Lalu petani wortel meneruskan perjalanannya. Ia bertemu dengan petani jagung. Petani jagung pun mengatakan hal yang serupa. Sampai akhirnya petani wortel itu tahu kalau saudagar itu pernah minta sayuran kepada seluruh petani di desa itu.
Setelah dua hari tiga malam berjalan, akhirnya petani wortel sampai di kota. Di kota sangat ramai dan petani itu menuju sebuah kedai kecil untuk minum. Pelayan kedai menyapanya dan bertanya ada urusan apa dia jauh-jauh kesini.
"Oh saudagar yang itu ya. Aku dengar dia sudah meninggal dunia."
Mendengar itu, petani menjadi terkejut. Karena ia masih ingin tahu tentang saudagar itu, ia meminta alamat rumah si saudagar kepada pelayan tadi. Setelah membayar minumannya, ia pergi ke rumah yang dimaksud.
**
Rumah itu lebih pantas disebut istana. Karena halamannya sangat luas, bangunannya megah dan terdapat beberapa orang pelayan di sana. "Dia memang kaya," kata hati petani itu.
Salah seorang pelayan membukakan pintu dan bertanya kepada petani itu. Lalu petani itu bercerita bahwa ia ingin tahu tentang saudagar yang singgah di kebunnya. Pelayan pun mempersilakan petani itu masuk.
Sambil duduk dan minum teh, pelayan tadi bilang bahwa memang benar sang saudagar telah pergi selamanya. Dia juga bilang kalau sang saudagar punya kebiasaan meminta sayuran kepada petani di pinggir kota, salah satunya adalah kepada petani itu.
"Itu karena tuan kami ingin berterima kasih kepada petani yang menanam sayur. Ia ingat waktu kecil tubuhnya sakit-sakitan. Lalu suatu hari ia makan sayur. Entah itu wortel, bayam, kol atau jagung. Ia makan sayur tiap hari, dan tubuhnya jadi sehat. Sehingga dia bisa berdagang ke kota-kota lain dan memiliki rumah ini serta segalanya."
"Tapi lambat laun jumlah kebun di kota ini berkurang karena dibangun pemukiman, jadi tuan kami kesulitan mencari sayur. Oleh sebab itulah beliau pergi ke pinggir kota untuk mencari sayur."
Petani itu bertanya, "Jadi dia jauh-jauh pergi ke desa hanya untuk makan sayur?"