Mohon tunggu...
Davina Aliftasya Putri
Davina Aliftasya Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Saya adalah seorang mahasiswa Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam di Universitas Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Hobi saya yaitu suka Traveling dan suka memotret hal yang sekiranya bagus di lihat. saya juga suka mencoba hal hal baru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ekofeminisme dan Perjuangan Perempuan menuntut Keadilan Lingkungan

14 Mei 2024   20:20 Diperbarui: 14 Mei 2024   20:28 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. www.solidaritas perempuan.org

Menurut Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan Abby Gina Boang Manalu, dalam diskusi tentang ekofeminisme yang diadakan Jumat oleh Jurnal Celebes bekerja sama dengan Program Studi Sosiologi Universitas Negeri Makassar (UNM), "Ekofeminisme di dalam semangat lingkungan yang sama juga mempertanyakan tiga hal mendasar, bagaimana sikap manusia terhadap alam, apakah non manusia berhak posisi sebagai subjek moral, dan apakah manusia punya tanggung jawab pada non manusia." 

Menurut Abby menyatakan bahwa ekofeminisme melihat alam dan non-manusia sebagai subjek dan bukan objek, dan menggarisbawahi bahwa ada hubungan langsung antara penindasan terhadap alam dan perempuan, sehingga pembebasan keduanya harus diakui secara bersamaan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

 Ekofeminisme juga disebut juga feminis ekologi yang merupakan salah satu cabang feminisme yang mengkaji relasi perempuan dan alam. 

Ekofeminisme sendiri telah menjadi praktik kearifan lokal di semua negara atau wilayah sejak lama. Namun, ekofeminisme baru muncul di tahun 1970-an, ketika istilah itu diciptakan oleh Francoise d'Eaubonne pada tahun 1974 dan teorinya dibuat oleh Ynesta King pada tahun 1977, dan konferensi ekofeminisme pertama kali diadakan di Amerika Serikat pada tahun 1980.

"Awal mula ekofeminisme ini sebenarnya bisa dilihat di gerakan-gerakan masyarakat di berbagai belahan dunia, antara lain yang paling berpengaruh Chipko di India yang menolak ditebangnya pohon di hutan mereka. Gerakan ini berdampak sangat besar bagaimana pada waktu itu di India akhirnya dibuatlah UU kehutanan, UU tata kelola yang mempertimbangkan kelompok-kelompok yang marginal," lanjutnya.

Hanya saja, menurut Abby, seringnya dalam praktik-praktik perjuangan lingkungan perempuan terlibat atau berpartisipasi tetapi fokusnya biasanya berhenti pada kelompok yang terpinggirkan ini telah mendapat perhatian atau pengakuan dari negara.

"Tetapi perempuan sebagai kelompok yang lebih subordinat di dalam masyarakat tersebut kerap kali tidak sepenuhnya diberdayakan atau dilibatkan dalam proses-proses pengelolaan dan tata kelola lingkungan lebih jauh," tambahnya. 

Meskipun demikian, gerakan ekofeminisme mengkritik budaya maskulin yang menjadi dasar eksploitasi lingkungan dan perempuan. 

"Ekofeminisme menggunakan prinsip dasar feminisme tentang kesetaraan antara gender yang menawarkan cara pandang non-linear, menghormati proses organik, adanya keterkaitan manusia dan alam, antara komunitas dan komunitas lain, manfaat institusi dan menekankan kolaborasi dan kerja-kerja bersama." 

Dok. www.Retorika id
Dok. www.Retorika id

Banyak kisah sukses tentang perjuangan feminisme di Indonesia. Ini termasuk Mama Aleta Baun di Molo Nusa Tenggara Timur (NTT), gerakan tolak reklamasi di Teluk Benoa Bali, dan gerakan Ibu Bumi di Kendeng, Jawa Tengah.

Mama Aleta Baun adalah kisah tentang perjuangan perempuan di NTT untuk menentang eksploitasi gunung untuk kepentingan tambang marmer. Tujuan para perempuan dalam aksinya adalah untuk mencegah perusahaan masuk ke wilayah mereka, dengan mengangkat bajunya dan menunjukkan payudaranya.

 "Apa yang menjadi kekuatan dalam perjuangan itu sebenarnya bahwa mereka menunjukkan payudara sebagai simbol bahwa dari sinilah masyarakat terbentuk, dari sinilah mereka hidup, dan ketika perusahaan masuk meruntuhkan atau mencederai para perempuan yang menjaganya maka penghancuran sama dengan hilangnya susu dari perempuan, sehingga tak bisa lagi memberikan susu atau makanan kepada masyarakatnya."

 Salah satu gerakan yang berhasil lainnya adalah menolak reklamasi Teluk Benoa Bali. Gerakan ini menggunakan konsep Dewi Sang Hyang Dedari di Bali sebagai landasan untuk melindungi wilayah mereka yang akan dimasuki oleh perusahaan. 

"Ini artinya secara strategi menggunakan kedekatan perempuan dengan alam ini terbukti sukses untuk menghentikan masuknya konsesi atau perusahaan." 

Kemudian menjadi masalah ketika gerakan itu berhenti memenuhi tuntutan-tuntutannya. Di sisi lain, ketimpangan gender di masyarakatnya terus terjadi, seperti tidak memiliki akses yang sama ke hutan. Faktor tambahan adalah bahwa tidak ada praktik kesetaraan gender yang jelas dalam berbagai program, baik yang dilakukan pemerintah maupun pihak-pihak lain.

 "Kita sudah banyak program pengarusutamaan gender, bagaimana agar perempuan punya akses dan tata kelola, ini adalah komitmen yang baik dari negara, dari berbagai instansi, namun sering kali akhirnya berhenti pada pelibatan perempuan secara nominal, dari tingkat partisipasi kehadiran semata." 

Meskipun ada banyak perspektif feminisme yang berbeda, sebagian besar orang setuju bahwa tujuan gerakan ekofeminisme adalah untuk menuntut keadilan lingkungan dan menentang eksploitasi dan dominasi alam. 

Dok. Cnnespanol.cnn. com
Dok. Cnnespanol.cnn. com

 Mengubah Cara Pandang

Menurut peneliti dan aktivis lingkungan Siti Maimunah, kita harus mengubah keyakinan bahwa kita (manusia) adalah sumber segalanya karena kita hidup bersama makhluk lain. Ia menunjukkan betapa lemahnya manusia dalam menghadapi pandemi COVID-19. 

"Ini seperti sebuah manifest bahwa kita tidak hidup sendiri, ada yang namanya virus yang rumahnya dirusak di alam yang kemudian dia yang semula jauh dari kita makin mendekat, kemudian setelah bertemu dengan manusia menyebabkan penyakit," katanya. 

Menurutnya, berbicara tentang krisis iklim global, penyakit berskala global akan terus muncul karena cara pengrusakan lingkungan tidak berubah.Dia percaya bahwa ekofeminisme tidak hanya melihat perempuan menjaga alam, tetapi juga merupakan lensa untuk melihat krisis sosial ekologis saat ini dan hubungannya dengan apa yang dialami perempuan.

Dok. Google
Dok. Google

Pengawasan Lingkungan oleh  DPR RI

Azikin Sholtan, anggota komisi IV DPR RI, menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan disebabkan oleh dua hal: peristiwa alam dan aktivitas manusia. Aktivitas manusia, antara lain, disebabkan oleh adanya tambang, yang memiliki dampak positif bagi pengelolanya tetapi tidak memenuhi kewajiban reklamasi. 

"Ini fakta yang kami lihat dalam beberapa kunjungan kami di beberapa tempat, bahwa banyak bekas tambang ditinggalkan begitu saja padahal ada aturan-aturan yang ditandatangani berdasarkan perjanjian bahwa setelah kelola tambang mereka berkewajiban melakukan reklamasi. Yang paling memprihatinkan adalah rusaknya kawasan hutan, yang memang sangat bermanfaat bagi manusia, baik disebabkan oleh tambang legal dan ilegal maupun sebab lainnya."

Azikin juga mengatakan bahwa sampah medis dan non-medis mencemari lingkungan, yang telah menarik perhatian DPR dan membuat teguran untuk melakukan pengawasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun