Demikian anugerah Si Maharaja kepada rama Anjukladang sebagai tanda yang sudah ditetapkan, tidak boleh diganggu sampai akhir masa di tempat sang hyang prasada seperti yang tertuang dalam jayastambha, menandai saat ia (raja) mengalahkan musuh raja dari Malayu.
Dan sawah Kakatikan (milik) Anjukladang yang statusnya menjadi daerah swatantra, tidak boleh dimasuki oleh siapa saja, termasuk pangkur dan seluruh pejabat pemungut pajak kerajaan semenjak dahulu (menarik pajak).
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Anjukladang bukan nama suatu tempat atau wilayah, melainkan nama seorang samgat, pejabat setingkat sima dalam bidang keagamaan, bernama Pu Anjukladang. Sedangkan yang menyatakan tempat atau wilayah adalah Kakatikan Sri Jayamerta, yang setelah ditetapkan sebagai tanah perdikan dengan hak swatantra, terbebas dari keajiban membayar pajak, baru disebut sima.
Lantas, mengapa Raja Medang Pu Sindok memberikan anugerah sebagai daerah swatantra kepada lemah sawah kakatikan Sri Jayamerta?
Hal ini sebagai bentuk dharma dari Samgat Pu Anjukladang, karena telah merelakan lemah sawah kakatikan dengan luas 6 lamwit, kewajiban membayar pajak emas 12 suwarna dan 4 massa, serta menyediakan tenaga kerja bhakti (katik) kepada kerajaan setiap tahunnya, sebagai bangunan suci untuk persembahan kepada bhatara di sang hyang prasada khabaktyan di Sri Jayamerta.
Sedangkan, bangunan tugu prasasti berupa jayastambha, merupakan simbol tugu kemenangan. "Kemungkinan, laskar Pu Sindok sewaktu berperang melawan prajurit sekutu Swarnadwipa Sriwijaya, mendapat bantuan dari Samgat Pu Anjukladang bersama rakyat sipil Sri Jayamerta hingga mencapai kemenangan," tukas Sukadi yang juga seorang guru itu. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI