Keduannya menegaskan bahwa sejatinya tak ada pelanggan setia.Â
Pelanggan tidak peduli apa yang perusahaan pikir.Â
BlackBerry pikir Qwerty itu keren, pelanggan tidak peduli. Skype mengira antarmuka yang ramai itu keren, pelanggan tidak peduli.Â
Pada akhirnya pelanggan yang memutuskan.
Kasus mereka memberi tahu kita seberapa kuat pelanggan yaitu dapat meroketkan atau menghancurkan sebuah merek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!