"Papa..."
"Ya, Nak?"
"Hmm... Gak papa."
"Loh, cerita aja."
"Pingin cokelat."Â Kulihat Papa terdiam, jadi merasa bersalah sekali, kukutuk diriku yang tak pernah bisa menahan keinginan. Kuingat jelas setahun lalu, bulan Februari juga Papa menyediakan satu kerdus besar cokelat Delphi di rumah yang mana malah saking banyaknya sampai eneg tak ada yang mau.
"Ah, Papa.. Lingga cuma bercanda kok, gimana hasil kebun Pa? Singkongnya uda besar-besar lum? malah jadi pingin singkong nih. hehehe.."
"Dasar kamu, pinginnya apa aja sih sampai gembul."
"Yeee.. enak aja, udah ga gembul lagi yaa.. kurusan dikit ni Pa. udah cocok jadi model majalah. hahaha.."
"Iya, majalah perawatan binatang khan? hahaha..."
Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang Lingga. Padahal Papaku bukan kalangan artis tapi kenapa banyak yang mengejarnya dan selalu datang tiba-tiba, yang datangpun gak tanggung-tanggung, mereka berbadan besar dan beraut muka garang seperti saat aku mengintip di balik jendela. Menyeramkan.
Papa mengajakku meninggalkan kota yang ku kenal itu ke desa sepi penduduk. Desa ini sejuk sekali, sebelah rumah kecil yang kami tinggali ini ada sungai yang namanya Lingga (dibaca: Linggo), cantik ya namanya seperti namaku. Kata Papa, ini tanah eyang dan eyang juga yang beri nama Lingga padaku, seperti sungai yang tak ada ujungnya, eyang mau aku selalu berbelas kasih tak ada habisnya pada sesama seperti sungai Lingga.
Aku berbisik pada doa malamku: "Tuhan sampaikan salam buat Eyangku yang di surga ya, bilang Lingga mau berbelas kasih, Lingga rela tinggal di rumah kecil belum berkeramik lantainya asal Papa ada di dekat Lingga. Eyang, Lingga pingin cokelat di bulan Februari seperti tahun lalu sewaktu Lingga masih di rumah bertingkat itu, ga perlu lah tepat 14 Februari, sebelum Valentine juga gak' papa, nanti malam kirimkan cokelat sebelum Valentine pesanan Lingga yah. ditunggu. Amin, terimakasih Tuhan, terimakasih Eyang. Lingga bobo dulu, besok mau nyuci baju banyak."
"Linggaaaaa... sini. sini Nak"
"Iyaaaa Papa.. Lingga masih asyik main di kaliii (#sungai) niih.."
"Sini cepetannn.."
"Iih Papa kenapa siih, tumben-tumbennya nyuruh cepet-cepet balik ke rumah, lagi seru padahal, cucian kan udah Lingga cuci semua dan belum kering tuh masih di jemuran."
"sstt...diem dulu, itu kado Cokelat sebelum Valentine yang kamu minta sama Eyang di surga."
"Maap ya Lingga, Papa belum sempet ke kota, tadi Papa ketemu Pakdhe Sri di kebun, Papa mampir ke rumahnya liat Budhe Sri lagi buat gula aren, jadi keinget doa Lingga tadi malam yang bisik-bisik itu. Cokelatnya diganti Gula Aren gak' papa kan Nak?"
Aku mengangguk setuju, diam, pipi telah basah bukan karena air sungai Lingga tapi karena mata Lingga keluar air, Cokelat Sebelum Valentine ini rasanya lebih Nano-nano.
Happy Valentine Day all :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H