Mohon tunggu...
Deni I. Dahlan
Deni I. Dahlan Mohon Tunggu... Penulis - WNI

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Si Turis, si Pemuda, dan Air Terjun Keabadian

28 April 2021   20:19 Diperbarui: 28 April 2021   20:41 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si pemuda. (Sumber Ilustrasi: Pixabay)

Kini, di depan air terjun itu ada dua orang yang berhadapan. Si turis dan si pemuda.

 "Siapa kau?" tanya si turis.

"Aku sama sepertimu. Orang yang mencari air terjun itu." Kata si pemuda.

"Berarti benar kata orang. Kalau ada banyak orang selain diriku yang mencarinya."

Si turis melanjutkan.

"Tapi sebelum kau datang, aku lah yang pertama kali menemukannya. Jadi air itu milikku. Jangan merebutnya, atau kau tak kan selamat."

"Kalau itu maumu, baiklah. Aku tidak akan merebutnya. Tapi kuberitahu sesuatu. Sebenarnya air terjun itu tipuan untuk orang serakah. Jangan percaya!"

 "Tipuan apanya? Air itu jelas terlihat. Dan peta ini juga sama dengan dunia nyata!"

"Awalnya aku juga berpikir begitu. Tapi setelah kejadian di dunia kunang -- kunang, aku jadi sadar kalau itu tipuan."

 "Dunia kunang -- kunang? Aku juga lewat sana. Kau membantu peri itu juga?"

"Tidak. Peri itu minta bantuanku, kalau aku mau maka dia akan mengantarkan aku ke air terjun. Tapi aku menolaknya."

"Kenapa?"

"Karena peri itu berubah menjadi arwah penasaran. Mereka adalah jiwa serakah yang terpancing mencari air terjun itu hingga mati."

Si pemuda melanjutkan.

"Dan setelah mati, mereka baru sadar kalau air terjun itu hanya jebakan. Sehingga mereka marah, dendam dan mengajak orang lain agar ikut mencari air terjun itu."

"Oh, jadi karena alasan itu, kau berpikir air ini tak nyata? Perlu kau tahu, sebenarnya aku juga bertemu dengan peri itu. Aku menolongnya dan sebagai gantinya dia mengantarku sampai ke tempat ini. Jadi kalau kau bilang mereka jahat, itu tidak benar!"

"Justru berkat bantuan mereka, aku bisa sampai sini!"

Lalu si turis mengeluarkan sebilah pisau.

"Aku pikir bukan mereka yang berniat jahat kepadaku. Tapi kau! Karena kau ingin air itu, kau mengelabuiku dengan cerita bohong itu kan? Agar aku bisa percaya kepadamu dan merebut air itu dariku."

 "Tunggu dulu. Aku beritahu lagi. Air itu jebakan. Aku sudah tak berminat mengambilnya lagi."

"Bohong! Kalau kau tidak ingin air itu, mestinya kau tidak kemari."

"Benar. Karena tujuanku kemari bukan karena air itu. Tapi karena aku ingin memberitahumu dan mengajakmu pergi dari sini."

"Apa? Jadi kau kesini untuk menyelamatkan aku?"

Si pemuda tak menjawab.

"Sebelum menyelamatkan orang lain, selamatkanlah dirimu!" Lalu si turis melempar pisaunya ke arah si pemuda.

Si pemuda berhasil menghindarinya, tapi si turis sudah terlanjur menerjangnya dengan brutal. Mereka berdua jatuh di tanah, saling bergelut dan berguling.

"Hei, aku mohon. Sadarlah! Ayo kita kembali ke tempat asal kita!" kata si pemuda.

"Tak akan! Aku sudah mengorbankan jiwa dan ragaku untuk mencari air ini. Lalu kau ingin aku kembali ke dunia yang melelahkan itu? Teruslah berharap begitu!"

Keduanya bergelut lagi.

"Ya. Aku pikir hidup di dunia memang melelahkan. Tapi itu lebih baik daripada hidup di alam kebohogan seperti ini!"

"Kau salah! Air terjun itu bukan kebohongan, tapi keabadian!"

Lalu si turis berhasil menghajar pipi si pemuda hingga terpelanting.

"Aku akan membunuhmu. Dan aku akan pergi ke air terjun itu untuk keabadian. Ucapkan selamat tinggal!"

Namun sebelum si turis sempat menghabisi si pemuda, tiba -- tiba tanah di sekitar mereka bergetar. Lalu muncullah asap dan bayangan orang. Awalnya jumlahnya satu, namun lama -- lama mereka bertambah banyak.  Mereka keluar dari dalam tanah. Lalu bayangan yang menyerupai wujud manusia itu bergerak perlahan, mendekati si turis dan si pemuda.

"Celaka! Arwah dari dunia kunang -- kunang itu kesini! Ayo kita pergi" kata si pemuda. Si pemuda melarikan diri, sementara si turis masih terkejut dan tak bergeming.

"Hei! Mereka akan membunuhmu! Ayo kita kembali!" Namun ajakan si pemuda tak digubris oleh si turis.

"Keabadian.. Aku tak ingin kembali ke dunia yang bolak -- balik itu. Aku ingin langgeng dalam keabadian!" Lalu si turis mundur dan berlari ke air terjun itu. Ia menyeburkan dirinya di aliran derasnya sambil mengangkat kedua tangannya.

Jumlah roh penasaran itu kian banyak. Sebagian mengejar si pemuda, dan si pemuda mampu mengusir mereka dengan mantra "Kdoo-Nyan". Sementara sebagian arwah lain, mengikuti si turis ke dalam air terjun itu. Mereka lalu menggotong tubuh si turis, masuk ke dalam aliran air terjun dan tak kembali.

Melihat kejadian itu, si pemuda merasa tak ada pilihan lagi. Ia pun mengeluarkan dua benih dari dalam sakunya. Dua benih yang saling menempel itu, ia pisahkan lagi, dan seketika benih itu berubah menjadi elang.

"Tolong antar aku kembali ke dunia langit!" kata si pemuda kepada elang. Lalu elang itu mengantarkan si pemuda kembali ke awan.

"Sudah kubilang, orang itu tak dapat ditolong. Tapi kau masih memaksa untuk kesini." Kata elang itu kepada si pemuda.

"Yah.. Aku pikir, karena aku sudah dijebak selama ini, aku tak ingin orang lain ikut terjebak lebih dalam." Kata si pemuda.

"Itulah yang membuatku mau menjemputmu. Kalau kau tidak punya niat seperti itu, aku akan membiarkanmu digotong oleh arwah penasaran itu."

"Kenapa kau tidak menolong orang itu juga?"

"Karena dia sudah dikuasai oleh keinginannya sendiri. Kalau sudah begitu, itu di luar jangkauanku."

 "Apa yang akan terjadi dengan si turis?"

"Dia tak bisa diselamatkan."

"Dia mati?"

"Begitulah. Dan dia akan memasuki lembah keabadian, persis seperti yang ia inginkan."
 
Lalu mereka sampai di langit.

"Terimakasih, elang. Kau telah menyelamatkanku, sehingga aku masih hidup dan tak mati seperti si turis."

"Aku hanya jalan. Berterimakasihlah kepada pemilik jalan." Lalu elang tadi mengepakkan sayapnya dan terbang meninggalkan si pemuda.

Si pemuda, karena sudah mengetahui rahasia air terjun itu, memutuskan kembali ke dunia asalnya. Ia turun dari awan itu, lalu kembali ke dunia kunang -- kunang. Setelah mencari jalan keluar, akhirnya ia kembali ke pemakaman.

Si pemuda berlari, meninggalkan pemakaman itu. Tapi dia merasa ada yang aneh. Dari dalam tanah, tiba -- tiba keluarlah sebuah batu nisan, lalu tanah disekitarnya menggunduk, dan membentuk sebuah kuburan baru. Tapi yang satu itu berbeda. Kalau kuburan lain gersang dan hanya ada rumput mati, kuburan yang terakhir tampak masih basah, dan ditumbuhi oleh bunga kamboja. Dan saat malam tiba, ribuan kunang -- kunang muncul lagi. Namun jumlahnya bertambah satu, dan yang satu itu bercahaya lebih terang daripada kunang -- kunang lainnya.

Tamat

Cerita sebelumnya:
Si Turis, Seekor Elang dan Dua Benih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun