Dasar hukum yang terdapat di subpokok bahasan ini ialah pada Pasal 1233 KUHPerdata yang berisikan bahwa perikatan lahir dari persetujuan dan Undang-undang. Selanjutnya, Pasal 1234 KUHPerdata yang berbunyikan perikatan yang mana adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Dasar hukum mengenai hak ganti rugi tercantum dalam Pasal 55 ayat 1 dan 2 Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan yang berisikan setiap orang berhak meminta ganti rugi atas kelalaian tenaga medis dan ganti rugi tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Analisis
      Tindakan malpraktik dalam kedokteran melalui aspek perdata terjadi jika pihak dokter yang berada dalam suatu perikatan dengan pasien melakukan tindakan prestasi yang melahirkan kerugian perdata kepada pihak pasien (Yosua David Mantiri, 2019). Di mana hubungan antara dokter dengan pasien dalam hukum merupakan sebuah perikatan. Sehingga jika dokter melanggar prestasi yang ditentukan dan berdampak kerugian perdata bagi pasiennya, dokter tersebut dapat dikatakan telah melakukan malpraktik perdata. Perikatan di sini terbagi menjadi dua, inspanningsverbintenis dan resultaatsverbintenis. Inspanningsverbintenis adalah suatu perikatan berdasarkan hasil upaya maksimal untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan resultaatsverbintenis yang mana adalah perikatan yang lahir berdasarkan prestasi atau hasil kerja (Sansorini Putra, 2001). Perbedaan dari keduanya adalah, Inspanningsverbintenis berarti bahwa pasien memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada dokter untuk melakukan pekerjaannya sebaik mungkin. Sedangkan resultaatsverbintenis ialah dokter yang telah menjanjikan kepada pasien akan mendapatkan hasil yang ia inginkan.
      Dalam aspek perdata, dokter sendiri memiliki dua pertanggungjawaban pokok yakni terdiri dari pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan oleh wanprestasi dan pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum (Joko Nur Sariono, 2001). Fungsi dari pertanggung jawaban ini ialah untuk memberikan kompensasi dari kerugian yang diderita pihak lain dan agar mencegah terjadinya kasus serupa (Joko Nur Sariono, 2001).
      Dalam melakukan pertanggungjawaban atas tindakan malpraktik, dokter dapat diberikan tanggung jawab dalam hukum perdata yang berupa tuntutan ganti rugi (Joko Nur Sariono, 2001). Tuntutan ganti rugi dapat berasal dari pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan oleh wanprestasi atau pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum. Dalam hal penuntutan ganti rugi, terdapat beberapa hal yang harus dipahami. Pasien yang melakukan penuntutan ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum, harus dapat dipastikan kembali bahwa kerugiannya karena bertentangan dengan kewajiban profesional, melanggar hak pasien yang timbul dari kewajiban profesional, bertentangan dengan keasusilaan dan bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat (Joko Nur Sariono, 2001). Sedangkan jika penuntutan berdasar pada wanprestasi maka harus dipastikan kembali bahwa kerugiannya timbul karena dokter tidak memenuhi prestasi sama sekali, terlambat memenuhi prestasi dan memenuhi prestasi secara tidak baik (Joko Nur Sariono, 2001).
- Kesimpulan
      Kesimpulan dari sub-pokok bahasan ini adalah bahwa malpraktik perdata hanya terjadi bila pihak yang dirugikan mengalami kerugian keperdataan. Dalam aspek perdata, hubungan antara dokter dengan pasien adalah terikat dalam sebuah perikatan, karena terlahir dari persetujuan dari kedua belah pihak untuk melakukan tindakan medis. Pertanggung jawaban seorang dokter dalam aspek perdata ini sendiri ialah tuntutan ganti rugi oleh pasien. Sebelum menuntut ganti rugi, penuntut harus mengetahui terlebih dahulu dasar atas penuntutannya. Dasar penuntutan yang pertama ialah karena melawan hukum dan penuntutan kedua yang berdasar pada wanprestasi.
Kewajiban Administrasi Apa Saja yang Dilanggar dalam Malpraktik?
- Pendahuluan permasalahan
      Malpraktik administrasi terjadi apabila pihak tenaga medis melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan hukum administrasi (Yosua David Mantiri, 2019). Contoh pelanggaran administrasi antara lain adalah tidak memiliki lisensi saat menjalankan praktek atau melakukan praktek yang berbeda dari lisensi izin yang dimiliki dan masih banyak lagi. Dalam aspek hukum administrasi, dokter memiliki dua kewajiban yang mana adalah kewajiban yang berhubungan dengan kewenangan sebelum melakukan pelayanan medis dan kewajiban saat sedang melakukan pelayanan medis (Yosua David Mantiri, 2019).
- Dasar Hukum
      Dasar hukum yang berkaitan dengan sub-pokok bahasan ini antara lain adalah Pasal 2 Permenkes Nomor 512 yang berisikan bahwa setiap dokter wajib memiliki Surat Izin Praktik atau SIP. Dasar hukum selanjutnya adalah Pasal 2 ayat 1 dan 2 UU No.46 Tahun 2013 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan yang berisikan bahwa setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib untuk memiliki Surat Tanda Registrasi atau STR. Selain itu, dasar hukum lainnya adalah Pasal 2 ayat 1 dan 2 Permenkes No. 290 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran yang berbunyi segala tindakan dokter harus mendapat persetujuan baik lisan maupun tulisan.
- Analisis
      Seperti yang sudah disinggung di pendahuluan, dokter memiliki dua kewajiban jika ditinjau dari hukum administrasinya. Kewajiban tersebut yang pertama ialah kewajiban yang berhubungan dengan kewenangan sebelum melakukan pelayanan medis dan kewajiban saat sedang melakukan pelayanan medis (Yosua David Mantiri, 2019). Dalam hal malpraktik, pastinya dokter telah melanggar salah satu atau kedua dari kewajiban administrasi tersebut. Dokter yang melakukan praktik tanpa adanya surat izin telah melanggar kewajiban mengenai kewenangan sebelum melakukan pelayanan medis. Peraturan mengenai hal tersebut tercantum dalam Pasal 2 Permenkes Nomor 512 yang berisikan bahwa setiap dokter wajib memiliki Surat Izin Praktik atau SIP. Dalam Pasal 38 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, dijelaskan syarat yang harus dilakukan untuk mendapatkan SIP. Syarat-syarat tersebut diantaranya:
- Memiliki Surat Tanda Registrasi Dokter
- Mempunyai tempat praktik
- Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi
Selanjutnya, dokter juga wajib memiliki Surat Tanda Registrasi yang mana diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (Yosua David Mantiri, 2019). Terdapat beberapa persyaratan agar dapat mendapatkan STR yang mana tercantum pada Pasal 29 UU No.29 Tahun 2004 yang berisikan:
- Memiliki ijazah dokte, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis
- Memiliki suat pernyataan telah mengucapkan sumpah janji dokter atau dokter gigi
- Memiliki surat keterangan fisik dan mental
- Memiliki sertifikat kompetensi
- Membuat pernyataan yang mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
      Selain melanggar kewajiban wewenang sebelum melakukan pelayanan medis, malpraktik juga melanggar kewajiban saat sedang melakukan pelayanan medis. Salah satu hal yang dilanggar adalah mengenai informed consent yang dijelaskan di Pasal 7 ayat 3 Permenkes No.290 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Pada pasal ini dijelaskan bahwa dokter harus menjelaskan tindakan yang akan ia lakukan kepada pasien dan mendapatkan izin dari pasien tersebut. Hal ini bersinggungan dengan kasus Stefy yang sempat disinggung di awal pendahuluan artikel. Stefy seorang wanita yang menuntut Rumah Sakit Grha Kedoya karena telah mengambil kedua Rahimnya tanpa sepertujuannya. Dikarenakan dokter tersebut telah melanggar salah satu kewajiban administrasinya, maka dokter tersebut dapat dikatan telah melakukan tindakan malpraktik.
- Kesimpulan