Aktivis mahasiswa lewat interaksi intensif di organisasi bukan hanya menjadikan mereka kritis membabi buta sehingga harus ditakuti dan dicemooh.
Kekritisan aktivis mahasiswa justru lahir dari sensitifitas hati nurani sebagai guru mulia. Melalui mendengar bisikan hati nurani yang tajam mereka mampu memahami perasaan orang lain, dan mengundang mereka ingin berbuat sesuatu terhadap perasaan termarginalkan orang lain.Â
Itulah keluhuran nilai-nilai empati, atau memproyeksikan diri ke dalam diri orang lain sehingga tau persis apa yang sedang dirasakan dan dibutuhkan orang lain. Dengan demikian akan mampu memberikan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan orang lain sehingga lahir lah sikap simpatik.
Apakah mahasiswa kita dewasa ini masih mengasah mata hatinya agar tetap peduli dan berkobtribusi terhadap persoalan sosial masyarakat ?
Jawaban itu hanya ada jika para mahasiswa masih familier dengan dunia aktivis mahasiswa yang akan selalu mengasah sensitifitas mata hati nuraninya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H