"Boh, haus nih, trada air" suara salah seorang anak dalam perahu.
"Kitong panjat kelapa dulu" begitu yang lain menimpalinya
Ada banyak pulau kosong tak berpenghuni di gugusan kepulauan Raja Ampat. Terkadang masyarakat dalam perjalanan antarpulau , mampir sekedar singgah makan siang atau jika ada pepohonan yang sedang berbuah, datang untuk memetiknya.Â
Tetapi kali ini berbeda, rombongan Niko hanya ingin singgah dan bermain sebentar di sana, sebelum melanjutkan perjalanan mereka membeli keperluan bulanan di Waisai.
"Kitong harus bagaimana ini?" ucap Mira pada Jhon.
Ko so tahu to, trada puskesmas dekat sini?" ucap John pelan, seolah mau meyakinkan dirinya kembali, hal ini tidak nyata.
Mira yang menghampirinya tak kuasa menahan tangis. Niko terus mengerang kesakitan, awan pun ikut kelabu, siang itu.
John bukan orang Raja Ampat, juga bukan dari daerah lain di Indonesia. Dia adalah orang asing berkebangsaan Amerika yang kebetulan jatuh cinta pada Raja Ampat. Semenjak perjumpaan tak sengaja pada Mangewang, Mamta  dan Teteruga dalam perjalanannya ke salah satu pulau di Raja Ampat, hatinya tertambat sudah. Mira sendiri orang Jawa tetapi lahir besar di Aimas, ibu kota Kabupaten Sorong, tetapi ide hidup di pulau dan menua di sana terus mengganggunya, hingga ia temukan sebuah tempat yang menjadi surganya di Pulau Sawinai.
Mulanya Niko bersama beberapa kawan bermain di bawah pepohonan, tetapi entah mengapa mereka memutuskan memanjat. Sungguh malang tak bisa diduga kapan datangnya, saat Niko bermain-main di atas sebatang pohon, kakinya salah menginjak ranting. Ranting itu patah dan Niko pun terjatuh persis di depan tempat Jhon, pimpinan perjalanan itu, berdiri.
*
Gugusan kepulauan Raja Ampat memang sungguh memesona. Tiap tahun, daerah wisata ini mampu menarik ribuan orang dari tujuh benua di dunia.