Hingga hujan melanda Jakarta, terjadi pro-kontra pada gubernur DKI -- Anies Baswedan. Biasa itu, hater dan lover bersaing. Untung ada yang mengingatkan bahwa ketika Jokowi jadi Gubernur DKI mengatakan bahwa banjir dan macet di Jakarta akan lebih mudah diatasi jika jadi Presiden.Â
Lalu setelah jadi Presiden, ia berbicara tentang pentingnya reklamasi Teluk Jakarta yang diintegrasikan dengan Proyek Garuda atau Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall) dengan dalih melindungi ibukota negara dari naiknya muka air laut akibat pemanasan global.Â
Suara-suara kontra diabaikan dan gubernur DKI Ahok juga menyatakan bahwa ia tidak mungkin menghentikan proyek reklamasi karena bisa dituntut oleh para developer yang sudah mengerjakan proyeknya. Namun apa yang terjadi saat Anies naik  jadi gubernur DKI dan menghentikan proyek reklamasi? Tak ada tuntutan sama sekali dari para developer.
Akan hal Jokowi, lebih memilih melompat ke helikopter dan survei lokasi ibukota negara yang baru di Kalimantan. Untuk menarik simpati publik, ia bahkan menyatakan proyek pindah ibukota ini tidak memakai APBN.
Sebuah gagasan yang terdengar heroik dan kreatif, tapi sebenarnya berbahaya. Bagaimana mungkin infrstruktur dan fasilitas publik diongkosi dari sumber-sumber privat yang tidak gratis dan membawa serta aneka kepentingan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI