Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengenal Produk Keuangan, Menjaga Ekonomi Negara

31 Agustus 2020   23:11 Diperbarui: 31 Agustus 2020   23:10 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak baru aja kirim wesel, Pan." Suara bapak dari ujung telepon terdengar melegakan. Meskipun demikian, pemberitahuan itu tidak seketika memecahkan permasalahan mahasiswa yang kehabisan bekal. Butuh waktu sekitar 3 hari wesel pos untuk sampai. Itu pun tidak dapat dicairkan, sebelum ada surat keterangan dari direktorat kemahasiswaan.

Saat menuntut ilmu di Bogor, masalah klasik yang harus dihadapi di bulan-bulan pertama adalah kesulitan keuangan. Bapak belum bisa transfer uang melalui rekening bank. Kartu Mahasiswa, sekaligus berfungsi sebagai tabungan, baru jadi 5 bulan. Saat itu membuka tabungan tidaklah mudah. Selain harus sesuai domisili KTP, nominal awal biaya pembukaan tabungan dan dana yang mengendap di luar jangkauan mahasiswa yang kiriman bulanannya pas-pasan.

Terkenang masa itu, tidak terbayangkan jika sekarang saling berkirim uang bisa dilakukan dalam hitungan detik. 20 tahun silam bapak harus menempuh perjalanan 4 km untuk mengirim uang. Sekarang cukup duduk manis di kamar kecil pun kita bisa mengirim uang, dari Sabang ke Merauke.

Produk keuangan yang hari ini saya kenal juga tidak sebatas wesel pos atau tabungan. Bemacam-macam produk keuangan, dengan ragam manfaat, ditawarkan. Saking banyaknya produk keuangan dari berbagai lembaga keuangan, kebanyakan orang tidak melek literasi keuangan bukan karena tidak mau tahu. Melainkan karena bingung.

"Padahal mengenal dan manfaatkan produk keuangan, sama pentingnya dengan bagaimana mendapatkan uang." Demikian pendapat kawan saya.

"Dari sisi manfaat personal, untuk mudahnya aku pribadi membagi produk keuangan menjadi tiga. Pertama produk keuangan yang berfungsi membantu dan mengelola transaksi, kedua produk perlindungan, dan ketiga produk investasi. Produk keuangan yang demikian banyaknya itu, merupakan variasi atau kombinasi dari fungsi-fungsi tadi." Kawan saya menjelaskan.

Jika disurvey produk keuangan apakah yang paling populer? Di era teknologi Artificial Intelegent sekarang, uang elektronik mungkin berada di ranking pertama. Dari tahun ke tahun, transaksi uang elektronik terus mengalami peningkatan.

Data Bank Indonesia menunjukan, pada tahun 2019 terjadi 5,2 milyar transaksi uang elektronik dengan nilai mencapai lebih dari Rp. 145 triliun. Angka itu meningkat pesat dari tahun 2018 yang mencatatkan transaksi 2,9 milyar dengan nilai lebih dari Rp. 47 trilyun. Nilai itu melipat beberapa ratus kali dari 5 tahun sebelumnya, tahun 2013, yang hanya mencatatkan sekitar 138 juta transaksi uang elektronik dengan nilai transaksi sebesar Rp. 2,9 milyar.

Data-data tersebut menunjukkan terjadinya peralihan budaya keuangan. Terutama di daerah metropolitan. Tidak mengherankan jika penyelenggara jasa uang elektronik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tidak tanggung-tanggung, hari ini BI mencatat ada 51 penyedia jasa uang elektronik di Indonesia.

Popularitas uang elektronik meningkat sejalan dengan peneningkatan layanan keuangan yang terintegrasi dengan telepon seluler. Aplikasi uang elektronik di telepon seluler telah memudahkan mobilitas dan pembayaran kebutuhan sehari-hari masyarakat. Tagihan listrik, pulsa telepon, bayar ojek, sampai pinjam uang bisa dilakukan kini bisa dilakukan melalui telepon seluler.

Faktor lain yang meninkatkan popularitas uang elektronik adalah kecepatan. Uang elektronik beberapa kali lebih cepat jika dibandingkan uang tunai. Sebagai contoh, sebuah studi menunjukkan penggunaan uang elektronik di Gerbang Tol Otomatis membutuhkan waktu 2-3 detik, dibandingkan gerbang tol tunai menghabiskan waktu 3-4 detik. Sehingga GTO di Jabodetabek telah menjadi standar masuk jalan toll guna membantu mengurangi kemacetan akibat antrian kendaraan di pintu toll.

Namun jika ditelusuri, kemudahan membantu transaksi maupun kecepatan transaksi hanyalah bagian kecil dari fungsi uang elektronik. Terdongkraknya penggunaan uang elektronik disebabkan adanya kemudahan yang membantu kehidupan penggunanya. Karenanya penyelenggara uang elektronik yang mengedepankan kemudahan hidup penggunanya yang diprediksi akan semakin berkembang.

Di samping uang elektronik yang baru diperkenalkan tahun 2007, sebenarnya banyak produk keuangan yang berfungsi membantu kemudahan transaksi keuangan. Salah satunya wesel -yang sudah kehilangan pengguna-, Travel Cheque, Giro, hingga internet banking dan mobile banking merupakan produk keuangan alat bantu transaksi, yang lebih dahulu hadir di masyarakat.

"Produk keuangan yang kedua adalah produk perlindungan. Paling umum kita kenal ya macam-macam asuransi. Ada asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja, asuransi kerugian, dana pensiun, dan lain sebagainya."

Sesuai fungsinya, produk perlindungan ditujukan untuk melindungi sesuatu yang dianggap berharga oleh pembayar polis. " Kalau menginginkan perlindungan, artinya kita wajib membayar. Jangan berharap uangnya akan dikembalikan beserta profit. Itu produk yang lain lagi." Jelas kawan saya, serius.

"Misal aku bayar asuransi jiwa. Sebagai tulang punggung keluarga, jiwaku yang diasuransikan. Tetapi sebetulnya yang dilindungi adalah anak istriku. jika sewaktu-waktu aku meninggal. Atau contoh lain asuransi kesehatan. Kita membayar ketika sehat, tapi kita menerima manfaat saat sakit. Tentu kalau bisa jangan sampai sakit kan?" Ia menutup penjelasannya dengan pertanyaan retorika.

Aku mengangguk-ngangguk, mencoba menyerap ucapannya.

Perkembangan industri asuransi memang tidak sekencang uang elektronik, tetapi masih terbilang positif. Jika pada tahun 2014 aset industri asuransi bernilai Rp. 807,7 triliun, maka pada akhir tahun 2019 telah mencapai angka Rp. 1,326,7 triliun. Pendapatan asuransi komersial pun meningkat dari Rp. 169,86 triliun menjadi Rp. 261,65 triliun.

Namun demikian angka itu dinilai masih jauh dari target ideal. Penyebabnya sederhana, data OJK menunjukkan indeks literasi asuransi manusia Indonesia tahun 2017 baru berada di angka 15,8%. 

Sementara itu jumlah premi mencapai 4,7 juta dari total 267 juta penduduk Indonesia. Itu pun masih terpusat di kota-kota besar. Artinya, kesadaran berasuransi masyarakat Indonesia masih rendah, dan mereka yang sadar terpusat di kota besar. Tantangan industri asuransi adalah bagaimana produk perlindungan murni, yang membutuhkan biaya dan kedisiplinan, mendapat tempat di masyarakat.

"Nah, di produk keuangan investasi baru kita bicara profit. Kita harus ingat, investasi merupakan uang yang ditanam. Tidak selamanya tanaman bisa dipanen, ada kalanya gagal panen. Karena itu meskipun banyak klasifikasi, untuk kemudahan pribadi kubagi produk investasi keuangan hanya menjadi dua. Investasi berresiko rendah dan investasi berresiko tinggi."

Sembari menghirup kopi yang mulai mendingin, saya mendengarkan kawan saya berbagi pengetahuan.

Tabungan merupakan salah satu investasi berresiko rendah. Bahkan sebetulnya tabungan itu multi fungsi, bisa juga jadi alat pembayaran, karena bisa diambil kapan saja. Produk lain dengan resiko rendah adalah deposito, yang baru boleh diambil setelah mengendap di bank selama periode tertentu.

Ada juga reksa dana. "Aku menyebut reksa dana adalah patungan investasi" kata kawan saya sambil tertawa. Alasannya, reksa dana merupakan dana kolektif yang dikelola oleh manajer Investasi. Manajer investasi ini yang mengatur investasi di beberapa produk investasi. Keuntungan dan resikonya dibagi secara merata kepada para investornya. Resikonya relatif rendah, tetapi keuntungannya juga tidak terlalu besar.

Reksa dana ada yang syariah juga. Sehingga kaum muslim yang ingin terhindar dari transaksi keuangan ribawi, bisa memanfaatkan produk reksadana syariah.

Dari tahun ke tahun, reksa dana juga menunjukkan perkembangan. Pada akhir tahun 2019 misalnya, BI mencatat Nilai Aktiva Bersih mencapai lebih dari Rp. 542 Miliar, 10 persen diantaranya merupakan reksa dana syariah.

Sementara itu produk keuangan investasi resiko tinggi identik dengan pasar modal atau saham. Hingga hari ini sebagian masyarakat mengidentikan saham dengan dana milyaran rupiah. 

Ada kesan orang yang sudah mampu membeli saham pastilah tajir melintir, punya ratusan juta rupiah dana menganggur. Padahal, sejak 6 Januari 2104 peraturan Bursa Efek Indonesia menetapkan satu lot saham hanya berjumlah 100 lembar. 

Jadi misalkan saham sebuah perusahaan di bursa efek berharga Rp. 150 perlembar. Maka untuk membeli 10 lot saham, kita hanya perlu menyiapkan dana Rp. 150.000,-. Cukup terjangkau bukan? Pembelian saham yang "aman" dalam jangka panjang oleh masyarakat dapat digunakan sebagai komplemen tabungan, dengan imbal balik yang lebih besar.

Produk keuangan lain dalam lingkup investasi berresiko tinggi adalah obligasi. Secara sederhana obligasi adalah surat utang. Penerbitnya bisa pemerintah atau negara, bisa perusahaan swasta yang sudah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Pembelian obligasi pun tidak terlalu rumit dan membutuhkan dana besar. SBR007 yang dilepas pada Juli tahun 2019 lalu misalnya dapat dibeli dengan dana minimum Rp. 1 juta dan maksimum Rp. 3 Milyar. Penawarannya dilakukan selama 14 hari, dibuka 11 Juli 2019 dan ditutup 25 Juli 2019.

Obligasi memberikan jangka waktu yang panjang, minimal 5 tahun. Sebelum investor mendapat imbal balik dengan nilai keuntungan tertentu.

"Investasi keuangan lain bisa dilakukan di pinjaman peer to peer, fintech, bahkan beberapa aplikasi uang elektronik sekarang menawarkan investasi emas dan reksa dana. Tapi membahas itu bisa panjang." Tutup kawan saya.

Lalu, ke mana uang yang disimpan di bank, surat berharga, dan saham itu disalurkan shingga bisa memberikan imbal balik keuntungan?

Kawan saya menceritakan bahwa dari produk-produk keuangan itulah ekonomi negara bergulir. Uang elektronik yang setiap hari berputar menggerakan ekonomi negara, masyarakat dan perusahaan. 

Bayangkan! jika perusahaan pengelola uang elektronik, pada tahun 2019 mencatatkan transaksi senilai Rp. 145 triliun, ada berapa kepala yang terlibat dalam perputaran ekonomi tersebut? Perputaran uang elektronik saja telah menjaga ketahanan ekonomi masyarakat dan negara.

Sementara itu uang yang disimpan di bank digunakan oleh bank untuk investasi. Bentuknya bisa berupa pemberian pinjaman, membiayai suatu proyek, atau investasi di perusahaan. 

Demikian halnya negara, memanfaatkan produk keuangan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Karenanya saat pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi berrencana untuk melanjutkan pembangunan, kita memiliki harapan agar pembiayaan pembangunan tadi diperoleh dari pembiayaan dalam negeri. 

Karena pinjaman dalam negeri Indonesia saat ini hanya berkontribusi 0,74% dari hutang Indonesia. Bandingkan dengan Jepang, yang meraup lebih dari 50% pendanaan dalam negeri untuk menggerakkan ekonomi dan pembangunan.

Depok, 31 Agustus 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun