Kebijakan ekonomi syariah di Indonesia terus berkembang pesat, khususnya dengan hadirnya instrumen keuangan inovatif seperti Sukuk Hijau. Sukuk ini tidak hanya mematuhi prinsip syariah, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan global. Artikel ini membahas tantangan penerbitan sukuk hijau, terutama dalam hal transparansi, keadilan, dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah, serta menyoroti tantangan regulasi dan dampak sosial yang muncul dari penerapannya.
Masalah yang Viral di Masyarakat
Salah satu masalah hukum ekonomi syariah yang sedang ramai dibicarakan di Indonesia tahun 2024 adalah penerbitan Sukuk Hijau (Green Sukuk). Sukuk hijau merupakan instrumen pembiayaan syariah yang menggabungkan prinsip syariah dengan proyek-proyek ramah lingkungan. Isu ini viral karena adanya ketidakpastian mengenai pemanfaatan dana, keterlibatan pemerintah, dan kejelasan akad syariah yang digunakan untuk menjamin bahwa investasi ini tetap sesuai prinsip syariah.
Kaidah-Kaidah Hukum yang Terkait
Kaidah-kaidah hukum syariah yang mengatur sukuk hijau adalah larangan terhadap riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi). Dalam penerbitan sukuk hijau, penting untuk memastikan bahwa akad yang digunakan sesuai dengan kaidah akad mudharabah (kerja sama bagi hasil) atau musyarakah (kerjasama modal), di mana keuntungan dan risiko dibagi secara adil berdasarkan kesepakatan.
Norma-Norma Hukum yang Terkait
Norma hukum yang terkait dengan kasus ini mencakup prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial dalam transaksi syariah. Karena sukuk hijau berhubungan dengan pembiayaan proyek-proyek lingkungan, norma-norma maslahah (kemaslahatan umum) dan istihsan (kebijaksanaan hukum untuk kepentingan umum) juga menjadi landasan penting. Proyek yang dibiayai harus memberikan manfaat sosial dan lingkungan yang luas.
Aturan-Aturan Hukum yang Terkait
Aturan yang berlaku mencakup fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) yang memberikan panduan terkait penerbitan sukuk, serta peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi implementasi syariah dalam instrumen keuangan di Indonesia. Regulasi terkait pengelolaan dan pengawasan dana investasi hijau juga diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang menjadi dasar hukum bagi operasional perbankan dan investasi syariah.
Pandangan Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence