Selain itu, Nusbaum pun mengutuk pemotongan alat kelamin perempuan karena hal tersebut merampas fungsi etis manusia di dalam resikonya bagi kesehatan dan berakibat pada fungsi seksual dan menjadi suatu pelanggaran martabat perempuan.Â
Ia pun menyatakan bahwa pemotongan alat kelamin perempuan yang dilakukan dengan tindakan kekerasan tidak dapat diubah dan merupakan bentuk dominasi laki-laki terhadap perempuan. oleh sebab itu, ia sangat mendesak semua tokoh feminis untuk menyuarakan bahwa pemotongan alat kelamin perempuan adalah bentuk ketidakadialan. Dalam pandangannya pun, ia menegaskan bahwa tindakan pemerkosaan telah melukai perempuan baik secara fisik, psikologis maupun emosional.
Lebih dari pada itu, tindakan ini pun dapat mempengaruhi kemampuan dalam diri perempuan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas demi mengembangkan semua potensi yang ada di dalamnya. Tindakan ini jika dilakukan secara terus menerus dapat merusak hidup perempun dalam taraf yang lebh luas dan kaena itu martabat seseorang sebagai manusia akan hilang.Â
Martha Nusbaum yang adalah seorang tokoh feminis mempunyai konsep yang ideal tentang kekerasan dalam rumah tangga sesuai dengan pemikirannya tentang keadilan seksual. Pertama, perlindungan hak asasi manusia: Martha Nusbaum menyadari bahwa melindungi setiap orang, khususnya perempuan dari setiap model kekerasan seksual adalah bagian dari hak asasi manusia.
Hal ini pun termasuk hak atas keselamatan pribadi, kebebasan, keamanan individu dan negara harus melindungi martabat setiap orang yang didasarkan pada konstitusi. Kedua, kritik terhadap ketidaksetaraan gender dan diskriminasi: Nusbaum menolak diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan menghakimi kesetaraan gender.Â
Dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga, Nusbaum menekankan pentingnya mengatasi ketidaksetaraan gender yang acap kali menjadi dasar dari kekerasan tersebut. Ketiga, pentingnya memahami keadilan seksual. Nusbaum mengedepankan pemahaman yang memadai tentang keadilan seksual untuk konteks kekerasan dalam rumah tangga, ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang sama bagi setiap individu, khususnya perempuan yang menjadi korban.
Keempat, pengakuan hak reproduksi dan keutuhan tubuh: Nusbaum memperjuangkan bahwa betapa pentingnya pengakuan hak reproduksi dan keutuhan tubuh. Untuk situasi kekerasan dalam rumah tangga, hal ini mau menunjukkan betapa pentingnya kaum perempuan memberikan kontrol terrhadap tubuh mereka sendiri dan memiliki hak untuk membuat keputusan tentang kesehatan reproduksi yang mereka miliki.Â
Kelima, adanya pembaruan aturan dan kesadran sosial: Nusbaum memiliki pandangan betapa perlunya pembaruan hukum dan kesadaran sosial untuk mengatasi isu-isu, seperti kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga. Hubungan ini  dapat mendukung perjuangan untuk menciptkan masyarakat yang sngguh adil dan damai bagi setiap pribadi.
Sampai pada bagian ini, maka pandangan Martha Nusbaum tentang keadilan seksual menyumbangkan kerangka kerja yang relevan untuk dapat memahami dan mencegah isu-isu yang berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga. Pandangan Nusbaum ini, bisa kita pakai untuk meminimalisir kasus kekerasan dalam rumah tangga, yakni:
Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Nusbaum menawarkan pandangan tentang bagaimana kita memperlakukan dan menghormati martabat manusia dalam konteks seksualitas.Â
Undng-undang no 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga di Indonesia, menyatakan kedamaian dan keharmonisan adalah hal yang selalu didambakan oleh semua orang di dalam rumah tangga. Undang-undang ini berbicara tentang mengatur tindak pidana model kekerasan seksual dan memberikan hukuman kepada pelaku.