“Anjukladang Bukan Nama Tempat Tapi Seorang Tokoh Samgat Pu Anjuk Ladang di Kakatikan Sri Jayamerta”
Tidak dipusatkannya peringatan hari jadi Kabupaten Nganjuk yang telah berjalan 25 tahun di situs aslinya, kompleks Candi Lor, Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur memunculkan berbagai spekulasi dari berbagai kalangan. Lebih-lebih, hari jadi Kabupaten Nganjuk yang setiap tahun diperingati pada tanggal 10 April dipusatkan di Alun-alun Berbek dengan visual alegories boyongan ibukota Berbek ke Kabupaten Nganjuk, semakin menbambah keragu-keraguan akan validitas nilai hari jadi. Karena, antara kompleks Candi Lor, tempat ditemukan sebuah Prasasti Anjuk Ladang berangka tahun 937 Masehi, tanggal 10 April dengan peristiwa boyongan yang terjadi pada tahun 1880 Masehi, tidak memiliki hubungan sama sekali.
Sukadi, penulis novel, "Laskar Pu Sindok, Prahalaya Sima Anjukladang", menyampaikan, semakin dipertebal peringatan hari jadi Kabupaten Nganjuk dengan visual prosesi boyongan, semakin terungkap kejanggalan di dalamnya. Karena memang di antara kedua peristiwa tersebut terjadi pada jaman yang berbeda, dengan selisih waktu sekitar 943 tahun.
"Pemerintah daerah sudah waktunya untuk meluruskan sejarah yang salah agar generasi penerus tidak memahami cikal-bakal Nganjuk ini sebagai peristiwa boyongan ibukota Berbek ke Kabupaten Nganjuk. Apalagi filosofi peristiwanya sangat berbeda antara cikal-bakal hari jadi Nganjuk dengan peristiwa boyongan, harus tegas setiap peringatan harus dipisah dengan visual-visual perayaan menyesuaikan tingkat keakuratan sejarahnya masing-masing," jelas penulis yang berhasil menerjemahkan seluruh isi Prasasti Candi Lor ini.
Selain kejanggalan pada setiap peringatan hari jadi yang dikemas dengan visual prosesi boyongan, hal mendasar yang melatarbelakangi hari jadi Nganjuk adalah arti dan makna dari kata Anjuk Ladang, "anjuk" berarti tinggi, tempat yang tinggi atau dalam arti simbolis adalah mendapat kemenangan yang gilang-gemilang. Sedangkan "ladang" berarti tanah atau daratan (Prof. Dr. J.G. de Casparis, dikutif Harimintadji, dkk dalam Nganjuk dan Sejarahnya, (2003:50). Selanjutnya, kata "anjuk" setelah mendapat proses nasalisasi huruf "ng" di depannya, menjadi "nganjuk"
Pernyataan kata "anjuk ladang" sebagai tempat atau daratan yang tinggi dan berarti kemenangan yang gilang-gemilang tentunya bertentangan dengan isi Prasasti Candi Lor. Karena Anjukladang awalnya bukan nama sebuah tempat atau wilayah, melainkan nama seorang tokoh bernama Samgat Pu Anjuk Ladang yang tinggal di Kakatikan Sri Jayamerta
Pada bait ketiga juga disebutkan, "sanya / ajna / sri maharaja pu sindok / sri isana wikrama dhramamogunggodewa / tinadah / rakryan mapinghai kalih (ra)". (turun / perintah / sri maharaja pu sindok / isana wikrama dharmmotunggadewa / diterima kedua rakryan mapinghe / yaitu ra -) dan bait keempat, "(ke hino pu sahasra / rake) wka pu baliswara / umingso / i / rakai kanuruhan pu da / kumonakan / ikanang / lmah sawah kakatikan /". (ke / hino pu sahasra / rake wka pu baliswara / diturunkan / kepada / rakai kanuruhan pu da / (sri maharaja) yang memerintahkan / agar / tanah sawah kakatikan).
Bila diterjemahkan secara keseluruhan, telah turun perintah Sri Maharaja Pu Sindok Isana Wikrama Dharmmotunggadewa yang diterima oleh kedua rakryan mapinghe yaitu Rake Hino Pu Sahasra dan Rake Wka Pu Baliswara, kemudian diturunkan kepada Rakai Kanuruhan Pu Da, Sri Maharaja memerintahkan agar tanah sawah kakatikan (sri jayamerta) hendaknya diperuntukkan sebagai persembahan kepada bhatara di prasada khabaktyan, (sebagai) dharma (dari) Samgat Pu Anjukladang.
Selanjutnya, pada bait keenam hingga keenambelas, secara berturut-turut, "sri maharaja / i / sri jayamrta / .... / sima / punpunana / bhatara." (....... sri maharaja / di / sri jayamrta / ....(sebagai) / sima / (tempat) pemujaan / bhatara /).
"....... pratidina / mangkan / .... / sri maharaja / rikanang / sawah kakatikan." (....... setiap hari / demikianlah / ...... / sri maharaja / (agar) sawah kakatikan).