Ini kali pertama Grace naik dan merebahkan diri di dalam ambulans, menggigil. Demamnya tinggi dan wajahnya sedikit memar. Sepertinya ia harus mengganti baju dua kali dalam satu jam.
Sirine ambulans meraung panjang, membelah Kota Zero yang sepi menjelang dini hari, lengkap dengan pengawalan ketat. Kantor Berita Kota Zero telah bergegas mengabadikan momen langka dalam masa-masa mencekam.
Malam telah memasuki jam-jam yang larut. Grace tersenyum lebar dan menahan tawa sampai berkeringat di seluruh tubuhnya. Tim medis memberitahunya bahwa virus tawa ini akan lebih cepat menyebar ke dalam tubuh jika pasien terinfeksi tidak bisa menahannya.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi? Paru-paruku rasanya ingin pecah. Kenapa ini begitu lucu dan sulit untuk ditahan?" gumam Grace. Seorang petugas medis membekap mulutnya dengan sebuah karet.
"Maaf Ny. Grace, kamar rawat khusus pasien terinfeksi kami penuh. Silakan cari rumah sakit lain," kata seorang suster sambil memperbaiki infus Grace yang sedang mengeluarkan darah.
Dalam keadaan terhenyak, Grace berusaha menghubungi ayahnya yang terpisah darinya saat kerusuhan tadi. Sementara itu, petugas medis mencari ruangan untuk Grace agar dapat menerima perawatan intensif.
Dalam keadaan sesak dan berkeringat, akhirnya Grace tiba di sebuah kamar yang kosong. Oksigen di hidungnya membuat penglihatannya semakin buram dan akhirnya ia pingsan.
"Apakah perempuan itu baik-baik saja?" tanya David.
"Hey, tenang saja, itu hanya virus tawa jenis pertama. Tidak akan membuatnya mati," jawab Thomas.
Setelah kerusuhan, petugas melakukan pendataan ulang. Beberapa pendatang meninggalkan ruangan isolasi dan memutuskan untuk kembali. Beberapa pendatang yang memiliki tiket eksklusif dipindahkan ke tempat isolasi Blok A, termasuk David dan Thomas.
***