yang mengajukan permohonan pengampunan pajak dapat dibayarkan secara angsuran. Angsuran pertama harus dibayarkan paling lambat 30 hari setelah permohonan pengampunan pajak diajukan. Angsuran berikutnya harus dibayarkan paling lambat tanggal 20 setiap bulan berikutnya. Pembayaran pajak dapat dilakukan secara tunai, melalui bank persepsi, atau melalui pos.
Wajib pajak yang telah memanfaatkan pengampunan pajak akan mendapatkan dampak-dampak berikut:
- Harta yang diungkapkan tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan
- Harta yang diungkapkan tidak dikenai sanksi pidana perpajakan
- Harta yang diungkapkan dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan dalam menghitung PPh
PENERAPAN TEORI SAUSSURE DALAM IMPLEMENTASI PMK 127/PMK.010/2016
Penerapan teori Saussure dalam implementasi PMK 127 tahun 2016 melibatkan pemahaman mendalam tentang bagaimana bahasa dan tanda-tanda berfungsi dalam konteks hukum keuangan. Ferdinand de Saussure, mengemukakan konsep-konsep kunci seperti signifier dan signified, yang dapat diaplikasikan untuk membahas implementasi peraturan tersebut.