Data yang dikumpulkan oleh Dinas Ketenagakerjaan Jerman menunjukkan bahwa 38% atau setidaknya 20 juta pekerja belum kembali bekerja sejak pandemi 2020.
Di India tingkat pengurangan pekerja di sektor teknologi naik 23 %.
Di Vietnam banyak pekerja garmen belum kembali ke pabrik.
Di Karibia satu dari enam pekerja berusia 18 hingga 29 meninggalkan pekerjaan mereka.
Di cina ada kekurangan pekerja di sektor teknologi.
Di Indonesia? Pengamat ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak mengatakan kepada Kompas, fenomena tersebut tidak akan terjadi di Indonesia. Alasannya, di Indonesia para pekerja yang menganggur tidak ditopang adanya jaminan sosial dari negara.
Meski begitu, bukan berarti tidak ada orang Indonesia yang ingin resign dari pekerjaan selama pandemi.
Jadi, kenapa orang ingin berhenti dari pekerjaannya saat ini?
Sejak pandemi, beberapa pemerintah seperti AS memberikan tunjangan dasar yang cukup bagi pengangguran akibatnya beberapa orang lebih memilih untuk di rumah dan mencari pekerjaan harian; karena gaji yang tidak memadai; minimnya kepedulian perusahaan; dan karena covid jadi tidak ingin berinteraksi dengan banyak orang; serta ingin pindah domisili.Â
Tapi semua ini hanya setengah cerita, tidak semua orang melakukan resign karena tunjangan pengangguran dari pemerintah; atau karena harus merawat anak atau orang tua di rumah; atau karena keluarga mereka pindah rumah selama pandemi, namun lebih karena keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan.
Kita sering mendengar pertanyaan klasik yang cukup terkenal "Hidup untuk kerja atau kerja untuk hidup?" Selama bertahun-tahun hidup kita berputar di sekitar pekerjaan dan merencanakan pekan berdasarkan kalender kerja: bertemu orang-orang hanya selama akhir pekan, bersosialisasi hanya pada hari libur, tidak ke kondangan karena bertepatan dengan kegiatan di kantor, memprioritaskan rapat kerja daripada pertemuan orang tua-guru, berkompromi pada liburan dan mengambil lembur untuk menutupi 'cuti tanpa gaji'.