Kedua orang itu menunggu sampai malam tiba. Suasana hutan menjadi gelap gulita, awan di langit tampak cerah, lalu muncullah bulan purnama. Warnanya kuning kemerah -- merahan, bagai ada api yang membakarnya.
Saat purnama itu menyinari hutan dengan terangnya, tiba -- tiba terjadi angin kencang di tengah jembatan. Angin itu berputar -- putar, menerbangkan tanah dan debu, sebelum akhirnya membentuk sebuah bayangan api. Bayangan itu menyerupai manusia, tapi ukurannya sangat besar, setinggi pohon kelapa.
"Aaarrrrggghhhh.."
Makhluk api itu mengeluarkan suara. Ia meraung tanpa henti, mengisi keheningan malam dengan nada amarah dan dendam.
"Aku lapaaarrr!!!"
Makhluk api itu kemudian melihat ke bawah jembatan, namun tak ada sesajen seperti biasanya. Ia mengamuk, meraung dan bertambah geram. Saat raksasa itu hendak pergi mencari manusia untuk dimangsa, si cenayang menyuruh si pemuda keluar dari tempat persembunyiannya.
"Hei, Lemah Geni! Kau lapar?" sapa si pemuda itu sambil berdiri di pinggir jembatan.
"HAHAHA. Aku lapar. Aku akan membawa jiwamu naik ke bulan, untuk kami mangsa!"
Lalu raksasa itu menyusutkan tubuhnya menjadi butiran pasir, dan bergerak menuju si pemuda. Si pemuda mengeluarkan pedang peraknya, dan seketika keluar cahaya putih menyala sangat terang, hingga membuat si Lemah Geni silau dan mundur.
Si pemuda terus menebas pedangnya ke arah Lemah Geni, dan raksasa api itu terpaksa melarikan diri jauh ke dalam hutan. Sampai akhirnya, ia terpojok di pinggir tebing.
"Hentikan!" kata si makhluk api.