Mengapa harus melalui pengadilan? Ketika hukum tercipta maka ada lembaga-lembaga penegak hukum yang harus mengawasi pelaksanaannya. Tanpa adanya lembaga resmi yang menaungi hukum, hukum akan dianggap sepele dan kepatuhan hukum tidak akan tercipta. sebagai contoh seseorang yang bekerja serabutan. Ia mengetahui akan hukum mencuri adalah hal yang salah. Ia adalah kepala keluarga yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarganya, namun karena banyak faktor yang melatar belakangi. Pelaku berfikir jika Ia harus mencuri agar terpenuhi kebutuhannya. Seseorang tadi mencuri kemudian ada seseorang yang menangkap basah dirinya sedang mencuri. Masyarakat yang tahu, secara langsung memberikan tindakan sewenang-wenang yang menyebabkan si pencuri kehilangan nyawa. Sedangkan barang yang Ia curi hanya sebuah bahan makanan pokok. Akibatnya satu keluarga yang ditinggalkan semakin susah karena kehilangan roda penggerak kehidupannya. Sebagai balasan atas bahan pokok yang dicuri oleh kepala keluarga tadi. Hal ini tentu tidak sebanding terhadap aksi yang dilakukan serta reaksi yang didapatkan. Bukankah hukum itu adil dan bersifat universal? Maka dari itu dibutuhkan pengadilan agar hukum dapat diberikan sesuai proporsinya. Dalam menegakkan hukum, terdapat 4 lembaga utama yaitu : kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri, dan lembaga pemasyarakatan.
Hal itu bukan sepenuhnya salah masyarakat. Karena pada praktiknya memang hukum banyak mengalami penyelewengan baik oleh sukjek hukum maupun penegak hukum itu sendiri. Sebagai penegak hukum contoh penyelewengan kepatuhan hukum dapat menjadi pembelajaran tersendiri. Terkadang hukum dilaksanakan runcing ke satu sisi dan ke lain sisinya tumpul. Ada sebuah kasus seorang nenek paruh baya mencuri kayu untuk kebutuhan memasak bukan untuk komersial. Kayu yang nenek curi dianggap milik Perhutani, akibatnya beliau dijatuhi  hukuman 1 tahun penjara. Di lain sisi dengan para pejabat yang melakukan korupsi ratusan, milyaran, bahkan triliunan rupiah atas uang rakyat, yang seharusnya dapat dijadikan sebagai pembangunan di Indonesia. Hanya dipenjara dalam jangka waktu yang tidak seimbang dan diberikan fasilitas penjara yang mewah. Hal ini sangat berseberangan dengan kasus pencurian kayu yang tidak besar harganya. Dari sini masyarakat tentunya mulai luntur kepercayaannya terhadap lembaga penegak hukum. Hukum yang bersifat universal tidak dilaksanakan secara universal oleh penegak hukum itu sendiri. Hukum yang harusnya adil secara teori tetapi berlawanan dalam praktiknya
Dalam kasus tersebut penegak hukum tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar. Pengadilan tidak menunjukkan sisi kemanusiannya disana, ranah hukum yang seharusnya ditegakkan atas jiwa kemasyarakatan namun luntur karena keadilan yang tidak adil. Jaksa yang seharusnya menuntut runcing segala arah tetapi seperti hilang taringnya ketika berhadapan dengan penguasa. Polisi sebagai lembaga kemasyarakatan serta penegak hukum tidak menjalankan dengan baik tugasnya karena tumpang tindih kepentingan berbagai pihak. Lembaga pemasyarakatan yang bobrok karena lunturnya integritas. Â Â
Penyelewengan Penegakan HukumÂ
Dalam praktiknya, penegakan hukum di Indonesia seringkali tidak berjalan dengan baik dan benar. Hal ini dimulai dari masa orde baru dimana alat penegakan hukum tidak berjalan dengan benar dan banyak kasus penting yang dibiarkan saja. Buruknya kepatuhan hukum di Indonesia dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari, Misalnya dalam Pengurusan SIM, seseorang cenderung untuk menyogok polisi dengan biaya sebasar 300-500 ribu rupiah dibandingkan menjalani serangkain tes yang rumit dan menyulitkan, belum lagi ada resiko untuk gagal ditambah keharusan mereka untuk membayar biaya pengurusan SIM sebesar 50 ribu rupiah.Â
Contoh ini hanyalah sebagian kecil dari kepatuhan hukum di Indonesia yang rendah. Contoh lain yang dapat diambil adalah pada saat penanganan kasus hukum. Penanganan hukum terhadap orang penting sulit dilakukan dikarenakan terbatasnya kemampuan penyidik dalam melakukan penyidikan dan pemanggilan orang penting, ditambah dengan ancaman keamanan yang mungkin diterima penyidik.
Contoh selanjutnya yang terjadi dalam masyarakat adalah dalam pelanggaran lalu lintas. Masyarakat sebenarnya memahami bahwa mereka harus mematuhi peraturan-peraturan lalu lintas, seperti harus berhenti saat lampu lalu lintas berwarna merah. Tetapi karena "kepentingan pribadi", Ia mau tidak mau harus bertentangan dengan hukum tersebut.Â
Bahkan sekarang masyarakat semakin berani untuk tidak patuh kepada hukum demi kepentingan pribadinya. Sehingga dalam hal ini, kesetiaan terhadap kepentingan pribadi menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat tidak mau patuh kepada hukum. Karena faktor kesetiaan masyarakat tidak lagi berpengaruh kepada kepatuhan hukum, maka negara atau pemerintah harus membuat rasa takut masyarakat sebagai faktor utama masyarakat menjadi patuh pada hukum. Hukum harus dijalankan dengan tidak membeda-bedakan, karena hukum yang dijalankan secara diskriminatif membuat masyarakat tidak percaya dengan hukum yang ada.
Contoh lainnya, pejabat negara yang terjerat kasus hukum, mereka mendapatkan hukuman dan denda yang dirasa masyarakat jauh dari kata adil, dalam konteks itu hal yang mereka lakukan sangat merugikan negara, karena mereka merupakan pencuri uang rakyat. Terlebih masih banyak mantan narapidana kasus korupsi yang bisa mencalonkan diri kembali sebagai wakil rakyat.Â
Sementara, dalam kasus seorang nenek yang didakwa mencuri dua buah batang pohon jati, dijatuhi hukuman selama satu tahun penjara dan denda lima ratus juta. Setelah diselediki lebih lanjut, Nenek yang diduga mencuri, Beliau mengambil kayu tersebut di lahannya sendiri yang merupakan peninggalan almarhum suaminya.
Upaya Penegakan HukumÂ