Mohon tunggu...
Davilla Nasya Aulodia Ardhana
Davilla Nasya Aulodia Ardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Ekonomi Syari'ah UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa yang mendalami Hukum Ekonomi Syari'ah. Tertarik untuk berbagi pemikiran tentang perkembangan ekonomi, keadilan sosial, dan isu-isu kontemporer. Mari berdiskusi!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sukuk Hijau: Menghubungkan Keadilan Sosial dan Investasi Syariah di Zaman Sekarang

1 Oktober 2024   17:00 Diperbarui: 1 Oktober 2024   17:29 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebijakan ekonomi syariah di Indonesia terus berkembang pesat, khususnya dengan hadirnya instrumen keuangan inovatif seperti Sukuk Hijau. Sukuk ini tidak hanya mematuhi prinsip syariah, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan global. Artikel ini membahas tantangan penerbitan sukuk hijau, terutama dalam hal transparansi, keadilan, dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah, serta menyoroti tantangan regulasi dan dampak sosial yang muncul dari penerapannya.

Masalah yang Viral di Masyarakat

Salah satu masalah hukum ekonomi syariah yang sedang ramai dibicarakan di Indonesia tahun 2024 adalah penerbitan Sukuk Hijau (Green Sukuk). Sukuk hijau merupakan instrumen pembiayaan syariah yang menggabungkan prinsip syariah dengan proyek-proyek ramah lingkungan. Isu ini viral karena adanya ketidakpastian mengenai pemanfaatan dana, keterlibatan pemerintah, dan kejelasan akad syariah yang digunakan untuk menjamin bahwa investasi ini tetap sesuai prinsip syariah.

Kaidah-Kaidah Hukum yang Terkait

Kaidah-kaidah hukum syariah yang mengatur sukuk hijau adalah larangan terhadap riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi). Dalam penerbitan sukuk hijau, penting untuk memastikan bahwa akad yang digunakan sesuai dengan kaidah akad mudharabah (kerja sama bagi hasil) atau musyarakah (kerjasama modal), di mana keuntungan dan risiko dibagi secara adil berdasarkan kesepakatan.

Norma-Norma Hukum yang Terkait

Norma hukum yang terkait dengan kasus ini mencakup prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial dalam transaksi syariah. Karena sukuk hijau berhubungan dengan pembiayaan proyek-proyek lingkungan, norma-norma maslahah (kemaslahatan umum) dan istihsan (kebijaksanaan hukum untuk kepentingan umum) juga menjadi landasan penting. Proyek yang dibiayai harus memberikan manfaat sosial dan lingkungan yang luas.

Aturan-Aturan Hukum yang Terkait

Aturan yang berlaku mencakup fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) yang memberikan panduan terkait penerbitan sukuk, serta peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi implementasi syariah dalam instrumen keuangan di Indonesia. Regulasi terkait pengelolaan dan pengawasan dana investasi hijau juga diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang menjadi dasar hukum bagi operasional perbankan dan investasi syariah.

Pandangan Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence

Dari sudut pandang positivisme hukum, sukuk hijau dilihat sebagai produk hukum yang harus sesuai dengan aturan tertulis seperti perundang-undangan dan fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas terkait. Positivisme menekankan bahwa selama sukuk hijau mengikuti regulasi formal, maka instrumen ini sah secara hukum.

Sedangkan dari perspektif sociological jurisprudence, penerbitan sukuk hijau lebih ditekankan pada manfaat sosial dan kesejahteraan masyarakat yang dihasilkan dari investasi tersebut. Pandangan ini melihat hukum tidak hanya sebagai peraturan tertulis, tetapi juga sebagai alat untuk mencapai keadilan sosial dan ekonomi, dengan mempertimbangkan dampak sosial dari penerapan hukum ekonomi syariah dalam masyarakat.

Kesimpulan 

Kesimpulan mengenai Sukuk Hijau dalam konteks hukum ekonomi syariah menunjukkan potensi besar instrumen ini untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Meskipun terdapat tantangan terkait transparansi dan kepatuhan pada prinsip syariah, sukuk hijau dapat memberikan manfaat sosial dan lingkungan yang signifikan. Perspektif hukum yang berbeda, seperti positivisme yang menekankan kepatuhan pada peraturan dan sociological jurisprudence yang fokus pada dampak sosial, menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pemangku kepentingan dan regulasi yang jelas. Dengan pendekatan yang tepat, sukuk hijau dapat berhasil mencapai tujuan keberlanjutan dan keadilan sosial.

Artikel ini ditulis oleh Davilla Nasya Aulodia Ardhana untuk memenuhi tugas Sosiologi Hukum yang diberikan oleh Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag. sebagai pengampu mata kuliah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun