Perjanjian ini diharapkan dapat mengakhiri isolasi Israel oleh dunia Arab. Juga meningkatkan hubungan Israel dengan negara-negara tetangganya. Serta membantu memperkuat posisi Israel sebagai negara kelas berat di kawasan tersebut.
Sayangnya, perjanjian ini mengabaikan gajah di dalam ruangan. Palestina. Tiga tahun kemudian tidak ada seorangpun yang bisa mengabaikan gajah di dalam ruangan tersebut. Selama berpuluh-puluh tahun AS telah mendorong two-state solution (solusi dua-negara) terhadap konflik tersebut namun belum secara formal mengakui Negara Palestina yang merdeka. Sekarang AS baru  mulai berbicara tentang menawarkan jalan kepada Palestina untuk menjadi negara yang merdeka sebagai cara terbaik untuk menstabilkan wilayah yang lebih luas dan mengisolasi Iran dan proksinya. Â
Sebelum perang bahkan Arab Saudi berada di titik puncak untuk memajukan pembicaraan normalisasi hubungan dengan Israel pada September 2023. Putra Mahkota dan perdana menteri  Menteri Arab Saudi Muhammad bin Salman merupakan dua tokoh yang berdialog tentang hal tersebut.
Namun penting untuk dicatat bahwa perdana menteri Saudi tidak pernah setengah hati dalam mendukung Negara Palestina yang merdeka. Tuntutan untuk kemerdekaan Palestina telah dan akan tetap menjadi tuntutan resmi Arab Saudi sebagai syarat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Bahkan Presiden AS Joe Biden memuji dukungan Arab Saudi terhadap Perjanjian Abraham sebagai pencapaian kebijakan luar negeri yang besar bagi Washington.
Tetapi 7 Oktober 2023 mengubah semua itu. Perang Gaza memaksa Arab Saudi untuk mengambil langkah mundur. Bahkan Amerika yang pada bulan-bulan pertama Perang Gaza memberikan seluruh dukungannya kepada Israel, kini telah mengubah posisinya. Setelah 6 bulan perang, Israel di bawah kepemimpinan Benyamin Netanyahu benar-benar terisolasi, bahkan sekutunya pun tidak lagi mendukungnya.
Serangan Israel saat ini di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Lihat saja kondisi Gaza. Vidio-vidio yang banyak beredar di internet akan menceritakan kisah lengkap warga sipil di Gaza yang kehilangan tempat tinggal. Hidup menderita, kelaparan di jalanan, dan  berduka atas kehilangan keluarga dan kerabat.
Menurut laporan kementerian kesehatan di Gaza yang dikelola oleh Hamas, Lebih dari 33.000 warga Palestina tewas akibat perang ini, di mana kebanyakannya adalah perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka-luka mencapai lebih dari 75.000 orang.
Sementara dunia sedang syok dengan apa yang terjadi di Gaza, Biden melayangkan ultimatum kepada Netanyahu pada hari Kamis. Pada dasarnya Presiden AS mengecam Israel agar melindungi warga sipil Palestina dan pekerja bantuan asing di Gaza atau Washington terpaksa akan mengekang dukungan bagi Israel dalam perangnya melawan militan Hamas.Â
Ultimatum dari AS ini terbilang baru. Selama berbulan-bulan mereka telah meminta Israel untuk mengubah taktik militernya tetapi setelah serangan Israel pada hari Senin menewaskan tujuh pekerja bantuan World Central Kitchen (WCK) dan memicu kemarahan global. Washington terpaksa mengeluarkan kecaman pada Kamis lalu kepada Israel  melalui juru bicara White House, John Kirby,
"Saya tidak akan meninjau potensi keputusan kebijakan yang akan datang. Apa yang ingin kami lihat adalah beberapa perubahan nyata di pihak Israel. Dan tahukah Anda, jika kita tidak melihat perubahan dari pihak mereka, maka harus ada perubahan dari pihak kita. Tapi saya tidak ingin meninjau seperti apa tampilannya."
Karena Gedung Putih tidak mengatakan apa yang akan dilakukan jika Israel gagal melindungi warga sipil, namun para analis mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa ini adalah momen come-to-Jesus (mendekat kepada Tuhan).