Iya, narapidana ganteng yang lalu menjadi pemilik pabrik yang kaya raya dan walikota, kan?
Lalu terus.. dan terus.. mereka saling bicara. Saling membelai dengan kata- kata. Saling meraba, memercikkan gairah yang begitu membakar, melilit dan menarik keduanya ke pusat bumi dimana hanya kegelapan yang ada…
***
Makhluk dengan jiwa yang retak berdiri di tepi pantai.
Masih kadang menjejak, kadang melayang. Galau dan bingung dengan identitas dirinya. Entah ada atau tiada. Entah maya atau nyata. Entah filsuf atau badut.
Dia berdiri diam, menatap perempuan di mukanya, yang terus bergerak, merentangkan tangan, memiringkan kepala, mengangkat dagu dan berjingkat genit.
Lalu, disadarinya sesuatu.
Ahay ! Ada atau tiada, maya atau nyata, filsuf atau badutkah dia itu, ternyata dia masih memiliki hasrat. Nafsu. Lust.
Segera setelah dia melihat perempuan yang berputar ke kanan dan ke kiri, apalagi ketika perempuan itu menarik sedikit rok-nya ke atas ditambah lagi angin nakal mengembangkan rok itu, jiwa tersebut mulai terbakar.
Ah, pikirnya. Aku menyusuri jalan yang panjang dan berangin, meninggalkan raga dan separuh jiwaku yang lain di gedung berlangit- langit tinggi berpilar besar itu untuk akhirnya tiba disini.
Disini. Dimana kehangatan menanti.