Tanggal 12 Mei 2024. Sekitar pukul 01.00 WIB, Penulis berangkat dari Pijoan, Muaro Jambi, Jambi menuju Bakauheni untuk menyebrang ke Pulau Jawa. Perjalanan ini bukan tanpa alasan, tapi sebagai bagian dari perjalanan pembelajaran ke perguruan tinggi di Pulau Jawa sebagai antisipasi kelulusan yang semakin dekat.Â
Perjalanan yang sudah dilakukan sejak sebelum subuh banyak menguras tenaga. Penulis sendiri harus menahan kantuk yang dilampiaskan di bus kemudian. Lelah dan susah adalah hal yang biasa dalam perjalanan jauh. Namun, perlu diingat bahwa dalam perjalanan ini tidak boleh kelelahan.Â
Harus dicadangkan energi dalam memenuhi tujuan utama dari perjalanan ini, yaitu edukasi dan observasi. Jadi, dalam perjalanan panjang ini, seluruh rombongan memiliki kewajiban khusus yang sama, SURVIVE.Â
Sebelum melaksanakan perjalanan yang panjang ini, Penulis dan rombongan melaksanakan pengarahan sebagai persiapan untuk perjalan. Mengingat ini adalah perjalanan rombongan dan perjalanan jauh nan panjang lagi melelahkan, maka pengarahan yang jelas dan matang amat diperlukan.Â
Dalam perjalanan dari Jambi ke Sumatera Selatan, Penulis melalui jalan lintas timur Sumatra, ya, Jalan Umum-milik dan diurus langsung oleh negara. Kualitas dan pengalaman yang disuguhkan amat membekas dalam benak dan tubuh penulis. Baik rasa pegal yang dihadirkan kursi bus selama perjalanan hingga kisah epik perebutan badan jalan antara bus dan truk sawit.Â
Berbagai pengalaman biasa namun unik disuguhkan kepada penulis oleh jalan bermarkas kuning itu. Dari penglihatan masjid yang terletak di atas alfamart hingga kebun-kebun sawit yang terendam luapan air sungai musi.Â
JALAN UMUM DAN JALAN TOL
Jalan nasional tentu sangat diperhatikan oleh negara. Karena ianya adalah kepunyaannya. Berbeda dengan Jalan Tol yang adalah kepunyaan swasta, namun masih dalam kekangan negara. Bisa dilihat dari berbagai perbedaan pada jalan umum dan dan jalan tidak umum (tol).Â
Pada jalan umum, kita bisa melaju bahkan hingga 60 KM/Jam, ngebut sekali. Beda di Jalan Tol, ngebut adalah kewajiban. Sesuai dengan tujuan dibuatnya Jalan Tol, yaitu agar mempercepat perpindahan transportasi, maka mempercepat laju kendaraan adalah wajib. Hal itu pulalah mengapa hanya kendaraan roda empat yang bisa menikmati fasilitas Tol. Tapi tentu, fasilitas ini tidak gratis.Â
Jalan tol tentu sangat diperhatikan oleh perusahaan. Karena ianya adalah kepunyaanya. Berbeda dengan jalan nasional yang adalah kepunyaan negara. Bisa dilihat dari fasilitas yang lengkap berupa rest area. Rest Area Jalan Tol yang lengkap dengan Pom bensin, Tempat Ibadah, Minimarket, dan tentunya yang terpenting, Toilet.Â
Sepadan dengan badan. Biaya yang pemakai Jalan Tol bayarkan dibalas dengan fasilitas yang disediakan pihak perusahaan demi kenyamanan berkendara pemakai jalan Tol. Jalan Tol amat disayang oleh orang tuanya. Perawatan jalan dilakukan secara rutin.Â
Beda lagi Jalan umum yang kalau berlubang sedalam 1 meter pun belum tentu diperbaiki. Harus menunggu sampai Pohon Pisang tumbuh, kemudian diupload di sosial media. Kalau viral pasti diperbaiki, kalau tidak, mari berdoa saja.Â
Sangking dirawatnya Jalan Tol, di beberapa titik Jalan dipasangi CCTV, bukan hanya pada perempatan lampu merah saja. Dan tentu saja, bukan bertujuan untuk menilang orang.Â
Selama perjalanan pula, Penulis melihat berbagai hal yang menakjubkan. Persawahan masyarakat Palembang dan Lampung yang begitu luas. Interaksi perdagangan yang ramai. Interaksi perdagangan ini terlihat dari kapal Takbut yang ilir mudik mengangkut Tongkang yang diisi berbagai jenis komoditas merentasi sungai-sungai.Â
Pasir dan kerikil dibawa merentas sungai. Sawit dan karang-karang yang Penulis tidak tahu apa isinya merentasi jalan dengan dibawa oleh raksasa-raksasa jalanan.Â
Melewati Jalan Tol ternyata ada minusnya juga, yaitu jika anda melewati Tol dari Palembang menuju Lampung. Suatu keajaiban Sosial Budaya Nusantara yang tiada bandingnya, Kampung Bali. Pesona perpaduan kultur Melayu Palembang dan Pendatang Bali Transmigrasi memiliki pesona sendiri bagi yang melihatnya. Amat Penulis sayangkan, mengetahui rombongan tidak akan melewati salah satu keajaiban Bumi Nusantara itu.Â
Genting-genting merah mulai terlihat di samping jalan. Menunjukan telah dilaluinya kawasan rumah panggung Melayu dan masuknya kami di kawasan Sphere mandala Jawa Transmigrasi.Â
Lampung terkenal dengan komposisi masyarakat yang unik dibandingkan dengan provinsi Sumatera lainnya. Lampung memiliki populasi Suku Jawa yang besar. Ini merupakan hasil dari program Orde Baru, Transmigrasi.
MENUJU PENYEBARAN
Langit menunjukkan siang mulai berubah menjadi sore. Setelah puas dan kenyang makan dan tak lupa pula sembahyang pada Tuhan yang maha esa, Penulis dan rombongan memasuki gerbang Tol Bakauheni-Terbanggi Besar.Â
Suasana Tolo menuju penyebaran ini agak mirip dengan Tol Palembang menuju Lampung, bedanya, pada Tol Bakauheni-Terbanggi Besar ini lebih banyak berdekatan dengan pemukiman penduduk.Â
Sawah dan Sawit sama-sama menghiasi dua sisi jalan Tol. Terkadang silih berganti kebun-kebun karet juga turut serta menghiasi pemandangan. Terdapat keunikan tersendiri pada Tol Bakauheni-Terbanggi Besar, yaitu banyaknya Flyover yang membelah jalan. Pemukiman penduduk terbukti dipenuhi beberapa tuntutannya.Â
Jalan Tol juga merupakan berkah tersendiri bagi perjalanan lintas provinsi Sumatra. Waktu tempuh yang lebih singkat, juga kualitas tranportasi yang melewati Jalan Tol secara umumnya lebih bagus dibandingkan yang melewati jalan umum lintas sumatra.Â
Tidak ada barang, sayur, buah, apalagi hewan ternak di dalam kendaraan. Hewan-hewan ternak hanya menjadi pemandangan yang menghibur bagi Penulis selama perjalanan. Belasan jam di atas bus tentu membosankan.Â
Posisi strategis jalan Tol yang melewati kawasan pedesaan dan tanah-tanah industri mempersembahkan pemandangan yang tidak bisa dilihat jika melewati jalan umum.Â
Pabrik-pabrik raksasa milik perusahaan-perusahaan lokal maupun luar yang bertempat di tanah sumatra-tidak dapat dibandingkan dengan pabrik mega raksasa seperti di tanah Jawa-adalah pemandangan yang jarang terlihat di kawasan berkembang seperti di Pesisir Sumatra Timur.Â
Apalagi Tol hingga tulisan ini dibuat masih belum menghubungkan hingga Jambi ke Aceh. Dengan adanya Jalan Tol, biarpun harus merogoh kocek, namun sepadan dengan imbalannya, Penulis berhasil meredukia jumlah penat dan pegal pada seluruh tubuh dan pikiran.Â
PELABUHAN BAKAUHENI
Tak berselang lama dari memasuki Tol, seperti yang diharapkan. Rombongan telah mencapai Pelabuhan Bakauheni dalam waktu singkat. Cakrawala di hadapan menunjukkan lautan selat Sunda dan pulau-pulau berbukit yang indah.Â
Kapal dan perahu menghiasi perairan, sementara kendaraan darat memenuhi pelabuhan, mengantre untuk menyebrang. Dari sebrang Kulon sana, berdatangan pula kapal penyebrangan yang mengangkut berbagai jenis transportasi dari bumi padi ke bumi emas.
Biarpun langit sudah kemerahan, namun perjalanan tetap harus dilanjutkan. Lagipula langit merah adalah alasan aneh untuk menghentikan perjalanan di dunia modern ini. Siapa yang tidak ingin menyebrang jika ia ingin menyebrang dalam keadaan rombongan, baik dengan orang ataupun dengan barang. Itupun dalam keadaan rombongan yang ramai. Penyebrangan dari Bakauheni menjadi penutup perjalanan pergi Penulis ke pulau Jawa di Sumatera.Â
Perjalanan jauh yang melewati Jalan Umum dan Jalan Tol memberikan penulis berbagai pengalaman baru. Memang, ini bukan kali pertama penulia merentas pulau Sumatera, namun ini sebagai narasi dari penulis aka Jalan Umum dan Jalan Tol. Saat ini, Penulis masih menunggu di dermaga, menunggu kapal penyebrangan untuk menyebrangkan rombongan ke seberang Selat Sunda sana.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H