8 pagi sampai 12 siang saya melayani kawan-kawan sesama warga binaan dan keluarga yg berkunjung. Hampir semua masalah sakit datang minta diterapi, sehingga saya punya kesibukan yang produktif.
Selepas pukul 1 siang sampai pukul 5 sore saya melayani keluhan dari masyarakat umum luar lapas yang ingin diterapi, sehingga keberadaan saya sebagai terapis mulai dikenal. Tanpa disadari saya melakukan terapi 10 sampai 20 orang  setiap harinya, dan saya dibantu kawan-kawan sesama warga binaan sebanyak 4 orang. Ada 2 orang yang sampai sekarang menjadi terapis seperti saya.
Metode terapi ala David Bekam mulai dikenal dan membuat saya sibuk setiap hari, sampai hari pembebasan tiba, saya sudah ahli karena sudah terbiasa. Tanpa terasa saya punya pengalaman melakukan terapi sebanyak 7 pak jarum terapi @ 200 bh satu paknya. Belum lagi yang tanpa buang darah kotor, membuat saya terbiasa melakukan terapi dengan lincahnya.
Awal mula Hi-Ber (Hidup Bermanfaat) saya lakukan saat saya menjadi warga binaan, menjadi orang yang membantu sesama yang sakit, sekaligus saya bisa belajar mengatasi persoalan sakit mereka dengan tepat dan jitu. Masalah menjadi berkat.
Biaya awal saya melakukan kegiatan terapi adalah uang saku saya tiap minggu yang dikirim anak saya untuk biaya sehari-hari. Saya belikan tisu, alkohol, jarum bekam, sabun cuci, dan peralatan penunjang di klinik. Dengan demikian saya tidak membebani bapak Kasi Binadik, malah saya membantu warga binaan dan sipir beserta keluarganya lebih sehat dengan terapi ala David Bekam. Berikut cerita dalam lapas:
Senangnya Ibu Bisa Sholat Lagi
Terapis adalah "Passion" Hidup Saya
Hi-dup Ber-bagi
Setelah saya kembali ke Indonesia, saya dipertemukan Tuhan dengan Pak Priyanto Sismadi dan ibu Dr Aisyah Dahlan, yang sudah saya kenal baik dari tahun 2007 saat saya kembangkan jamu tetes. Saat itu saya diberikan kesempatan untuk membantu memberikan support jamu tetes untuk penderita ketergantungan obat dan penderita HIV (kisahnya di sini).