Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Renungan Akhir Tahun: Jangan Dulu Menyerah Meski Tiang Gawang Terus Bergeser

29 Desember 2021   21:14 Diperbarui: 31 Desember 2021   04:00 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelang malam tahun baru. Satu tahun berakhir lagi. Namun, minggu penutup tahun 2021 tidak berjalan sesuai rencana, Covid-19 masih jadi headline di mana-mana.

Kali ini karena kasus Omicron meledak di seluruh dunia. Meski dikritik para pakar kesehatan karena dipandang tidak masuk akal, karantina dan lockdown kembali diterapkan dalam 24 jam terakhir di seluruh dunia.

WHO melaporkan telah terjadi 1,4 juta kasus dalam satu hari untuk skala global. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak pandemi dimulai.

Di Cina para pejabat memberlakukan pembatasan ketat pada perjalanan di dalam kota. Pembatasan perjalanan di negara lain juga diberlakukan. Aturan sewenang-wenang yang diberlakukan memporak-porandakan beberapa negara. Salah satunya Afrika Selatan yang menagih kompensasi dari UK, katanya aturan london memukul bisnis di Afrika Selatan.

Di Amerika, rumah sakit mulai kekurangan tempat tidur dan perangkat tes PCR dan antigen. Singkat cerita itu tidak terlihat bagus dan terus terang bikin frustasi, karena dua tahun  ketidakpastian dan entah berapa banyak situasi darurat. Topik Pilihan pengambil kebijakan di dunia pun berubah-ubah seiring waktu. Dulu tentang mendapatkan vaksin, sekarang vaksin saja tidak cukup, kita perlu booster.

Bahkan itu mungkin belum cukup, karena dunia belum punya rencana yang efektif untuk mengakhiri pandemi.

Infeksi Omicron baru saja memecahkan rekor. Kemarin, WHO mencatat jumlah kasus positif tertinggi dalam sehari yaitu 1,44 juta secara global. Angka itu meningkat hampir 50 persen dibanding sebulan terakhir.

Masih dari hari kemarin, Beijing melaporkan penyebaran wabah terburuk sejak Wuhan kali ini adalah kota Xi'an. Minggu lalu 13 juta orang di kota itu di-lockdown.

Cina mengatakan bahwa dalam satu bulan, lebih dari 800 orang terkonfirmasi positif Omicron di Xi'an. Saya tahu, itu tidak terdengar seperti angka besar, 800 kasus  di kota berpenduduk 13 juta tidak terdengar terlalu buruk. Tapi ini Cina yang sedang kita bicarakan, yang bersikeras pada kebijakan 'Zero Covid'.

Keinginan itu belum bisa dicapai, tapi bukan itu masalahnya. Yang jadi masalah, jika partai penguasa memutuskan tidak akan ada kasus, seharusnya tidak ada. 

Jadi 800 sama saja dengan satu, sama-sama akan dilakukan lockdown, minimal di kota tertentu. Sudah banyak lockdown yang dilakukan di Cina, bukan hanya satu atau dua.

Masyarakat Xi'an sendiri saja telah menjalani empat kali lockdown massal, dan sekarang mereka akan menjalani  lockdown ke-lima.

Di seluruh dunia, orang-orang mulai terbiasa dengan kehidupan pasca-lockdown dan bekerja keras menggapai herd imunity melalui vaksinasi. Aturan lockdown juga dilonggarkan. Namun Cina tetap bersikeras dengan kebijakan ketat seperti pertama kali pandemi dimulai.

Inilah yang membuat beberapa orang menduga kalau wabah terbaru di Cina (dan daerah lain) kemungkinan lebih parah dari apa yang diakui pihak berwenang.

Cina panik. Munculah aturan yang menurut beberapa orang 'terlalu berlebihan'. Sekali lagi bikin lebih sulit bagi seluruh dunia untuk melawan Covid-19.

Salah satu kejadian terkini, maskapai penerbangan Delta yang dijadwalkan lepas landas dari Seattle AS ke Shanghai. Penerbangan itu harus kembali mengudara ke Seattle karena Cina tiba-tiba mengubah aturan pembersihan untuk pesawat. 

Spesifikasinya belum jelas, tetapi Delta mengatakan aturan baru tersebut akan menambah durasi pesawat di darat, yang berarti pesawat harus tinggal lebih lama di bandara, artinya biaya parkir pesawat dan protokol kesehatan yang lebih besar.

Bukan hanya satu penerbangan yang kena batu aturan baru itu, karena ada 11.500 penerbangan yang terkena imbasnya. 11.500 penerbangan telah dibatalkan sejak jumat 24 desember, alasannya adalah meningkatnya jumlah infeksi Corona dan karenanya beberapa kota di Cina di-lockdown.

Di hampir setiap bagian dunia, lockdown sedang diberlakukan kembali. Perancis, Jerman, dan Yunani membatasi pertemuan publik. 

Ibu kota India New Delhi dalam siaga kuning yang berarti sekolah akan ditutup, restoran, bar, dan angkutan umum akan beroperasi pada kapasitas 50% dan pembatasan lainnya akan berlaku. Di seluruh dunia ruang publik telah ditutup dan Malaysia juga melarang perayaan massal pada malam tahun baru.

Omicron pertama kali diidentifikasi di  Afrika Selatan, kini telah menyebar ke 119 negara dengan lebih dari 250.000 kasus sejauh ini. Amerika Serikat Eropa dan Inggris adalah yang paling parah terkena dampak. Sampai kemarin, sudah 33 orang meninggal karena infeksi Omicron.

Bagaimana dengan Indonesia? Jumlahnya terus bertambah setiap hari, sampai hari ini angkanya mencapai 68 orang, untungnya belum (semoga jangan) ada kematian.

Kita diberitahu sejauh ini, sebagian besar kasus Omicron ringan tetapi itu tidak berarti varian ini tidak berbahaya. AS sekarang menjadi salah satu daerah merah Omicron terbesar. 

Amerika Serikat kehabisan semua alat tes, tempat tidur dan ruang rawat inap di rumah sakit, pekerja kesehatan, juga staf panti jompo. 

Amerika kewalahan sekarang, dan kekurangan ini semakin memburuk dari hari ke hari. Kasus Omicron meledak di California dan dalam dua minggu kasus melonjak 73 persen, lebih dari 4.000 pasien berakhir di rumah sakit.

Data kematian akibat Omicron (antaranews.com)
Data kematian akibat Omicron (antaranews.com)

Infeksi Omicron mungkin relatif ringan atau kurang mematikan tapi karena lebih menular maka lebih banyak orang yang dites positif, akibatnya rumah sakit kewalahan. Pada hari Kamis lalu, rawat inap di AS  melewati angka 71.000, beberapa kota sudah kehabisan tempat tidur.

Para pakar mengatakan, pembatasan baru akan membatasi aktivitas global terutama kerja sama ekonomi.

Pertanyaannya adalah siapa yang akan mengkompensasi kerugian ini? Afrika Selatan salah satu yang menanyakannya. Afsel menyalahkan barat, khususnya Inggris. Juru bicara pemerintah mengatakan bahwa larangan perjalanan Inggris menyebabkan kerugian ekonomi yang parah terhadap Afrika Selatan, dan bahwa pemerintah Inggris harus membayar kerusakan ini dengan baik.

Kita pun sudah merasakan bagaimana lockdown menghantam ekonomi kita. Untuk berapa lama kita bisa terus seperti ini?

Setiap kali terjadi lonjakan kasus infeksi, pemerintah menerapkan kembali lockdown. Apakah tidak ada cara lain untuk melawan virus ini? Kini dunia tampaknya terjebak dalam lingkaran lockdown dan karantina yang tak ada habisnya serta kepanikan yang tidak perlu.

Dan itu semua terjadi pada saat yang paling tidak tepat. Kita pikir keadaan akhirnya menjadi lebih baik sekarang, dan 2022 akan normal. Tapi melihat keadaan sekarang, saya tidak begitu yakin. Malah terasa seperti 2020.

Bayang-bayang lockdown yang sama, bayangan tidak berkeja dan kesulitan mencari nafkah, bayangan putus asa ini, dan mudah menyerah pada pandemi. Ada istilah klinis untuk ini yaitu pandemic fatigue atau kelelahan pandemi.

Saya yakin kita semua pernah merasakannya di beberapa titik dalam 21 bulan terakhir, memakai masker, satu tahun lockdown, berjam-jam dihabiskan untuk mencuci tangan atau menyemprot disinfektan, semua ini bikin jenuh dan melelahkan.

Mungkin ada yang belum pernah melihat keluarga setidaknya sejak tahun lalu, mungkin ada yang belum berlibur atau menghadiri pesta, ini secara langsung dapat mempengaruhi kesehatan mental kita.

Selama pandemi, kasus depresi meningkat 27,6 persen dan kasus kecemasan naik 25,6 persen. Dua tahun terakhir telah menguras emosi dan fisik kita.

Ada yang mungkin merasa seperti "apa gunanya semua ini?" sepertinya tiang terus bergeser setiap kali kita sampai di depan gawang. Melakukan dua kali suntikan vaksin, tiba-tiba butuh booster, mencapai herd immunity tiba-tiba varian baru muncul. 

Pandemic fatigue bikin rasanya ingin menyerah. Tapi sekedar mengingatkan bahwa sekarang bukan saatnya untuk menyerah. Sekarang saatnya untuk lebih waspada menghadapi pukulan (semoga yang) terakhir demi dua tahun perjuangan yang melelahkan.

Bagaimana kita melakukannya? dengan membuka kembali buku pedoman lama, panduan tahun 2020 tentang cara bertahan dari pandemi. 

Saya selalu mengingatkan diri, jika 2021 mulai terasa tanpa harapan, saya pikirkan kembali tahun 2020 saat kita belum punya vaksin, obat-obatan hampir habis di setiap apotik, tidak tahu apa yang harus dilakukan saat terkena infeksi, namun di sinilah kita, para penyintas yang selamat. Kita berhasil bertahan melalui pengekangan dan disiplin.

Saya masih ingat besarnya rasa syukur saat vaksin pertama kali diluncurkan, bahkan sempat saya curhat-kan ke artikel Menanti Bumi Miring Menuju Harapan.

Terus terang keadaan sudah berubah, tahun ini vaksin 2021 bikin kita puas. Orang kembali ke bar, mulai bepergian lagi, beberapa bahkan melepas masker. Apa yang bikin kita begitu percaya diri? Vaksin. 

Vaksin seharusnya menjadi perisai kita, tapi kita memperlakukannya seperti jaket tembus pandang. Vaksin seharusnya jadi pemutus rantai antara infeksi dan kematian, bukannya tidak terinfeksi dan terinfeksi. Di sinilah pemerintah memainkan peran besar, tapi sejauh yang kita lihat, himbauan tidak se-melegakan vaksin.

Vaksin ditujukan untuk mengurangi rawat inap dan tidak benar-benar untuk mencegah orang dari infeksi, namun orang yang sudah divaksinasi merasa seolah mendapat predikat "imun Covid-19".

Ada yang menghadiri atau bahkan bikin pesta, ada yang bertamasya ke luar negeri dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Dunia barat menimbun begitu banyak vaksin sehingga virus bermutasi di tempat lain di benua Afrika.

Sekarang Omicron muncul. Pemerintah panik dan mulai menganjurkan booster, menerapkan kembali lockdown tapi sejujurnya sudah terlambat.

Kita mungkin sudah kelewatan berpuas diri dengan vaksin, dan kemungkinan bisa sangat merugikan ke depannya. Karena biasanya akan butuh pukulan berat agar kita bisa membiasakan diri untuk protokol kesehatan. 

Sekarang, karena vaksin, kita sudah kehilangan ritme 2020, di mana hampir semua orang berlomba-lomba mencari informasi tentang protokol kesehatan terkini, pun di Kompasiana lebih banyak artikel bertema "how to....covid-19" saat itu.

Sekarang, kita tidak mampu untuk tidak membuat kesalahan yang sama di tahun 2022 nanti. Kita mungkin sudah divaksinasi, ada yang sudah mendapatkan booster tapi itu bukanlah lisensi untuk berhenti peduli.

Sampai semua orang aman, tidak ada yang aman. Saya lupa, entah di mana membaca kalimat itu. Memang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, mentaati kembali WFH dan semua kelas jarak jauh, memakai masker berjam-jam terasa seperti mencari jalan keluar dalam lingkaran tanpa akhir.

Tapi ingatlah satu hal, hanya kita yang bisa mengakhiri lingkaran ini, bukan politisi bukan ilmuwan hanya kita. Jika publik menyerah, jika kita menyerah, maka semua harapan hilang, kita akan terjebak dalam  siklus rapid test, pcr, wisuda online, masker dan arrrghhh.... banyak lagi.

Jadi, pesan saya adalah jangan menyerah pada tahun ke-tiga. Kita semua tahu, pandemi itu sulit, kita semua sudah memetakan timeline-nya: 2020 tahun pandemi, 2021 tahun pemulihan, dan 2022 awal yang baru.

Mungkin ada yang mencari pekerjaan baru, atau belajar dan kursus baru, atau ingin berpindah kota, apa pun rencananya Omicron mungkin akan (atau bahkan sudah) merusaknya. Jadi opsi apa yang kita punya?

  • Menyerah dan memperpanjang masa pandemi ini atau;
  • Kita bisa terus berjuang agar perjuangan dua tahun sebelumnya tidak menjadi sia-sia

Saya akan memilih untuk terus berjuang. Kita mungkin sudah tak ingin berurusan dengan pandemi tetapi seperti yang kita lihat, pandemi tidak peduli dengan keinginan kita itu.

Jika ingin beberapa inspirasi, lihatlah foto di atas, ingatlah dokter dan perawat yang telah bekerja keras bahkan gugur selama masa panik 2020, vaksinasi 2021, melalui berbagai macam varian. Kita berutang kepada pejuang garis depan ini yang sudah menjaga pertahanan sampai di masa tawar-menawar sekarang ini.

Jadi tahun baru ini, jangan berpuas diri, jangan katakan pada diri sendiri "Saya sudah divaksin, ini hanya infeksi ringan" karena kita belum tahu pasti.

Juga jangan lupakan panduan 2020, saya tidak meminta agar kita mengurung diri di rumah. Saya menyarankan agar tetap waspada, pake masker, jika belum vaksin segera cari jadwal fasilitas vaksin terdekat. 

Kalau kita semua melakukannya, kita bisa mengalahkan pandemi di tahun 2022 yang sudah di depan pintu. Jika tidak, kita akan mendapati artikel baru yang sama seperti artikel ini pada bulan desember tahun depan (Big Noooo.....semoga tidak lagi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun