Mohon tunggu...
Marintan Irecky
Marintan Irecky Mohon Tunggu... Lainnya - ENG - IND Subtitler and Interpreter

Indonesian diaspora who has been living in Saudi Arabia since 2013. Currently interested in topics about women, family and homemaking, and female intra-sexual competition.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Blogger dan Perannya bagi Industri Film Indonesia

3 Desember 2012   04:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:16 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_227244" align="aligncenter" width="531" caption="ki-ka: Salman Aristo, Angga Rulianto, Gina S. Noer, Haqi Achmad (dok. dearmarintan)"][/caption]

“What’s next after blogging? Could be a revolution!” ujar Salman Aristo di sela sesi sharing bersama movie bloggers di Kineforum, Taman Ismail Marzuki, Minggu 2 Desember 2012 (kemarin).

Ucapan itu menghentak dan menyadarkan saya bahwa sebuah blog film bisa membawa dampak yang besar bagi industri perfilman itu sendiri. Gina S. Noer, penulis naskah film yang didaulat sebagai salah satu pembicara dalam sesi tersebut pun menjelaskan bahwa dampak yang dibawa oleh movie bloggers sangat besar. Bisa buruk, bisa pula baik.

Beberapa kali dia menemukan bahwa tulisan resensi film yang dibuat oleh blogger film Indonesia menjatuhkan citra baik film maupun sang pembuat film. Meskipun tak sedikit juga yang resensi filmnya mengangkat citra film Indonesia tertentu, Gina mengungkapkan bahwa para pembuat film berharap bahwa segala bentuk kritik bisa disampaikan dengan baik.

“Bukan berarti baik-baikkin ya, tapi sampaikanlah dengan sudut pandang yang positif. Nulis review itu harus dengan bertanggung jawab,” katanya.

Penulis skenario untuk film layar lebar tersebut (Ayat Ayat Cinta, Perempuan Berkalung Sorban, Hari untuk Amanda, Habibie dan Ainun) mengatakan bahwa para pembuat film Indonesia selalu memperhatikan resensi film atau opini para penonton begitu film karya mereka dirilis di bioskop. Yang diinginkan saat membaca resensi atau opini penonton, khususnya movie blogger, adalah mendapatkan saran atau kritik membangun yang membuat mereka belajar. Agar ke depannya lebih baik lagi dalam menggarap film. Karenanya, bukan sekedar kritik nggak jelas atau cacian tanpa arah, apalagi tanpa bobot pengetahuan yang baik tentang film tersebut yang diharapkan para pembuat film.

“Ada yang nulis (resensi) Jakarta Hati, dibagus-bagusin deh pokoknya. Gue penasaran (lalu) cek twitternya. Eh, dia bilang di tengah-tengah (jalannya film) ketiduran,” jelasnya tentang contoh resensi film yang nggak bertanggung jawab.

Saat mendengar penjelasan ini, saya berpikir dalam. Iya juga ya, betapa film Indonesia saat ini masih kekurangan, kalau nggak mau dibilang ‘miskin’, kritik atau opini yang membangun dari para movie blogger. Masa tayang film-film Indonesia yang saat ini masih relatif sebentar menyadarkan saya bahwa apresiasi nyata dari penonton Indonesia memang masih belum memenuhi harapan para sineas. Mungkin ini juga sebabnya sharing session ini diadakan oleh Muvila.com yang bekerja sama dengan Institut Français Indonesia (IFI) Jakarta dalam rangkaian kegiatan Festival Sinema Prancis 2012.

Selain membahas tentang dampak tulisan blogger terhadap industri perfilman, khususnya lokal, para pembicara (selain Gina, ada pula Angga Rulianto, editor Muvila.com dan Haqi Achmad, penulis skenario Poconggg Juga Pocong, Radio Galau FM) juga menerangkan bahwa blog film bisa membawa sang penulis ke industri film.

Contohnya Haqi Achmad. Sebelum menjadi penulis skenario film seperti sekarang, cowok kelahiran Jakarta, 27 Februari 1990 itu dikenal sebagai blogger aktif yang sering menulis resensi film. Semua pemikiran tentang film-film yang ditontonnya kala itu dituangkannya dalam sebuah blog bertajuk “Jemari Menari”. Tanpa disangka, tulisan-tulisannya tersebut dibaca oleh para pembuat film. Bahkan salah satu aktris yang aktingnya sempat dikomentari dalam blognya tersebut, Acha Septriasa, mengucapkan terima kasih atas kritik tentang lakonnya dalam film “Love is Cinta”.

Didukung dengan bakat menulis yang baik dan banyaknya pelaku industri film yang membaca tulisannya, Haqi pun mendapat tawaran menulis skrip. Dari skrip FTV sepuluh halaman, karir penulisan Haqi pun menanjak hingga dia dipercayakan menggarap skrip film setebal 70 – 90 halaman. Apa rahasia Haqi sukses memasuki industri film dari sebuah blog?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun