Pariwisata di Indonesia : Antara Ambisi dan Realita
Dibandingkan dengan industri  lain, pariwisata memiliki multiplier effect yang signifikan. Berkembangnya pariwisata berarti akan menyentuh berbagai level pendapatan hingga masyarakat level bawah. Bayangkan, begitu turis asing masuk ke Indonesia, dia akan membawa devisa asing dan membelanjakannya.
Dari saat menginap di hotel, makan di berbagai tempat makan, mengunjungi berbagai tempat wisata ( berarti memakai berbagai moda transportasi termasuk membayar jasa pemilik maupun pengemudinya dan tentunya membayar tiket masuk tempat wisata itu ). Belum lagi saat membeli souvenir untuk cindera mata. Sektor perhotelan, kuliner, tempat wisata, transportasi hingga kerajinan rakyat, semua menikmati kehadiran turis.
Makanya merupakan strategi yang tepat saat Presiden Jokowi di tahun 2014 menetapkan pariwisata  sebagai sektor unggulan pembangunan nasional. Kementerian Pariwisata dengan agresif melaksanakan campaign Wonderful Indonesia yang mengantarkan  pariwisata  menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar dan tercepat pertumbuhannya, tak heran jika pariwisata diharapkan menjadi core economy negara ini ke depan.
Laporan resmi World Economic Forum, menyebutkan peringkat pariwisata Indonesia berhasil melejit  delapan peringkat ke peringkat 42 pada 2017 setelah di tahun 2015 peringkat Indonesia baru berada di posisi 50.
Tak heran jika akhirnya Indonesia mencanangkan 10 destinasi wisata sebagai 10 Bali baru yang dipamerkan dalam pertemuan IMF -- Bank Dunia tanggal 14 Oktober 2018 lalu. Disertai harapan agar pariwisata bisa berkontribusi 15% dari PDB atau sebesar Rp. 280 Trilyun pada tahun 2019, 20 juta kunjungan wisatwan mancanegara, 275 juta perjalanan wisatawan nusantara dan menyerap 13 juta tenaga kerja pada 2019 Â Â
Sayangnya di tahun 2019 perkembangan pariwisata Indonesia menurun. Pada tahun ini, Pemerintah yang awalnya mematok target wisman sebanyak 20 juta kunjungan terpaksa menurunkan jadi 18 juta kunjungan. Dengan jumlah wisman rata-rata 1,5 juta per bulan. Namun jumlah kunjungan turis asing pada Januari hingga Juli 2019 baru mencapai 9,3 juta kunjungan atau rata-rata 1,3 juta per bulan. Bukan hanya di semester I tahun ini, kunjungan wisman ke Indonesia pun belum memenuhi target dalam tiga tahun terakhir. Pada 2018 misalnya, kunjungan wisman mencapai 15,8 juta, namun meleset dari target 17 juta.
Ada 3 faktor yang ditengarai menjadikan target pariwisata meleset, yakni bencana alam, pemilu, serta kurangnya infrastruktur. Memang 2 tahun belakangan ini, silih berganti Indonesia mengalami bencana alam. Berbagai daerah disapa oleh gempa dan banjir, sungguh menyedihkan. Selain korban jiwa dan materi, daerah tertimpa becana akan mengalami kerusakan dan pastinya membuat wisman tak mau ambil resiko. Dari 10 destinasi Bali baru, Â mampukah ini melontarkan industri pariwisata Indonesia pada posisi terhormat?
Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Pulau Seribu, Tanjung Lesung, Candi Borobudur, Mandalika, Gunung Bromo, Wakatobi dan Labuan Bajo.
Rasanya jika langsung menggenjot 10 destinasi Bali baru cukup sulit.  Beberapa tempat terletak di pantai, gunung maupun daerah rawan gempa. Belum lagi masalah ketersediaan infrastruktur.Dari 10 destinasi Bali baru tampaknya Borobudur memiliki  infrastrukturnya sudah memadai, serta minim resiko bencana alam. Candi Borobudur merupakan candi Budha terbesar di Indonesia, makanya candi ini juga dikunjungi umat Budha di Asia. Baik pada peringatan hari Waisak maupun kunjungan pada hari biasa oleh umat Budha. Ini potensi wisman yang cukup besar.
 Mengenal Borobudur Lebih Dekat