Mohon tunggu...
Deah Ajeng Pramudita
Deah Ajeng Pramudita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum

Merupakan mahasiswa Fakultas Hukum di salah satu perguruan tinggi negeri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keadilan dan Kesetaraan Gender dalam Prespektif Hak Asasi Manusia

13 Juni 2022   19:00 Diperbarui: 13 Juni 2022   19:13 1665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini isu kesetaraan dan keadilan gender menjadi isu yang terus disuarakan, banyak sekali upaya-upaya dan juga gerakan yang gencar diupayakan, misalnya saja gerakan feminisme. Namun ternyata tidak sedikit masyarakat yang masih belum paham mengenai apa yang sebenarnya menjadi tujuan utama dari gerakan-gerakan tersebut, bahkan ada sebagian dari mereka yang menganggap bahwa gerakan ini justru menjadi ancaman bagi mereka yang sudah lama diuntungkan dari status quo yang ada dalam tatanan sosial saat ini. 

Tidak jarang juga yang bertanya mengapa harus ada isu kesetaraan dan juga keadilan gende, mengapa tidak cukup saja dengan adanya Hak Asasi Manusia (HAM)? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu masih kerap kali terlontar dari masyarakat. Lalu bagaimana sebenarnya Hak Asasi Manusia memandang isu kesetaraan dan keadilan gender ini?

Konsep Gender dan Perbedaannya dengan Seks

Banyak yang menyalahartikan jika gender sama dengan seks, padahal kedua hal tersebut merupakan dua konsep yang berbeda. Seks berkaitan dengan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang merupakan anugerah dari Tuhan YME, dimana hal tersebut bersifat kodrati dan tidak dapat diubah atau dipertukarkan.

Sedangkan gender sendiri merupakan peran ataupun atribut yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan juga apa yang diangggap oleh masyarakat pantas untuk laki-laki dan perempuan (Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). Jadi pada dasarnya gender bukanlah merupakan suatu hal yang bersifat kodrati, namun dapat diubah dan juga dipertukarkan sesuai dengan tempat dan juga waktu.

Pelanggaran HAM berbasis Gender

Pada dasarnya kesetaraan dan juga keadilan gender merupakan bagian dari HAM itu sendiri. Sehingga ketidakadilan gender akan dapat mengakibatkan pelanggaran HAM berbasis gender tersebut. 

Salah satu contoh dari pelanggaran HAM berbasis gender ini adalah kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan pada perempuan merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap kebebasan dan juga hak asasi yang menimbulkan akibat ketidakterpenuhinya hak-hak dan juga kebebasan dari perempuan tersebut (Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, 1993).

Ketidakadilan gender yang mengakibatkan perempuan kerap kali mendapatkan diskriminasi karena adanya stereotipe-stereotipe tertentu, misalnya saja perempuan itu kodratnya di rumah untuk mengurus rumah tangga atau narasi-narasi lain yang cenderung menjustifikasi perempuan yang bekerja adalah perempuan yang gila harta dan tidak peduli dengan keluarga, yang mana pada kenyatannya hal tersebut justru membuat para wanita tidak bisa mandiri secara finansial sehingga mereka cenderung akan lebih takut untuk bersuara jika mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan alasan takut tidak bisa memenuhi kebutuhan finansial jika harus berpisah dengan suami mereka.

Konsep Keadilan dan Kesetaraan Gender dalam Hak Asasi Manusia

HAM yang memiliki prespektif gender merupakan HAM yang peka terhadapa bentuk diskriminasi atau pelanggaran yang diakibatkan oleh gender. Kesetaraan dan juga keadilan gender memiliki beberapa prinsip. 

Dalam Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) yang merupakan suatu konvensi yang membahas hak asasi perempuan khususnya pada penghapusan segala bentuk diskriminiasi terhadap perempuan setidaknya terdapat tiga prinsip utama yaitu prinsip kesadilan substantive, prinsip non diskriminasi, dan juga prinsip kewajiban negara. 

Prinsip keadilan substantive merupakan prinsip yang lebih mengutamakan pada hasilnya yaitu dimana antara semua pihak mendapatkan keadilan atau kesetaraan, dalam prinsip ini pihak-pihak yang ada tidak harus diperlakukan sama, namun justru terdapat perlakuan khusus terhadap pihak-pihak yang termarginalisasi agar pada akhirnya mereka dapat mendapatkan kesetaraan dan juga keadilan. 

Dalam prinsip ini dikenal adanya perlakuan khusus atau affirmative action terhadap pihak yang lebih rentan, dalam hal ini yaiti perempuan. Contoh dari prinsip ini adalah adanya batas minimal keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia.  

Prinsip yang kedua yaitu non diskriminasi memberikan kesempatan kepada semua pihak baik laki-laki maupun perempuan untuk mencapai persamaan kesempatan dan juga perlakuan, namun yang perlu diketahui bahwah affirmative action dalam hal ini tidak disebut sebagai tindakan diskriminasi karena memang tujuannyaadalah untuk melindungi dan juga memberikan kesempatan yang sama kepada pihak yang lebih rentan. 

Prinsip yang ketiga dan terakhir yaitu kewajiban negara, dalam hal ini negara wajib memberikan jaminan perlindungan terhadap perempuan melalui hukum dan juga kebijakan serta menjamin pelaksanaan dan hasilnya.

Kesetaraan dan keadilan gender merupakan bagian dari HAM yang tidak dapat dipisahkan. Dimana setiap orang berhak untuk memperoleh haknya dan juga disisi lain juga berkewajiban untuk menghargai dan menghormati orang lain. Pelanggaran-pelanggaran berbasis gender merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia itu sendiri. Dan dalam hal ini negara juga memiliki kewajiban untuk melindungi dan menjamin terlaksananya keadilan dan juga kesetaraan gender sebagai bentuk penghormatan terhadap HAM. 

Di Indonesia sendiri bentuk-bentuk upaya dari pemerintah tersebut dapat terlihat dalam beberapa aturan misalnya dalam UUD NRI khususnya pada Bab XA mengenai Hak Asasi Manusia, ratikfikasi CEDAW dalam UU Nomor 7 Tahun 1984, adanya UU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, dan masih banyak yang lainnya. Namun yang perlu menjadi catatan adalah pemerintah juga perlu mengawasi pemberlakuan instrumen-instrumen hukum tersebut supaya  dapat berjalan sebagai mana mestinya.


Referensi :

Farida, E. (2011). Implementasi Prinsip Pokok Convention On The Elimination Of All Forms Discrimination Againts Women (CEDAW) di Indonesia. Masalah-Masalah Hukum, 40(4), 443-453.

Kartini, A., & Maulana, A. (2019). Redefinisi Gender dan Seks. An-Nisa': Jurnal Kajian Perempuan dan Keislaman, 12(2), 217-239.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2017. Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan. kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1439/mencapai-kesetaraan-gender-dan-memberdayakan-kaum-perempuan [online]. (diakses tanggal 9 Juni 2022).

Mardatillah, Aida. 2021. Kekerasan terhadap Perempuan Bentuk Pelanggaran HAM. www.hukumonline.com/berita/a/kekerasan-terhadap-perempuan-bentuk-pelanggaran-ham-lt60fa48745a0b0 [online]. (diakses 10 tanggal Juni 2022).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun