Terpisah, Sukadi, penulis novel "Laskar Pu Sindok, Prahalaya Sima Anjukladang," menyampaikan karya baru wayang sindok dapat menjadi media untuk meluruskan sejarah hari jadi Nganjuk yang selama ini telah mengalami pembelokan sejarah yang benar. Karena, perayaan hari jadi yang visualisasinya dicampur-aduk dengan prosesi boyongan ibukota Berbek ke Kabupaten Nganjuk. Sehingga kemurnian sejarah heroik rakyat Nganjuk sewaktu berperang membantu Pu Sindok melawan tentara Swarnadwipa Sriwijaya menjadi tenggelam oleh boyongan yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan sejarah asal mula nama Nganjuk.
"Aneh, sudah 25 tahun berjalan, peringatan hari jadi Nganjuk, masyarakat lebih paham boyongannya dari pada isensi hari jadinya," tukas Sukadi. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H