Lihat saja peristiwa hari Sabtu (4/6), duta besar AS untuk PBB berada di Turki. Minggu depan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov akan berkunjung ke sana. Apa tujuannya?Â
Mari kita asumsikan Turki menyerang Suriah. Sudah pasti Rusia tak tinggal diam. Rusia dan Turki akan saling berperang satu sama lain. Setiap kali peperangan antara kedua negara ini, selalu ada kekacauan besar yang memakan korban.Â
Contohnya, tahun 2015 sebuah pesawat perang Rusia ditembak jatuh oleh jet Turki. Ankara mengklaim pesawat itu terbang dekat dengan perbatasan mereka. Tahun 2020 Rusia dan Suriah melakukan serangan udara di Idlib, lebih dari 30 tentara Turki tewas. Jadi, Turki dan Rusia punya sejarah  pertempuran di Suriah.Â
Tapi pertanyaan besarnya, apakah NATO akan terlibat kali ini? mereka melakukan begitu banyak demi Ukraina meski Ukraina bukan anggota NATO. Jadi secara teknis, NATO harus berupaya untuk membantu Turki. Tapi kenapa mereka tidak melakukannya?Â
Karena dua alasan. Satu pasal lima NATO mencakup serangan di dalam wilayah NATO tetapi sejauh ini semua serangan dilakukan di luar Turki yaitu di Suriah. Ini bukan wilayah NATO, jadi pertahanan kolektif tidak bisa diaktifkan.Â
Alasan nomor dua, kelompok Kurdi adalah sekutu kunci barat sehingga AS tidak pernah menyetujui operasi Turki.Â
Tapi kali ini bisa berubah. Jika NATO serius mengakui Swedia dan Finlandia, mereka membutuhkan Erdogan sebagai mitra. Dan jika Rusia ingin presiden Suriah Bashar al-Assad di sisinya, Putin perlu mempertahankan wilayah Suriah.Â
Tidak ada pihak yang menginginkannya, tetapi operasi militer Erdogan mau tidak mau akan menyeret Rusia vs NATO ke teater konflik baru.Â
Sumber: France24
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H