Mohon tunggu...
Diah Ayu Lestari
Diah Ayu Lestari Mohon Tunggu... Jurnalis - Traveller

Mahasiswa Akademi Televisi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cirebon-Kuningan sebagai Jembatan Fotografi

24 Mei 2018   12:23 Diperbarui: 24 Mei 2018   22:02 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dokpri
dokpri
Berbagai macam hasrat mengambil gambar dari segi human interest. Banyak pengemis yang menjajarkan dirinya tidak mampu dan meminta bantuan uang. Sangat disayangkan, pemaksaan yang berlanjut bagi pengemis lainnya kepada sang pemberi. Cuaca yang sangat panas sehingga meneteskan cairan pada muka dan membanjiri tubuh ini. Stamina yang semakin berkurang bukanlah alasan untuk berhenti mengamati masyarakat dan beradaptasi dengan Kota Cirebon ini. Bahkan kelelahan adalah alasan untuk lebih bersemangat.

Berjalan menuju Desa Sitiwinangun adalah nama desa di salah satu kota Cirebon yang memiliki penghasilan dimana setiap rumah membuat kerajinan tangan gerabah. Pembuatan gerabah yang bervariasi mulai dari tahap mudah sampai tahap yang susah. Bagi orang yang memiliki keinginan menjadi pengrajin gerabah hebat konon ada syaratnya, yaitu harus mengelilingi kuburan yang dipercayai masyarakat sekitar sebanyak tiga putaran tanpa bernafas dan membawa gerabah. Bagi mereka yang berhasil maka akan menjadi pengrajin gerabah yang hebat. Namun, bagi mereka yang gagal maka mereka akan menjadi pengrajin gerabah yang kecil. Mitos ini sudah tertanam sejak dahulu sampai sekarang dan itu terbukti. Seiring berjalannya waktu setiap rumah di Desa Sitiwinangun pun tidak kembali menjadi pengrajin gerabah karena karet mulai masuk ke dalam desa tersebut. Tetapi semua itu bukanlah alasan untuk menghilangkan cap gerabah pada desa ini. Setiap tahun desa ini mendapatkan banyak permintaan untuk membuat profil baik dari stasiun televisi maupun dari mahasiswa. Desa Sitiwinangun sudah dinyatakan sebagai desa yang memproduksi gerabah tercepat.

Menopang lelah tubuh ini akhirnya dapat beristirahat dan sejenak membersihkan diri di Hotel Ibis. Letaknya yang strategis berdekatan dengan stasiun Cirebon dan alun-alun Kejaksaan yang dapat ditempuh dengan jalan kaki. Setiap sore hari kamar selalu dibersihkan, handuk yang akan secara otomatis diganti, dan air mineral yang selalu bertambah. Sekitar Hotel ini pun dapat dijadikan destinasi hanya untuk sekedar ingin mengetahui suasana malam hari yang sejuk di Kota Cirebon dan menghirup udara malam.

Bunyi telepon pagi hari disetiap kamar menandakan bahwa harus bangun dari istirahat. Embun menyambut semu dari berbalik jendela yang sangat hangat. Kembali memberikan oksigen baru pada pagi hari. Sarapan tersedia memberikan aroma perut kosong ingin menyantapnya dan untuk mengisi tenaga selama perjalanan hunting.

Bergegas menuju daerah dimana selain sebagai tempat produksi juga terdapat prosesnya. Di Batik Trusmi banyak beberapa rumah yang menghasilkan kreatifitas di atas kain dalam bentuk batik. Prosesnya pun mulai dari menggambar motif diatas kain untuk batik tulis, proses cap untuk batik cap, mencanting, pewarnaan dasar menggunakan obat naptol dan indigo, menutup motif dengan malam, proses pelorodan, mencuci dan dijemur sampai kering. Namun, sayang sekali disini tidak mendapatkan proses mencolet. Proses tersebut memiliki ahlinya di masing-masing bidang. Rasanya kalau tidak mencoba kurang menyenangkan, akhirnya mencoba pada tahap proses pengecapan. Hal ini mengingatkan pada saat Sekolah Menengah Atas yang setiap tahunnya membuat batik sendiri. Dalam membatik mengajarkan untuk menghargai sebuah proses agar dapat menjadi sebuah karya yang bernilai.

Berpindah menuju stasiun Cirebon dan Balai Kota lalu menyebar mencari sebuah momen yang akan ditangkap. Disini mudah sekali dalam mengamati masyarakat dari Cirebon. Dalam konteks ini harus lebih peka terhadap lingkungan dan harus belajar bersosialisasi dengan masyarakat Cirebon. Dengan sungguh-sungguh berjalan akhirnya lelah melanda tubuh ini. Terlihat dari kejauhan tiang berwarna merah putih yang bertuliskan alfamart, tanpa berfikir lama pun akhirnya memutuskan untuk membeli sesuatu yang segar dan hanya sekedar memberi kesejukan pada tubuh ini. 

Menggunakan kaos berwarna biru dongker dengan logo Atvi dikombinasikan dengan kaos panjang didalamnya bermotif belang-belang horizontal, celana levis panjang yang melekat, jilbab berwarna biru dongker pula, sepatu bertali, membawa tas berwarna merah hati, menggunakan topi berwarna hitam, membawa kamera dikalungi dan kartu identitas serta tidak lupa menggunakan masker untuk menjaga dari bau menyengat. Semua melekat pada tubuh ini. Dengan pikiran positif, bernyanyi, bergurau menghilangkan rasa lelah berjalan kaki menuju TPI Bondet. Perlu waktu setengah jam untuk sampai tujuan.

dokpri
dokpri
Terlihat dari sudut-sudut perahu para nelayan. Berwarna-warni motif dari perahu nelayan membuat mata ini tidak bosan. Mulai dari proses penangkapan ikan, penyaringan ikan, pembawaan ikan sampai pelelangan ikan terdapat di TPI Bondet ini. Banyak sekali yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Membuka pikiran untuk lebih menghargai sebuah kerja keras. Disini kalau tidak mencoba untuk naik perahu maka tak akan ada kesan untuk meninggalkan memori dalam pikiran. Akhirnya, lengkap sudah ketika menuju bus diantar menggunakan perahu nelayan bersama-sama.

Setelah menyantap makan malam dan akhirnya tubuh ini beristirahat sejenak. Pagi pun menyambut dengan penuh kesejukan. Kali ini paginya terlalu gelap karena menuntut akan berburu matahari terbit. Dengan kondisi baru bangun tidur, belum berganti pakaian dan badan belum di bersihkan menuju sebuah tempat yang sangat indah untuk melihat matahari terbit.

dokpri
dokpri
Pantai Kejawanan adalah objek yang memberikan kepuasan kepada mata untuk melihat keindahan sebuah perubahan warna yang berlangsung sementara. Angin yang memberikan udara dingin bagi tubuh ini, ombak yang membawa air ke permukaan bahkan mengibaskan ke bebatuan memberikan suasana tenang. Berdiri di atas batu-batuan besar yang licin dan penuh dengan perjuangan untuk melihat, merasakan serta tak lupa mengambil momen. Pengambilan teknik fotografi siluet yang banyak dipakai untuk objek kali ini. Beberapa lama setelah memanjakan mata dengan munculnya matahari terbitpun terdengar suara yang sangat lantang "Atvi balik ke bus, temannya sudah disana ayo jangan pada egois" dengan bergegas salah satu orang dari Kedai Travel menyuarakannya. Akhirnya pun kembali ke hotel untuk membersihkan badan ini dan mengisi perut yang kosong ini.

Melangkah ke Situs Purbakala Cipari yang terletak di Kabupaten Kuningan merupakan situs peninggalan megalitikum. Tempatnya yang tidak terlalu luas sehingga sedikit yang di eksplorasi. Batu-batuanya pun sedikit tidak terlalu banyak dan ada beberapa batuan yang bukan asli tetapi tiruan. Setiap berjalan, kanan kiri yang dilihat yaitu batu-batuan megalitikum. Ada batu menhir, kubur batu dan lain-lain. Suasana di sini tidak panas karena letaknya yang ada di kaki gunung. Tersedia jajanan kecil di depan situs ini sehingga perut tidak akan pernah merasa kosong kalau kesini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun