Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makanan Neokolonialisme Gaya Baru Saat Populasi Manusia Capai 8 Miliar

20 November 2022   00:52 Diperbarui: 20 November 2022   12:25 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca judul tulisan tentang populasi manusia mencapai 8 miliar di kompasiana, pertama melintas dalam benakku adalah pertanyaan, "Apa yang akan dikonsumsi oleh penduduk dunia sebanyak itu ?",  Apakah tanah dan bumi akan mampu menyediakan kebutuhan pangan bagi manusia sebanyak itu ?

Pertanyaan sederhana memang, bahkan rada konyol, bahkan cenderung pertanyaan terkesan bodoh di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini yang kecanggihannya berlari lebih kencang dibandingkan kemampuan manusia melakukan perubahan terhadap dirinya sendiri.

Pertanyaan bernada khawatir itu memang layak muncul ketika teringat narasi yang pernah disampaikan oleh Thomas Robert Malthus,yang mengatakan kemiskinan dan kemelaratan timbul dari pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan produksi pangan. Malthus kemudian menegaskan, ternyata masyarakat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan produksi pertanian atau penyediaan sumber pangan.

Namun sejarah umat manusia dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata dunia pertanian modern mampu melakukan inovasi yang sangat maju untuk menghasilkan bibit yang baik dan jumlah produksi hasil panen yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan pangan umat manusia.

Salah satu sejarah keberhasilan dunia pertanian meningkatkan produktivitas hasil panen padi dikenal dengan sebutan "Revolusi Hijau", yaitu teknik budi daya pertanian padi dengan penggunaan varietas unggul, dan teknik budidaya yang intensif. 

Revolusi hijau itu identik dengan asumsi bahwa teknologi mampu menggantikan alam dengan cara lebih baik, dan proses budidaya pertanian tidak lagi melulu tergantung kepada alam, tetapi tergantung terhadap teknologi. 

Melalui rekayasa genetika diperoleh benih yang unggul, kemudian proses budidaya menghasilkan panen melimpah didukung oleh penggunaan zat-zat kimiawi berupa pupuk, herbisida, insektisida dan pestisida.

Melalui rekayasa genetika, salah satu keberhasilan varietas unggul dalam meningkatkan produksi panen padi sudah terbukti di Indonesia sejak tahun 60-an dengan ditemukannya varietas padi IR-5 dan IR-8.

Varietas tersebut mampu berproduksi tinggi, dan mampu meningkatkan hasil panen, yaitu IR-5 hasil panennya 8 ton per hektar, serta petani bisa tiga kali bercocok tanam dan panen dalam setahun. Sedangkan  varietas lokal selama ini hanya memberikan hasil 2-4 ton per hektar.

Indonesia mengintroduksi varietas IR-5 dan IR-8 dengan nama PB-5 dan PB-8 yang berasal dari varitas lokal Indonesia, dan kemudian dilakukan perbaikan terhadap sifat mutu berasnya sehingga muncul beberapa varietas baru seperti Cisadane (1980).

Pada tahun 1986 dilepas varietas IR-64 yang memiliki hasil panen tinggi, relatif tahan terhadap hama dan penyakit tanaman sehingga varietas ini sangat populer, dan jadi alternatif pilihan.

Kedepannya juga para pemangkukepentingan bidang pertanian melakukan terobosan dan pengembangan varietas baru, salah satu terobosan adalah perakitan padi tipe baru,  yaitu  tipe tanaman berbentuk malai panjang, jumlah anakan sedikit, batang kuat, postur tanaman tegak, dan  daun hijau tua .

Negeri China juga sangat intensif melakukan penelitian dan pengembangan varietas padi, terutama padi hibrida.  Padi hibrida dapat memberikan lonjakan hasil yang lebih bagus dari varietas terbaik yang telah ada. Padi hibrida mulai dikembangkan di Cina pada tahun 1964 dengan ditemukannya mandul jantan. 

Selanjutnya pada tahun 1976 padi hibrida telah dikomersialkan, sehingga lebih dari separuh areal pertanaman padi di Cina adalah hibrida yang memberikan hasil 15% lebih tinggi daripada varietas non hibrida. 

Selain China, Negara yang intensif juga melakukan penelitian pengembangan padi hibrida adalah Jepang, Amerika dan India.  

Mencermati trend dan arah penelitian yang dilakukan secara intensif oleh beberapa negara di belahan dunia ini, kita yakin bahwa teknologi pertanian akan terus maju dan mampu mendukung ketersediaan pangan, khususnya padi untuk memenuhi kebutuhan yang jumlahnya terus meningkat seiring semakin meningkatnya juga jumlah penduduk dunia.

Selain mampu melakukan intensifikasi pertanian, umat manusia juga diyakini akan mampu melakukan diversifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhannya yang semakin meningkat. Sudah barang tentu hal itu bisa terwujud berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Namun di tengah kemajuan pengetahuan dan teknologi pengadaan kebutuhan pangan, khususnya intensifikasi pertanian padi, perlu diantisifikasi efek negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi pertanian itu sendiri.

REKAYASA GENETIKA dan NEOKOLONIALISME

Sudah bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa penemuan varietas baru tanaman pangan identi dengan rekayasa genetika, atau lajim juga disebut dengan modifikasi genetik, yaitu manipulasi langsung gen suatu organisme menggunakan bioteknologi. 

Merupakan teknologi yang digunakan untuk mengubah susunan genetik dari sel, termasuk transfer gen-gen yang berada dan melintasi batas-batas spesies untuk menghasilkan organisme yang meningkat.

Rekayasa genetika ini banyak dilakukan oleh perusahaan pangan internasional yang mengambil alih pasar benih, produk kimiawi pertanian baik herbisida, insektisida dan pestisida. 

Perusahaan tersebut juga memproduksi bibit penghasil pangan dengan rekayasa genetik yang menimbulkan ketergantungan tanaman produk kimiawi yang diproduksi oleh perusahaan itu sendiri. Artinya mereka memproduksi benih yang dimodifikasi sedemikian rupa untuk mendukung penggunaan herbisida yang mereka produksi sendiri.

Ironisnya, perusahaan industri benih tersebut juga memperoleh hak monopoli atas penemuan mereka dan berorientasi hanya untuk memperoleh keuntungan perusahaan yang besar. Bahkan ada perusahaan Internasional memegang lebih dari 100 hak paten atas tanaman yang dimodifikasi secara genetik.

Jika monopoli dan keleluasaan hak istimewa yang dimiliki perusahaan besar bertaraf internasional ini tidak diantisifasi maka dikuatirkan justru yang terjadi adalah menjadikan petani tidak berdaulat diatas lahannya sendiri, dan terjadi proses eksploitasi gaya baru terhadap petani, dan membuad petani semakin melarat dan tidak sejahtera.

Revolusi Hijau dan Revolusi Bioteknologi jika dibiarkan justru akan melahirkan kolonialisme bentuk baru (neo kolonialisme), yaitu ketergantungan penuh para petani terhadap perusahaan industri pangan transnasional. Sudah barang tentu berbanding lurus terhadap ketahanan pangan yang tergantung juga terhadap kolonilaisme bentuk .baru tersebut.

Ketika jumlah penghuni dunia mencapai 8 miliar salah satu peluang binis yang memiliki prospek bagus adalah bisnis perusahaan pengadaan sumber pangan atau makanan bagi umat manusia !!! Tetapi ketersedian pangan juga akan terancam apabila hal itu dipercayakan kepada perusahaan yang berorientasi kepada mencari keuntunggan belaka atau pemburu rente (rent seeker).

Itulah sekelumit kekuatiran kecil disaat jumlah penduduk dunia mencapai 8 milyar.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun