Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memilih Jalan Metanoia Pesan Istimewa Natal 2022

20 Desember 2022   15:57 Diperbarui: 24 Desember 2022   10:05 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Essensinya Natal itu Universal, di rayakan umat kristiani tanpa mempertimbangkan latar belakang ekonomi kaya atau miskin, pengurus gereja atau umat biasa, bahkan terbuka luas kesempatan bagi orang yang selama ini tidak pernah ikut kebaktian di gereja untuk turut merayakan hari raya natal sebagai momentum refleksi kelahiran juru selamat umat manusia.

Namun adakalanya arti penting refleksi makna natal dikalahkan oleh sikap mementingkan arti "Uang Natal", atau istilah lajimya THR (Tunjangan Hari Raya).

Sudah bagaikan kebiasaan buruk yang terpelihara dengan baik,tanpa memperoleh pemberian uang natal dari seseoramg, terutama dari majikan tempat bekerja, menjadi alat serangan balik mendeskreditkan seseorang itu tidak memiliki sense of natal.

Padahal orang yang berharap memperoleh uang natal itu sebenarnya tidak memiliki niat luhur untuk merayakan natal sebagai sarana memperbaharui kepercayaannya terhadap arti sesungguhnya kelahiran Yesus Kristus. 

Perayaan natal baginya tak ubahnya bagai rutinitas belaka sesuai kalender liturgi gereja. Ironisnya, natal hanya dijadikan sebagai sarana hari raya yang identik dengan acara "glamour", sesuai dengan KBI glamour berarti "perihal yang serba gemerlapan".

Merayakan natal tanpa kegemerlapan dianggap tidak "afdol", tidak meriah, natal dianggap sepi tanpa kesan menarik.

Hal ini mengingatkanku terhadap pengalaman suatu ketika diminta uang natal oleh seseorang yang sepengetahuanku memiliki profesi sebagai orang brandalan di pusat pasar dekat kantor. Dia sangat ngotot agar diberikan uang natal oleh perusahaan, dan mengatakan bahwa perusahaan berkewajiban memberikan uang natal sebagai bentuk bantuan kemanusiaan.

Jika tidak diberikan, maka mereka tidak akan menjamin kenyamanan lingkungan kantor perusahaan yang berada di wilayah kekuasaan mereka.

Melihat tingkah laku preman pusat pasar yang ngotot harus memperoleh uang natal, mengundang pertanyaan dalam diri sendiri betapa begitu rendahnya arti natal dalam pandangan mereka, dan menjadikanku untuk merenung siapa sesungguhnya yang salah dalam hal ini, apakah mereka yang tidak sanggup merenung memaknai arti sesungguhnya natal, atau perayaan natal itu sendiri sudah bergeser makna ke arah perayaan yang harus dilaksankan dengan prinsif serba gembira atas nama materi sebagai bentuk universilitas natal itu sendiri.

Fenomena ini bahan permenungan menarik dilakukan di setiap tiba masa perayaan natal untuk menghindari degradasi makna natal. 

Dalam setiap perayaan natal, khususnya di acara puncak malam natal, tidak jarang kita melihat pemandangan penampilan umat bagaikan acara "fashion show", mempertontonkan penampilan paling modis, pakaian serba baru dan branded, make up super berlebihan, bahkan ada kaum wanita mengenakan pakaian sexy bagaikan mau ikut acara dansa di club malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun