Pengalaman adalah ilmu bagi siapapun. Sebab ilmu dalam sebuah pengalaman adalah rekaman yang tersimpan sebagai memori. Sebuah memori akan menjadi cerita ketika tua. Tidak akan ada pengalaman yang sia-sia. Seperti pengalaman dari Cirebon.
Perjalanan menuju Cirebon bukanlah perjalanan yang mudah. Butuh tenaga untuk menghasilkan keringat, artinya butuh berbulan-bulan untuk mempersiapkan segalanya. Mulai dari segi keuangan, kelengkapan peralatan, dan kesiapan fisik. Merogoh kocek satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah untuk membayar hunting fotografi ke Cirebon. Cirebon bukan tujuan untuk bermain tetapi untuk hunting fotografi. Dalam hunting fotografi bukanlah hanya mengambil foto biasa, tetapi setiap gambar yang diambil harus mempunyai makna yang memberi kesan bagi yang melihat.
Keberangkatan yang sangat menegangkan ketika salah satu mahasiswa membuat panik seluruh orang. Jantung yang berdebar menunggu kedatangannya agar dapat mengikuti hunting fotografi bersama mahasiswa lain. Berkumpul yang seharusnya dimulai dari pukul lima pagi justru banyak mahasiswa yang datang begitu santai karena tahu keberangkatan kereta pukul tujuh pagi. Akhirnya udara kembali tenang dengan jawaban semua mahasiswa datang dan mengikuti hunting fotografi ke Cirebon.
Suara kereta yang begitu khas dan bunyi klakson yang melantang mengantarkan ke tujuan stasiun Cirebon. Membawa nama Akademi Televisi Indonesia dengan begitu bangga didampingi dengan logo indosiar untuk setiap perilaku, tata bahasa, yang mencerminkan pribadi merupakan hal utama yang perlu diperhatikan agar hunting fotografi berjalan dengan lancar tanpa membawa nama buruk. Kebersamaan terjalin ketika satu dengan yang lain mengalami perubahan raut bibir yang menjadi lebar. Suara yang sedang berbahagia menjadi terjemahan perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata maupun tulisan.
Susunan warna yang sepadan tanpa direncanakan dikali pertama kaki ini menginjak tanah Cirebon membawa makna berani, artinya hunting fotografi ini harus berani menerima resiko untuk beradaptasi dengan lingkungan masyarakat Cirebon dan bergelut dengan udara baru. Suasana Cirebon saat itu tidak dingin, tetapi tidak terlalu panas. Keadaan dan kondisi jalannya pun ramai lancar. Tiang yang bertuliskan makanan khas dari Cirebon selalu ada disetiap sudut jalan. Baik itu Empal Gentong ataupun Nasi Jamblang. Hal itu, mengingatkan bahwa sedang memasuki kawasan Cirebon.
Tujuan pertama adalah Taman Budaya Hati Tersuci dilengkapi dengan nasi jamblang. Nasi jamblang terkenal dengan makanan khas dari Cirebon yang menggunakan daun jati. Taman Budaya Hati Tersuci ini terkesan memiliki unsur agama Kristen. Banyak sekali relief yang menceritakan perjalanan Tuhan dari agama Kristen. Dengan menjaga setiap perkataan dan sikap tetaplah mengambil foto dimana dibalik foto ini memiliki cerita yang tidak akan pernah terlupakan.
Wawancara yang berlangsung dengan Bapak Yohanes Liem memberikan banyak sekali ilmu tentang tempat ini. "Setiap hari selalu ada pengunjung ke taman budaya hati tersuci ini. Kalau setiap hari dibersihkan dan semua bekerja. Awalnya gereja, taman, dan taman doa di bangun secara bertahap. Bagian parkiran yang sangat luas pun akan dibangun sebuah bangunan lagi dan sedang dalam tahap perencanaan." Ungkapannya yang sudah manjadi pemandu bagi pengunjung Taman Budaya Hati Tersuci bertahun-tahun. Taman ini bersifat terbuka bagi para pengunjung siapapun yang ingin mengunjungi.
Dengan langkah yang begitu sigap mencari momen yang akan ditangkap sebagai salah satu tugas fotografi jurnalistik ini semakin semangat pula mencari informasi-informasi yang didapatkannya melalui wawancara. Setiap hari minggu gereja ini selalu mengadakan acara-acara dan terdapat beberapa ibu-ibu yang melakukan persiapan memotong bunga-bunga untuk menyambut acara.
Beralih ke sebuah keraton yang megah di Cirebon yaitu Keraton Kasepuhan. Keraton ini memiliki banyak sekali benda-benda pusaka. Di kelilingi pagar merah bata dan terdapat makam tua didalamnya. Banyak sumur-sumur tua dan museum. Benda-benda yang terdapat di keraton ini sangat dijaga kebersihannya. Keraton ini sangat dekat dengan Masjid Sang Cipta Rasa. Uniknya di masjid ini yaitu terdapat tujuh orang muazim yang menyuarakan adzan secara bersamaan saat shalat jumat sehingga dinamakan adzan pitu. Dikumandangkannya adzan yang sangat merdu membuat orang ingin mendengarkannya dan menjadi penasaran.
Berjalan menuju Desa Sitiwinangun adalah nama desa di salah satu kota Cirebon yang memiliki penghasilan dimana setiap rumah membuat kerajinan tangan gerabah. Pembuatan gerabah yang bervariasi mulai dari tahap mudah sampai tahap yang susah. Bagi orang yang memiliki keinginan menjadi pengrajin gerabah hebat konon ada syaratnya, yaitu harus mengelilingi kuburan yang dipercayai masyarakat sekitar sebanyak tiga putaran tanpa bernafas dan membawa gerabah. Bagi mereka yang berhasil maka akan menjadi pengrajin gerabah yang hebat. Namun, bagi mereka yang gagal maka mereka akan menjadi pengrajin gerabah yang kecil. Mitos ini sudah tertanam sejak dahulu sampai sekarang dan itu terbukti. Seiring berjalannya waktu setiap rumah di Desa Sitiwinangun pun tidak kembali menjadi pengrajin gerabah karena karet mulai masuk ke dalam desa tersebut. Tetapi semua itu bukanlah alasan untuk menghilangkan cap gerabah pada desa ini. Setiap tahun desa ini mendapatkan banyak permintaan untuk membuat profil baik dari stasiun televisi maupun dari mahasiswa. Desa Sitiwinangun sudah dinyatakan sebagai desa yang memproduksi gerabah tercepat.
Menopang lelah tubuh ini akhirnya dapat beristirahat dan sejenak membersihkan diri di Hotel Ibis. Letaknya yang strategis berdekatan dengan stasiun Cirebon dan alun-alun Kejaksaan yang dapat ditempuh dengan jalan kaki. Setiap sore hari kamar selalu dibersihkan, handuk yang akan secara otomatis diganti, dan air mineral yang selalu bertambah. Sekitar Hotel ini pun dapat dijadikan destinasi hanya untuk sekedar ingin mengetahui suasana malam hari yang sejuk di Kota Cirebon dan menghirup udara malam.
Bunyi telepon pagi hari disetiap kamar menandakan bahwa harus bangun dari istirahat. Embun menyambut semu dari berbalik jendela yang sangat hangat. Kembali memberikan oksigen baru pada pagi hari. Sarapan tersedia memberikan aroma perut kosong ingin menyantapnya dan untuk mengisi tenaga selama perjalanan hunting.
