Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Saya Bukan Tenaga IT

19 Juli 2023   09:50 Diperbarui: 19 Juli 2023   11:47 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"MESIN BRENGSEK!"

Begitu mendengar sumpah serapah dari kantor bos pada Senin pagi itu, saya tahu bahwa tidak lama lagi saya akan dipanggil untuk memberikan bantuan teknis IT. Sebelum ada yang menyimpulkan, bukan, saya bukan petugas IT, atau arsitek sistem atau jaringan. Saya analis kebijakan di Departemen Pendidikan.

Jadi kenapa bos meminta bantuan saya untuk masalah teknis IT apa pun yang dia punya? Nah, ada dua alasan bagus: -

1. Karena ketika membaca CV saya yang waktu itu melamar sebagai analis kebijakan di Departemen Pendidikan, beliau melihat kalau saya sudah mempelajari sistem informasi sebagai mata kuliah tambahan dari Sarjana Kebijakan Publik. Secara alami, itu berarti saya pasti seorang kutu buku IT.

2. Tapi alasan lain yang lebih penting adalah karena beliau adalah seorang super gaptek yang menentang teknologi dan kebijakan baru.

Saya berharap melebih-lebihkan, tapi sayangnya tidak. Bos secara teratur mengirim email ke seluruh kantor ketika bermaksud mengirimnya hanya ke satu orang. Beliau punya headset Bluetooth untuk ponselnya, tetapi tidak tahu cara menggunakannya dengan benar sehingga setiap kali seseorang memanggil, dia akhirnya melewatkan panggilan tersebut karena tidak tahu cara mengangkatnya dan menjawab telepon sebelum panggilan terputus.

Suatu kali saya bertanya kepada beliau apakah dia mendapatkan email yang saya kirim semalam. Setelah awalnya mencoba mengatakan bahwa saya belum mengirimkannya, beliau respon dengan pernyataan yang menghantui saya hingga hari ini. "Begini, Kris, sa dapat email banyak skali, jadi biasanya sebagian besar sa hapus". Saat itulah saya catat dalam ubun-ubun kalau dokumen penting apa pun yang saya ingin beliau baca, berapa pun banyaknya, harus dicetak secara fisik. Maaf ya lingkungan, tapi saya kerja dengan orang yang belum berkembang lebih jauh dari jaman pesan di atas batu.

"Kris? mari dulu!" teriaknya.

Untuk sepersekian detik, saya membayangkan untuk tidak menjawab dan menyelinap keluar dari kantor, tetapi saya tahu bahwa sekretarisnya Inem akan mengomeli saya. Inem memang senang bikin saya kena masalah, bahkan untuk sesuatu yang tidak saya kerjakan. Suatu kali Inem mencoba menyalahkan saya karena kehilangan berkas penting yang sudah ditandatangani bos. Inem bilang kalau berkas tersebut sudah dikasih ke saya dan pasti sayalah yang menghilangkannya. Saat mengingat kembali kejadiannya, saya sadar kalau sepanjang minggu lalu saya dinas ke luar kota jadi sudah pasti tidak akan menerima berkas itu. Tentu saja, Si penuduh gila itu tidak pernah meminta maaf.

Dengan mata pemarah Inem menatapku, aku menjawab, "Ya bos, sa datang". Saya mengintip ke kantornya; sosoknya yang mengesankan duduk di sana bertengger di depan komputer, seperti seorang Neanderthal yang baru saja menemukan api. Ketika saya mengetuk pintunya, dia menoleh sesaat ke arah saya dan kemudian kembali menatap layar, tangannya memberi isyarat agar saya masuk dan berkata, "coba ko liat dulu, ini kenapa kah?".

Ketika mengitari mejanya, saya tiba-tiba dipenuhi rasa takut. Mengingat email yang telah dikirim ke semua staf pada hari Jumat oleh Kepala Departemen Informasi terkait dengan kebijakan kata sandi baru dan persyaratan untuk memastikan kalau semua staf punya kata sandi yang kuat. Siapa pun yang belum mengatur ulang kata sandinya sebelum Senin pagi sesuai dengan kebijakan tersebut akan dikunci akunnya dan dipaksa untuk mengatur ulang dengan kata sandi yang sesuai dengan kebijakan tersebut.

Di layarnya, kalimat dengan huruf merah tebal berkedip "Pulihakan kata sandi Anda".

Yang terjadi selanjutnya adalah tiga jam dari hari saya yang tidak akan pernah pulih. Kebijakan kata sandi kami bukanlah hal yang saya anggap sulit, sayangnya sulit bagi manusia gua. Panjangnya harus dua belas karakter dan harus memiliki setidaknya satu kapital, satu angka, dan satu karakter khusus. Tidak susah kan? Susahnya, saya harus berurusan dengan karakter khusus bos.

Saya terus mencoba menjelaskan alasan mengapa kebijakan kata sandi diberlakukan. Bos kemudian memberi tahu kalau beliau selalu mengganti kata sandi dengan seksama pakai "Password1", lalu "Password2", dan seterusnya selama beberapa tahun terakhir. Ketika sampai ke Password9, beliau akan kembali ke "Password1" lagi. Tapi tidak pernah menggunakan "Password0". Ketika bos selesai menyampaikan dengan bangga kisah kata sandinya kepada saya, saya pikir orang-orang seperti beliaulah yang menyebabkan kebijakan kata sandi baru dibuat.

Membuatnya mengerti kalau tombol spasi tidak bisa diterima dalam kata sandi juga tidak membantu. Pada satu tahap, beliau membentak saya, "Kenapa sa terima ko kerja kalo tra bisa bantu untuk hal-hal IT dasar seperti ini?" Kesabaran saya sudah habis saat itu jadi saya jawab, "Maaf bos, sa bukan tenaga IT, Boss su tahu to? sa analis kebijakan". Beliau tampak benar-benar bingung dengan wahyu tersebut, tetapi kemudian dengan cepat kembali mencoba kombinasi kata sandi yang ditolak sistem.

Akhirnya, dia memasukkan kata sandi yang diterima sistem. Serasa bumi terangkat dari bahu, akhirnya saya bisa kembali melanjutkan pekerjaan saya yang sebenarnya. Ketika berjalan keluar dari kantornya, "Kris, Balik dulu sini." Beliau menulis di selembar kertas dan menyerahkannya kepada saya. Saya membuka kertas itu dan bisa melihat coretannya "Kris&Tolol1".

Saya memalingkan mata ke arahnya dan bertanya, "Apa ini bos?"

Dia menjawab, "Sa pu kata sandi. Sa suka lupa jadi sebaiknya ko yang simpan".

Jadi sekarang, setiap pagi bos datang menemui saya pada jam 9:05 dan menanyakan kata sandinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun