Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Alasan Kegagalan BlackBerry, Akankah Apple Jadi The Next BlackBerry?

5 Januari 2022   17:23 Diperbarui: 9 Januari 2022   14:14 11622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trackpad pada BlackBerry Classic bisa dimanfaatkan untuk melakuakn aneka hal terkait fungsi navigasi, seperti menyeleksi teks (dengan menahan tombol shift). Tapi kebanyakan fungsi pada sistem operasi BlackBerry OS 10 lebih nyaman dijalankan memakai touchscreen karena memang dirancang untuk layar sentuh(Oik Yusuf/ Kompas.com)

Berita layanan BlackBerry OS yang diberhentikan mulai kemarin muncul di hampir semua portal berita. 

Bagi kami milenial, berita tersebut menghangatkan kembali memori 2000-an, saat BlackBerry menguasai pasar ponsel dunia. Saat kalau tidak punya ponsel BlackBerry dipandang kurang kekinian.

Waktu kuliah dulu (2004-2010) hampir semua teman pake BlackBerry. Para selebriti pake BlackBerry. Presiden Amerika dan negara-negara besar, para CEO bahkan Steve Jobs pake BlackBerry. Tetangga juga pake.

Tak sedikit teman-teman yang dapat pekerjaan pertama atau cinta pertama sampai putus cinta lewat BBM (BlackBerry Messenger). 

"pin kamu berapa?" menjadi pertanyaan yang paling sering didengar atau lontarkan untuk bertukar kontak. 

Sudah pasti tidak sedikit pembaca juga yang tak asing dengan atau bahkan masih punya BlackBerry.

BlackBerry itu iPhone-nya tahun 2000-an.

Bahkan iPhone yang sudah dirilis tahun 2007 masih menjadi ponsel alien saat itu.

Tapi, namanya nostalgia, kita harus tetap mengucapkan selamat tinggal padanya, sistem operasi Blackberry (BBOS) resmi berhenti bekerja kemarin (4/1/2022). 

Jadi jika ada dari pembaca yang punya perangkat Blackberry yang lebih lawas, saatnya upgrade ke Android atau iPhone atau lainnya. 

Kalau Blackberry Anda menggunakan Android OS, maka Anda baik-baik saja, perangkat Anda akan terus bekerja, khususnya internet.

Cukup emosional memang cerita tentang berakhirnya era penguasa, tapi kali ini saya ingin memahami studi kasus kejatuhan kerajaan Blackberry yang tampaknya tak terkalahkan di tahun 2000-an itu. 

Pada 2009-10 BlackBerry menguasai 20% pangsa pasar, dan menjual 50 juta ponsel setiap tahun.

Blackberry bukan sekedar perangkat saat itu, namun juga simbol status. Pekerja professional wajib memilikinya, kemudian datang iPhone. 

Pada awalnya tidak ada yang berubah BlackBerry terus mendominasi pasar smartphone, tetapi mereka membuat satu kesalahan utama yaitu gagal untuk berinovasi. 

Apple dan Android memperkenalkan layar sentuh, BlackBerry menolak sampai akhirnya terlambat sehingga pelanggan secara bertahap menjauh dari mereka.

Layar sentuh lebih trendi, lebih mudah digunakan, mereka tampak mencolok tidak ada yang menginginkan keyboard kikuk Qwerty. 

Mengapa blackberry menolak untuk beradaptasi? Mengapa mereka tetap bertahan dengan Qwerty? Tak ada yang tahu selain dewan perusahaan, yang jelas keputusan itu terbukti fatal.

Pada tahun 2011, total penjualan blackberry sekitar 20 miliar dolar AS, pada 2016 menjadi dua miliar, tahun lalu 893 juta, dilansir dari statista.com.

Perjalanan Apple adalah kebalikannya. Pada hari senin penjualan Apple melampaui tiga triliun dolar AS dan menjadi perusahaan pertama di dunia yang melakukannya.

Tiga triliun adalah angka yang bagus untuk memulai tahun baru. Saya tidak mengatakan bahwa Apple adalah perusahaan yang sempurna, tapi mereka menangkap denyut nadi pasar. Apple menangkap apa yang gagal dilakukan BlackBerry.

Kebanyakan ahli berbicara tentang tiga alasan kegagalan BlackBerry. Apa saja itu?

Tiga Kesalahan BlackBerry

Satu, mereka mengabaikan layar sentuh dan terjebak dengan keyboard Qwerty. 

Dua, obsesi dengan sistem operasi sendiri BBOS. Seperti iOS butuh iPhone (dan perangkat Apple lainnya), untuk menjalankan BBOS, pengguna diwajibkan memiliki ponsel BlackBerry.

Alasan nomor tiga, desain mereka yang tidak praktis. Ponsel flip dan ponsel slide kedengarannya menarik, tapi orang-orang akhirnya menginginkan kehandalan bukan desain megah.

Sekarang muncul pertanyaan, bagaimana jika saat itu BlackBerry mau meninggalkan Qwerty dan beralih ke layar sentuh? Siapa tahu mungkin mereka masih akan menjadi salah satu pemain dominan pasar ponsel.

Namun di dunia korporat "bagaimana jika" tidak masalah. Faktanya adalah Apple berinovasi dan menang, BlackBerry tidak berinovasi dan akhirnya kalah. 

Mungkin 10 tahun dari sekarang para pakar akan mengatakan hal yang sama tentang Apple.

Sekarang, Apple masih bersikeras mengandalkan keamanan data pengguna dibanding fleksibilitas untuk memproduksi semua perangkatnya. 

Apple bersikeras menggunakan sistem operasi sendiri, tidak menyediakan slot kartu memori, kebanyakan file yang hanya boleh diunduh dari iStore atau Apple Store, dan yang terakhir mungkin tidak terlalu penting tapi desainnya yang kelihatan nya "itu-itu saja".

Berapa lama sebelum pukulan besar dari pesaing baru muncul? Saya tahu kedengarannya tidak mungkin pada saat ini, tetapi hal-hal aneh telah terjadi dalam dunia bisnis. Masih ingat Skype? Mereka memelopori panggilan video di dekade terakhir.

Namun pada saat pandemi, justru Zoom yang keluar sebagai juara. Skype bermasalah dengan masalah panggilan yang sering terputus, mereka terus mengubah antarmuka, tetapi Zoom lebih dapat diandalkan karena fokus hanya pada satu hal, yaitu menawarkan panggilan yang jelas dan tidak terputus.

Keduannya menegaskan bahwa sejatinya tak ada pelanggan setia. 

Pelanggan tidak peduli apa yang perusahaan pikir. 

BlackBerry pikir Qwerty itu keren, pelanggan tidak peduli. Skype mengira antarmuka yang ramai itu keren, pelanggan tidak peduli. 

Pada akhirnya pelanggan yang memutuskan.

Kasus mereka memberi tahu kita seberapa kuat pelanggan yaitu dapat meroketkan atau menghancurkan sebuah merek.

Rujukan: 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun