Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kaleidoskop 2022 Diwarnai Politik Belah Bambu

27 Desember 2022   14:40 Diperbarui: 27 Desember 2022   16:03 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : koran-gala.id

Atmosfir politik Indonesia sepanjang tahun 2022 didominasi riak gelombang persiapan kontestasi pemilu 2024, baik Pileg maupun Pilpres.

Salah satu isu paling seksi, sensitif dan menyedot perdebatan kencang adalah wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Walau kemudian penundaan pemilu terbantahkan dengan dimulainya tahapan Pemilu oleh KPU lewat Verifikasi Parpol dan penetapan nomor urut Parpol, wacana ini di gelembungkan  kembali oleh Parpol tak lolos sebagai peserta pemilu 2024.

Awalnya penundaan pemilu diduga muncul sebagai kepentingan terselubung lingkaran istana Presiden untuk mempertahankan status quo, dan melindungi kepentingan sempit kalangan tertentu.

Namun kemudian bagaikan kotak pandora terbuka lebar menebarkan aroma busuk kepentingan pragmatis sebagian kecil kalangan yang meradang karena keinginannya sebagai peserta pemilu tidak terwujud.

Menggelindingkan wacana pemilu ternyata dijadikan komoditi politik mengandung unsur spekulasi me deskreditkan kredibilitas pemerintahan Joko Widodo. Padahal proses persiapan dan pelaksanaan pemilu merupakan domain KPU sebagai institusi independen.

Ironisnya tokoh politik sekaliber Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai mantan presiden juga menabur isu asumsi pribadinya yang mengatakan tau persis  ada rencana kecurangan pelaksanan pemilu, serta kemungkinan muncul rekayasa menjadikan pasangan Capres yang ikut bertarung di Pilpres 20224 hanya ada dua pasangan calon.

Bola panas mendeskreditkan kredibilitas Presiden ternyata menjadi pola pilihan bagi elit politik oposisi sebagai salah satu cara membangun citra dan meningkatkan elektabilitas partai besutannya.

Fenomena ini merupakan hal mengkuatirkan jika tetap dilakukan di tahun 2023 sebagai tahun politik. Pokitik mencari kambing hitam sebagai korban sasaran tembak untuk meningkatkan posisi diri sendiri merupakan perilaku politik naif, karena menyalahkan pihak lain ditengah dirinya yang tidak mampu menawarkan nilai lebih sebagai keunggulan komperatif dan differensiasi modal kemenangan dalam kontestasi.

Perilaku politik "Belah Bambu", satu kaki menginjak belahan yang satu, dan belahan satu lagi ditarik oleh tangan ke atas diprediksi akan dilanjutkan oleh pihak-pihak tertentu di tahun 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun