Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

UAE Hentilkan Koordinasi Bantuan Bilateral dengan Israel, Masa Depan KTT Abraham Terancam?

7 April 2024   04:48 Diperbarui: 7 April 2024   04:48 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Israel sedang menatap akhir dari Perjanjian Abraham? Saya menanyakannya karena 3 tahun setelah Israel, Uni Emirat Arab  dan Amerika Serikat berjabat tangan dan setuju untuk menormalisasi hubungan Arab-Israel, perdamaian di Asia Barat terasa seperti mimpi belaka.  Nyatanya tiga tahun  lalu ketika Perjanjian ini ditandatangani, pendiriannya berubah.

Sejatinya, perjanjian ini menyiapkan panggung bagi hubungan antara Israel dan dunia Arab untuk bangkit dan berkembang. dan ada beberapa keuntungan besar. Israel dan UEA menandatangani perjanjian perdagangan bebas. Mereka menandatangani perjanjian di berbagai bidang termasuk investasi bilateral, kedokteran, dan perjalanan luar angkasa.

Menteri luar negeri UAE Abdullah Bin Zayed Al-Nahyan bahkan mengunjungi Yerusalem pada tahun 2022. Secara simbolis. foto Bin Zayed meletakkan karangan bunga di Yad Vashem, Pusat Peringatan Holocaust dunia, menjadi momen bersejarah.

Dan kemudian KTT di Israel yang mempertemukan para menteri luar negeri dari UEA, Bahrain, Mesir, Maroko, dan AS. Bahkan Turki meningkatkan hubungan dengan Israel setelah Perjanjian tersebut. Hal ini menunjukkan betapa posisi strategis Israel sebenarnya telah meningkat.

Sekarang semua pekerjaan dan kemajuan Israel ini seolah tersapu bersih seiring dengan berlanjutnya Perang Gaza. Israel menghadapi isolasi global. AS yang merupakan sekutu terdekatnya dan salah satu tokoh terbesar dalam Perjanjian Abraham juga tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap Israel.

Presiden AS Joe Biden telah mengeluarkan ultimatum kepada Perdana Menteri Israel  Benyamin Netanyahu untuk melindungi warga sipil atau AS menghentikan dukungan.  

Terlebih lagi setelah berbulan-bulan mengkritik Israel atas serangan Gaza, UEA juga dilaporkan memutuskan hubungan dengan Israel. Menurut berbagai laporan, Abu Dhabi telah memutuskan untuk menghentikan semua koordinasi bilateral dengan Israel dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan ke negara tersebut. Intinya UEA telah mengambil sikap.

Pertanyaannya adalah apakah negara-negara Arab lainnya akan mengikuti langkah UAE?

Beberapa tahun yang lalu, Amerika Serikat telah mencapai pencapaian kebijakan luar negeri yang besar. Washington berhasil membuat negara-negara Arab dan Israel menandatangani Perjanjian Abraham. KTT tersebut ditandatangani di White House pada tahun 2020 dan menandai perubahan signifikan dalam lanskap geopolitik Asia Barat.

Negara-negara utama yang terlibat dalam Perjanjian tersebut termasuk Israel, UEA, Sudan, Maroko. Penandatanganan perjanjian tersebut penting karena akan membangun hubungan diplomatik penuh antara Israel dan negara lainnya. 

Perjanjian ini diharapkan dapat mengakhiri isolasi Israel oleh dunia Arab. Juga meningkatkan hubungan Israel dengan negara-negara tetangganya. Serta membantu memperkuat posisi Israel sebagai negara kelas berat di kawasan tersebut.

Sayangnya, perjanjian ini mengabaikan gajah di dalam ruangan. Palestina. Tiga tahun kemudian tidak ada seorangpun yang bisa mengabaikan gajah di dalam ruangan tersebut. Selama berpuluh-puluh tahun AS telah mendorong two-state solution (solusi dua-negara) terhadap konflik tersebut namun belum secara formal mengakui Negara Palestina yang merdeka. Sekarang AS baru  mulai berbicara tentang menawarkan jalan kepada Palestina untuk menjadi negara yang merdeka sebagai cara terbaik untuk menstabilkan wilayah yang lebih luas dan mengisolasi Iran dan proksinya.  

Sebelum perang bahkan Arab Saudi berada di titik puncak untuk memajukan pembicaraan normalisasi hubungan dengan Israel pada September 2023. Putra Mahkota dan perdana menteri  Menteri Arab Saudi Muhammad bin Salman merupakan dua tokoh yang berdialog tentang hal tersebut.

Namun penting untuk dicatat bahwa perdana menteri Saudi tidak pernah setengah hati dalam mendukung Negara Palestina yang merdeka. Tuntutan untuk kemerdekaan Palestina telah dan akan tetap menjadi tuntutan resmi Arab Saudi sebagai syarat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Bahkan Presiden AS Joe Biden memuji dukungan Arab Saudi terhadap Perjanjian Abraham sebagai pencapaian kebijakan luar negeri yang besar bagi Washington.

Tetapi 7 Oktober 2023 mengubah semua itu. Perang Gaza memaksa Arab Saudi untuk mengambil langkah mundur. Bahkan Amerika yang pada bulan-bulan pertama Perang Gaza memberikan seluruh dukungannya kepada Israel, kini telah mengubah posisinya. Setelah 6 bulan perang, Israel di bawah kepemimpinan Benyamin Netanyahu benar-benar terisolasi, bahkan sekutunya pun tidak lagi mendukungnya.

Serangan Israel saat ini di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Lihat saja kondisi Gaza. Vidio-vidio yang banyak beredar di internet akan menceritakan kisah lengkap warga sipil di Gaza yang kehilangan tempat tinggal. Hidup menderita, kelaparan di jalanan, dan  berduka atas kehilangan keluarga dan kerabat.

Menurut laporan kementerian kesehatan di Gaza yang dikelola oleh Hamas, Lebih dari 33.000 warga Palestina tewas akibat perang ini, di mana kebanyakannya adalah perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka-luka mencapai lebih dari 75.000 orang.

Sementara dunia sedang syok dengan apa yang terjadi di Gaza, Biden melayangkan ultimatum kepada Netanyahu pada hari Kamis. Pada dasarnya Presiden AS mengecam Israel agar melindungi warga sipil Palestina dan pekerja bantuan asing di Gaza atau Washington terpaksa akan mengekang dukungan bagi Israel dalam perangnya melawan militan Hamas. 

Ultimatum dari AS ini terbilang baru. Selama berbulan-bulan mereka telah meminta Israel untuk mengubah taktik militernya tetapi setelah serangan Israel pada hari Senin menewaskan tujuh pekerja bantuan World Central Kitchen (WCK) dan memicu kemarahan global. Washington terpaksa mengeluarkan kecaman pada Kamis lalu kepada Israel  melalui juru bicara White House, John Kirby,

"Saya tidak akan meninjau potensi keputusan kebijakan yang akan datang. Apa yang ingin kami lihat adalah beberapa perubahan nyata di pihak Israel. Dan tahukah Anda, jika kita tidak melihat perubahan dari pihak mereka, maka harus ada perubahan dari pihak kita. Tapi saya tidak ingin meninjau seperti apa tampilannya."

Karena Gedung Putih tidak mengatakan apa yang akan dilakukan jika Israel gagal melindungi warga sipil, namun para analis mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa ini adalah momen come-to-Jesus (mendekat kepada Tuhan).

Akankah ini menjadi titik balik dalam konflik Asia Barat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun