Banyak kisah sukses tentang perjuangan feminisme di Indonesia. Ini termasuk Mama Aleta Baun di Molo Nusa Tenggara Timur (NTT), gerakan tolak reklamasi di Teluk Benoa Bali, dan gerakan Ibu Bumi di Kendeng, Jawa Tengah.
Mama Aleta Baun adalah kisah tentang perjuangan perempuan di NTT untuk menentang eksploitasi gunung untuk kepentingan tambang marmer. Tujuan para perempuan dalam aksinya adalah untuk mencegah perusahaan masuk ke wilayah mereka, dengan mengangkat bajunya dan menunjukkan payudaranya.
 "Apa yang menjadi kekuatan dalam perjuangan itu sebenarnya bahwa mereka menunjukkan payudara sebagai simbol bahwa dari sinilah masyarakat terbentuk, dari sinilah mereka hidup, dan ketika perusahaan masuk meruntuhkan atau mencederai para perempuan yang menjaganya maka penghancuran sama dengan hilangnya susu dari perempuan, sehingga tak bisa lagi memberikan susu atau makanan kepada masyarakatnya."
 Salah satu gerakan yang berhasil lainnya adalah menolak reklamasi Teluk Benoa Bali. Gerakan ini menggunakan konsep Dewi Sang Hyang Dedari di Bali sebagai landasan untuk melindungi wilayah mereka yang akan dimasuki oleh perusahaan.Â
"Ini artinya secara strategi menggunakan kedekatan perempuan dengan alam ini terbukti sukses untuk menghentikan masuknya konsesi atau perusahaan."Â
Kemudian menjadi masalah ketika gerakan itu berhenti memenuhi tuntutan-tuntutannya. Di sisi lain, ketimpangan gender di masyarakatnya terus terjadi, seperti tidak memiliki akses yang sama ke hutan. Faktor tambahan adalah bahwa tidak ada praktik kesetaraan gender yang jelas dalam berbagai program, baik yang dilakukan pemerintah maupun pihak-pihak lain.
 "Kita sudah banyak program pengarusutamaan gender, bagaimana agar perempuan punya akses dan tata kelola, ini adalah komitmen yang baik dari negara, dari berbagai instansi, namun sering kali akhirnya berhenti pada pelibatan perempuan secara nominal, dari tingkat partisipasi kehadiran semata."Â
Meskipun ada banyak perspektif feminisme yang berbeda, sebagian besar orang setuju bahwa tujuan gerakan ekofeminisme adalah untuk menuntut keadilan lingkungan dan menentang eksploitasi dan dominasi alam.Â
 Mengubah Cara Pandang
Menurut peneliti dan aktivis lingkungan Siti Maimunah, kita harus mengubah keyakinan bahwa kita (manusia) adalah sumber segalanya karena kita hidup bersama makhluk lain. Ia menunjukkan betapa lemahnya manusia dalam menghadapi pandemi COVID-19.Â