Pada oktober 2021 lebih dari 100 pemimpin dunia berkumpul di Glasgow untuk mengakui urgensi perubahan iklim. KTT ini seharusnya menjadi wake up call, titik balik bagi masa depan planet ini.Â
Tetapi seperti semua KTT sebelumnya COP 26 juga mengecewakan. Konferensi penandatangan itu hanya menjadi sebuah pentas bagi negara-negara untuk membuat daftar dosa-dosa negara berkembang meskipun itu pelanggaran mereka sendiri.
Mereka menetapkan target climate goals baru  yang harus dicapai pada tahun 2050, di antaranya adalah mengakhiri pembakaran batu bara secara bertahap guna menghapus ketergantungan dunia pada batu bara, Eropa berjanji untuk berdiri di depan dalam kampanye ini.Â
Eropa berjanji untuk membuat batu bara jadi sekedar cerita sejarah dan beralih ke sumber energi terbarukan.
Satu tahun ke depan, Eropa yang sama memimpin pawai ke arah yang berlawanan. Eropa dengan mudah kembali ke batu bara. Tidak minta permisi sama sekali ke negara lain.Â
Tidak ada pertanyaan yang diajukan kepada dewan COP. Jadi artikel ini akan melakukannya, membahas kemunafikan Eroipa pada bahan bakar fosil.
Kenapa Eropa kembali ke batu bara? Apa dampaknya pada target iklim dan janji besar yang mereka buat atas nama seluruh dunia?
Eropa sedang dalam krisis pasokan energi. Untuk mengatasinya, Eropa membuang jauh ambisi hijaunya. Eropa meningkatkan impor batubara dan mengaktifkan kembali pembangkit listrik lama.
Semua ini gegara Rusia yang memotong pasokan gas ke Eropa. Sebelum perang di Ukraina dimulai, 40 persen pasokan gas Eropa berasal dari Rusia.
Tapi sejak Februari tahun ini, setelah rusia menyerbu Ukraina impor energi dari Rusia menurun hampir 60 persen.Â