Bergegas menuju daerah dimana selain sebagai tempat produksi juga terdapat prosesnya. Di Batik Trusmi banyak beberapa rumah yang menghasilkan kreatifitas di atas kain dalam bentuk batik. Prosesnya pun mulai dari menggambar motif diatas kain untuk batik tulis, proses cap untuk batik cap, mencanting, pewarnaan dasar menggunakan obat naptol dan indigo, menutup motif dengan malam, proses pelorodan, mencuci dan dijemur sampai kering. Namun, sayang sekali disini tidak mendapatkan proses mencolet. Proses tersebut memiliki ahlinya di masing-masing bidang. Rasanya kalau tidak mencoba kurang menyenangkan, akhirnya mencoba pada tahap proses pengecapan. Hal ini mengingatkan pada saat Sekolah Menengah Atas yang setiap tahunnya membuat batik sendiri. Dalam membatik mengajarkan untuk menghargai sebuah proses agar dapat menjadi sebuah karya yang bernilai.
Berpindah menuju stasiun Cirebon dan Balai Kota lalu menyebar mencari sebuah momen yang akan ditangkap. Disini mudah sekali dalam mengamati masyarakat dari Cirebon. Dalam konteks ini harus lebih peka terhadap lingkungan dan harus belajar bersosialisasi dengan masyarakat Cirebon. Dengan sungguh-sungguh berjalan akhirnya lelah melanda tubuh ini. Terlihat dari kejauhan tiang berwarna merah putih yang bertuliskan alfamart, tanpa berfikir lama pun akhirnya memutuskan untuk membeli sesuatu yang segar dan hanya sekedar memberi kesejukan pada tubuh ini.Â
Menggunakan kaos berwarna biru dongker dengan logo Atvi dikombinasikan dengan kaos panjang didalamnya bermotif belang-belang horizontal, celana levis panjang yang melekat, jilbab berwarna biru dongker pula, sepatu bertali, membawa tas berwarna merah hati, menggunakan topi berwarna hitam, membawa kamera dikalungi dan kartu identitas serta tidak lupa menggunakan masker untuk menjaga dari bau menyengat. Semua melekat pada tubuh ini. Dengan pikiran positif, bernyanyi, bergurau menghilangkan rasa lelah berjalan kaki menuju TPI Bondet. Perlu waktu setengah jam untuk sampai tujuan.
Setelah menyantap makan malam dan akhirnya tubuh ini beristirahat sejenak. Pagi pun menyambut dengan penuh kesejukan. Kali ini paginya terlalu gelap karena menuntut akan berburu matahari terbit. Dengan kondisi baru bangun tidur, belum berganti pakaian dan badan belum di bersihkan menuju sebuah tempat yang sangat indah untuk melihat matahari terbit.
Melangkah ke Situs Purbakala Cipari yang terletak di Kabupaten Kuningan merupakan situs peninggalan megalitikum. Tempatnya yang tidak terlalu luas sehingga sedikit yang di eksplorasi. Batu-batuanya pun sedikit tidak terlalu banyak dan ada beberapa batuan yang bukan asli tetapi tiruan. Setiap berjalan, kanan kiri yang dilihat yaitu batu-batuan megalitikum. Ada batu menhir, kubur batu dan lain-lain. Suasana di sini tidak panas karena letaknya yang ada di kaki gunung. Tersedia jajanan kecil di depan situs ini sehingga perut tidak akan pernah merasa kosong kalau kesini.
Berpindah ke sebuah Keraton Kanoman. Keraton ini identik dengan warna putih mulai dari pagar sampai keratonnya sendiri. Pada saat disini itu hari sudah mulai malam dan yang diuji adalah mengambil momen pada saat pentas tari topeng. Memasuki wilayah ini melihat banyak anak-anak kecil yang sedang latihan menari. Penerangan yang hanya didukung oleh beberapa obor saja membuat ambil momennya tidak terlalu bagus karena kurangnya pencahayaan. Keraton Kanoman yang dibanjiri oleh mahasiswa ATVI bahkan sebagai tontonan bagi masyarakat sekitar. Tari topeng terdiri dari lima topeng yang mewakili pertumbuhan manusia dari bayi sampai tua.
Hari semakin malam, akhirnya berakhir sudah tarian tersebut dan kembali menuju bus. Suasana yang semakin melelahkan bagi tubuh ini membuat enggan lagi bergurau. Suasana bus kali ini sangat ramai, panas, semuanaya bingung dan hanya beberapa saja yang sedang dalam proses mengobati salah satu mahasiswa di bus ini. Mungkin ini sebab kelelahan yang tidak terkontrol. Dirinya yang tidak sadar membuat panik seluruh bus dan mengalami waktu yang semakin lama menuju tempat istirahat. Suara yang tiba-tiba keluar dengan lantang selalu membuat isi penumpang bus ini berdoa dan tetap waspada. Tangisan yang keluar dari dirinya membuat semakin ketakutan. Ternyata pikirannya kosong sehingga mudah dimasuki makhluk lain yang berasal dari tempat itu sendiri, bahkan mungkin mengganggunya. Suasana kembali ke semula menjadi redup dan tenang ketika masalah itupun selesai dan bus mulai berjalan menuju tempat istirahat.
Malam terakhir di Kota Cirebon, membuat tidak ingin melewatkan malam ini dengan berdiam diri begitu saja. Didampingi dengan uji fotografi malam, akhirnyapun jalan-jalan menikmati udara malam terakhir di Cirebon ini. Membuka mata ini untuk lebih kuat melihat dan merekam sebuah pemandangan malam hari. Lalu, tidak mungkin apabila tidak beristirahat dan akhirnya kembali memanjakan tubuh ini dengan istirahat.
Hal biasa yang membangunkan dengan bunyi telepon. Pagi ini merupakan pagi yang sangat cerah di sambut dengan awan yang berwarna kebiruan. Lalu bergegas menyantap sarapan dengan pemandangan Car Free Day uji selanjutnya yang harus diburu. Dengan bergegas mencari momen di sekitar Car Free Day. Banyak sekali orang-orang Cirebon yang senantiasa partisipasi dan banyak pedagang-pedagang pula.
Berjalan menuju bus dengan meninggalkan jejak pada Hotel Ibis dan membawa semua barang. Hari ini adalah hari terakhir di Kota Cirebon dan disambut dengan wisata Gua Sunyaragi. Gua ini mirip dengan candi namun bukan candi. Gua ini adalah salah satu tempat wisata yang bersejarah. Ada yang menganggap bahwa Gua ini berasal dari tulang-tulang manusia karena batunya mirip dengan kerangka. Konon masyarakat setempat memepercayai di Gua Peteng ada patung yang bernama Perawan Sunti untuk tidak dipegang kalau dipegang maka akan jauh dari jodoh.
Berakhir sudah petualangan selama empat hari ini dan ditutup dengan makan Empal Gentong lalu menuju Stasiun Cirebon. Dengan sigap rasanya sudah tidak sabar untuk menuju Jakarta, tetapi disisi lain akan sekali merindukan suasana yang seperti ini di Cirebon. Menuju kereta yang akan ditumpangi sebelum berangkat maka banyak sekali yang mengabadikan momennya di sini.
Kembali menuju Jakarta membawa banyak cerita saat jejak kaki menjelajah di Cirebon. Memori dalam pikiran semakin menambah. Buku petualangan semakin tebal dengan petualangan satu ini yang dimana Cirebon sebagai jembatan menyelesaikan Hunting Fotografi bahkan sebagai objek.
Bukan hanya tempat terkenal saja yang indah dan dikunjungi oleh orang asing, tetapi tempat yang memiliki nilai budaya kental yang akan menumbuhkan keindahan tersendiri dan berbeda dengan yang lain. Cirebon sampai Kuningan membuka mata ini untuk melihat betapa banyak sekali budaya Indonesia yang perlu dieksplorasi lebih lagi.
"Berhenti bilang ramai yang unggul, tetapi bilang bahwa berbeda yang akan unggul"-@dhylstr