Tentu tidak, bisa ambyar nanti bangunanya kalaupun jadi. Pastilah kita cari orang terbaik yang mengerti betul untuk mengerjakannya.
Ya samalah dengan proyek di Sulawesi sana. Untuk membangun pabrik baterai bukan orang sembarangan yang diajak bergabung. Tentu orang yang paham. Sementara ini, tenaga kerja kita belum siap. Belum menguasai teknologi itu. Makanya didatangkanlah TKA tadi.Â
Bagaimana kalau tenaga lokal sudah siap? Ya pakai tenaga lokal. Ini semua ada aturannya. Tingkat kandungan dalam negeri itu ada dipersyaratkan oleh Kementerian Perindustrian. Misalnya tenaga kerja kita siap, bukan hanya dalam negeri dipakai.Â
Diluar sana pun mereka mampu bersaing. Punya Saudara yang bekerja di perusahaan minyak asing? Di Dubai misalnya. Di Arab misalnya?Â
Ini adalah contoh jika kita siap, bahkan kita bisa ekspor tenaga ahli dari Indonesia. Atau ada kenalan yang menjadi dosen di luar negeri, jadi peneliti di luar negeri? Ini juga bukti bahwa sepanjang kita siap. Baik di domestik atau luar negeri pun, tenaga kerja Indonesia itu bisa berkarya.
Ah, masa sih? Tidak ada tenaga kerja kita yang paham? Â Ok. Anggap ada. Misalkan ada 5 orang. Padahal kebutuhan 100 orang. Tetap harus mendatangkan kekurangan tenaga itu kan!
Apa salahnya tenaga kerja China lebih pintar? Apa salahnya mereka menguasai teknologi? Apa salahnya mereka ekspansi perusahaan ke Indonesia? Kita yang belum siap. Bukan salah mereka toh?
Apa kita tidak untung kalau ada pabrik baterai di Indonesia? Apa tidak ada lapangan kerja untuk lokal? Kita beruntung sekali mereka berinvestasi di Indonesia. Ketimbang mereka bangun pabriknya di Vietnam. Atau di Thailand misalnya. Lalu kita gigit jari.
Presiden Jokowi sudah bersusah-susah 'jualan' ke negara-negara luar sana. Menteri dalam pertemuan internasional selalu mengajak negara lain berinvestasi ke Indonesia. Arab Saudi pernah menjanjikan investasi sekitar 9,4 miliar US Dolar, dulu di tahun 2015. Namun hingga kini belum ada konkritnya. Lalu China bersedia berinvestasi, tanpa pikir panjang say yes ke Indonesia. Tentu kita sambut.Â
Nah sekarang mereka sudah masuk, bangun pabrik di Sulawesi sana. Lah kita rakyat malah berisik setengah mampus. Apa-apa di komentari. Tanpa dipikir malah. Senang sekali gaduh.Â
Coba direnungkan wahai kamu yang senang berkomentar negatif.