Mohon tunggu...
Dealicious
Dealicious Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Maulidia, tapi lebih familiar ketika saya dipanggil Dea. Hobi saya membaca, menulis dan melakukan hal-hal baru. Saya tidak tahu harus mulai dari mana, tapi semoga Kompasiana membantu talent yg saya miliki.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anggur

1 Juni 2024   12:00 Diperbarui: 1 Juli 2024   17:43 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Ayolah Mirey jangan bercanda dengan alasan tidak masuk akal, segeralah kesana. Orang yang membooking mu sudah menunggu”

“Persetan Fred-”

Tut-

Telfon mati, aku tidak percaya bagaimana bisa aku ditempatkan di kelab yang bahkan hanya terdapat bartender seorang saja?.

Aku menuju keatas untuk pergi ke kamar yang diberitahu Fred. Setelah sampai didepan pintu kamar itu, rasanya sesuatu semakin mencekam karena diatas pun justru lebih sepi dan musiknya tidak sekeras di bawah. Aku membuka pintu. Alangkah tertegunnya ketika aku mendapati seorang Alpha disana, aku mematung, air mataku pecah seketika. Aku benar memandang orang yang telah aku cari dan aku pikirkan selama ini, bagaimana air mataku tidak pecah, anak ini begitu berubah. Tubuhnya semakin tinggi dari ku, wajahnya semakin manis dan rambutnya yang agak gondrong. Tapi kenapa? Tapi kenapa dia meninggalkan tanpa memberiku selembar surat pun. Perasaan ku campur aduk, antara emosi dan terharu yang jadi satu dengan tak karuan.

Gibran memelukku, aku benar tidak bisa menolak pelukan itu, aku tersungkur tanpa sepatah kata pun. Tenggorokan ku seakan ada bola besar yang membuatku tak bisa bicara. Gibran semakin mengeratkan pelukannya. Rasanya dunia kembali berpihak padaku, rasanya seluruh energi yang telah hilang kembali lagi meski tak seutuhnya.

“Apa kabar ibuku yang cantik” bisik Gibran ke telinga ku sembari mengelus punggungku

“Gibran telah melakukan kesalahan besar, Gibran telah membuat bidadari Gibran khawatir selama dua tahun yang menyiksa. Sekarang, marahlah padaku, pukul aku kalau itu membuat ibu lebih lega, lima botol miras dibelakang ibu akan kuterima jika ibu melemparkannya ke kepalaku” Gibran melepaskan pelukannya dan menatap mataku, dia mengusap air mata ku dengan sapu tangan yang dia keluarkan dari kantongnya. Aku justru semakin terisak-isak, aku kembali memeluk Gibran, benar, rasa rindu pada Gibran jauh lebih kuat daripada emosiku yang membara.

Gibran mengusap-usap rambutku.

“Sudah, ayo duduk dulu. Gibran akan menjelaskan semua apa yang telah terjadi”

Setelah beberapa jam terlewati. Aku sudah lumayan lega, meskipun dengan keadaan mata sembab dan bengkak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun