Assalamu'alaika Ya Rasulallah
Oleh: Daud Farma
Allah and His angels bless the Prophet. Believers, invoke blessings and peace on him. (Al-Ahzab: 56)
Kami tiba di Madinah kurang lebih pukul 11 malam. Kami turun di depan masjid Bilal bin Rabah. Sebelum melangkah menuju masjid Nabawi, kami mengambil foto dulu di depan masjid ini. Kemudian kami berjalan tidak lebih satu kilo, sudah dekat menuju masjid Nabawi. Perasaan senang dan bahagia menghampiri, kami banyak-banyak bershalawat kepada Nabi Muhammad, mengucap salam, assalamu 'alaiki ya Rasulallah, assalamu 'alaika ya nabiyyallah, assalamu 'alaika ya habiballah. Kami tidak langsung masuk ke dalam, kami belum makan. Ingin beli makan dulu. Kami keliling mencari makan di sekitar, kami membeli kebab seharga 8 Saudi Arabia Riyal (Sar).
Kami makan di lobi hotel, lalu menuju masjid nabawi. MasyaAllah, tiang-tiangnya sedang terkembang payung-payung di atasnya, gagah perkasa, besar dan lebar sekal! Luas, sejuk, dingin, manusia tidak pula terlalu ramai seperti bulan ramadhan. Ac-Ac di dalam masjid dari pondasi tiangnya bagian bawah. Warna cat atap-atapnya yang nyambung ke tiang berwarna emas, lantainya dingin. Lagi-lagi kami bershalawat, Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad. Â Aku melihat ke kubah hijau, masyaAllah di situ kediaman terakhir Rasulullah. Â Ya Allah, Â tidak menyangka sekali. Rasa-rasanya tidak mungkin bisa kemari, aku mengira mungkin setelah usiaku puluhan tahun dapat kemari, namun alhamdulillah, di usia yang terhitung masih muda ini dapat diberi kesempatan oleh Sang Maha Kuasa berziarah kepada kediaman terakhir kekasih-Nya, masyaAllah, alhamdulillah, laa hawla wala quwata illaa billah.
Bisa berumrah, masuk ke kota Mekkah, melakukan Thawaf dan shalat di depan Ka'bah, lalu ziarah ke Makam Rasulullah, adalah list do'a-doaku selama ini sewaktu ziarah ke makam cucu baginda Muhmmad shallallahu alaihi wasallam, di Cairo Mesir. Â Tiap ziarah tak luput memanjatkan do'a agar sebelum balik ke tanah air dapat bertamu ke baitullah dan ziarah ke Madinah. Allah Maha Mendengar, Dia mengabulkan segala yang kita minta, maka berdo'alah, jangan bosan apalagi menyerah, cepat atau lambat Allah akan kabulkan, dengan cara apa pun bentuknya, selagi baik dan benar, Allah Ridhoi.
Kemarin dari Mekkah bakda ashar. Kami makan siang dulu di hotel Fajar Badi', gratis tentunya. Inilah untungnya jadi penuntut ilmu, bisa-bisanya makan gratis, tanpa nunjukin ID Card seperti jama'ah kita yang dari Indonesia. Awal-awal dulunya cukup bilang, "Mahasiswa, Mas." Â Lalu ditanya, "Mesir atau Yaman?"
"Mesir, Mas." Kemudian dipersilakan masuk. Kenyataannya tidak hanya mahasiswa Mesir dan Yaman, semua mahasiswa dari mana pun bisa masuk, kawan-kawan mahasiswa Indonesia dari Turkey juga masuk. Lalu selanjutnya tidak pernah ditanya lagi sebab sudah saling kenal antara kami dengan yang jaga di pintu masuk.
Bahkan yang mukimin pun banyak yang makan di Fajar Badi'. Sudah terkenal baik memang hotel satu ini!
Kami shalat ashar di lantai 2 masjidil Haram, Ka'bah terlihat dari sini. Selesai shalat minum air zam zam dulu. Kemudian kami beli jubah di lantai ardhiyah/dasar hotel Shafwa. Pandai-pandai nawar aja sih di sini. Setelah beli jubah, nukar dollar ke riyal, 150 dollar 550 riyal. Di online beda 15 riyal. Tidak apa lah daripada jauh lagi le tempat nukar sana, yang entah buka atau enggak (?)
Kami balik lagi ke depan Makarim. Nyetop taksi ke arah Jarwal. 20 Sar bertiga. Tiba di Jarwal kami naik ke Taksi yang sudah parkir, setelah tawar menawar yang awalnya 80 puluh jadi 70 Sar perorang. Karena ini taksi besar, isi 8 orang dan 9 sama supir, kami nunggu dulu penumpang yang lain, penuh dulu baru berangkat. Harusnya bisa gratis ke Madinah, ikut jamaah umrah. Namun waktunya tak pernah sesuai. Akhirnya kami pilih naik taksi saja, meskipun habis 70 riyal. Tak hitung-hitungan demi bisa ke Madinah. Tak pernah merasa rugi!
Ada suami istri, istrinya ingin duduk di depan, aku bilang tidak mau. Aku duluan, sengaja milih duduk depan sebab aku tidak kuat di tengah apalagi di belakang, bisa lemas, mual dan muntah. Bukan tidak ihtiram/hormat dan mengutamakannya sebagai perempuan, aku juga harus menjaga kesehatan diriku. Kalau dia tidak mau dia bisa cari taksi lain, yang kursi depannya belum diisi. Kenapa harus menyingkirkanku? Hanya karena dia perempuan? Lagipula dia punya suami, jika dia lemah ia bisa sandarkan kepala dan badannya ke bahu suaminya, aku? Cuma bisa nyandar ke jendela. Aku bilang kelemahanku bahwa kalau aku duduk di belakang, aku bisa muntah. Akhirnya dia ngalah setelah dibujuk suaminya. Semua penumpang orang Bangladesh, memang penduduk bangsa satu ini everywhere di Arab Saudi. Kami bertiga saja yang orang Indonesia.
Kami berangkat ketika matahari terbenam. Belum jauh perjalanan, supirnya berhenti di pom bensin. Aku izin ke kamar mandi. Di pom bensin ini ada mushallah, besar sekali! Dan punya wc dan tempat wuduk untuk belasan orang. Lalu kami berangkatlah ke Madinah. Kami perjalanan malam hari. Kiri-kanan hanya lampu-lampu toko-toko dan rumah penduduk. Lalu gurun-gurun yang gelap, hanya pantulan cahaya aspal yang warna putih terlihat oleh mata. Â Sepanjang jalan ke madinah, kurang lebih 500 km, kami berhenti sekali saja. Taksi ini juga masih baru, mesinnya masih sehat walafiat, ketika ada lengkungan aspal hampir tak terasa, jika jendela di tutup hampir tak terdengar suara di luar mobil, ber-Ac, lama-lama telinga seperti tak bisa dengar suara, persis seperti berada di dalam pesawat. Aku di depan bisa selonjoran juga. Memang paling nyaman itu duduk di depan.
Harusnya kami ke Madina itu tgl 29 bulan April, namun karena akad dar kami mau berakhir, akhirnya kami tunda. Padahal sudah daftar masuk Raudhah di apk Nusuk. Terpaksa kami cancel dan kami daftar lagi untuk tanggal 2 Mei. Padahal baru sebulan di Mekkah, sudah lebih empat kali pindah Daar. Dan semuanya tidak bisa diperpanjang akadnya, kami pun tidak ingin akad yang lama sebab kami ingin turun harga dulu, nunggu harga normal.
Awal datang ke Mekkah aku tinggal di Misfallah, tidak nanjak, rata, ke Haram enteng saja, pulang pergi tidak pegel betis. Darnya bagus. Namun  harganya mahal. Sehari lebih 20 Sar, dua minggu di situ habis 300 an riyal. Lalu pindahlah ke Ajyad, langsung naik gunung, tinggal di pucuk gunung Ajyad. Tiga hari 40 sar. Airnya cuma hidup ketika subuh saja, ditampung banyak-banyak, semua tong dan ember diisi. Tidak bisa mandi, cuma wuduk saja. Kalau mau mandi mesti ke Hotel Fajar Badi'. Setelah tiga hari berakhir akad. Pindah ke bawah, agak nurun, sebelum dapat dar, numpang dulu ke dar kawan-kawan Masisir. Nanjak! Menaiki ratusan anak tangga. Sebelum sahur sebagian kami nyari dar. Alhamdulillah dapat dar dengan harga perorang 185 Sar selama 2 minggu. Turun lagi ke bawah.
 Bakda subuh kami pindah ke sana. Kalau dari Hotel Amjad, naik lurus, nanti jumpa baqalah 'izz, gang pertama belok kanan, tidak begitu nanjak. Lantai 5. Ac-nya dingin banget! Kalau tidur mesti pakai selimut. Kasurnya 9. Masing-masing orang dapat kasur dan selimut. Setelah dua minggu di situ, akad habis. Kami nyari dar lagi, ternyata masih ada dar yang semalam 20 sar, masih mahal. Kami tidak jadi ambil. Akhirnya kawan dapat hotel, nama hotelnya Raayatu Al-Masyaa'ir, ternyata masulnya/penanggung jawab di lobi/resepsionis adalah orang Mesir, kami bilang kami juga orang Mesir, dia ketawa, kami bilang kami mahasiswa al-Azhar.  Negosisasi, dikasihlah 1400 sar untuk dua minggu. Kami 7 orang, perorang 200 sar, harusnya 214, namun ada tiga orang yang gabung ke kami, mereka yang melengkapi kekurangannya. Alhamdulillah happy ending di hotel. Lantai 2. Tiap pindah makin ke bawah, makin dekat dengan Fajar Badi', kalau tidak telat datang, tiap pagi Fajar Badi' menyediakan bubur, selain nasi dan lauk, kopi, susu, dan teh.
Â
Padahal ni ya, hotel dan dar itu sama saja di dalamnya, bahkan lebih luas dar kami sebelum hotel. Mungkin kami yang pertama kali nempati dar tersebut. Kasur dan selimutnya masih baru, masih ada plastiknya. Ac-nya masih halus bet suaranya, paling rendah pun masih sangat dingin, aku bahkan demam di dar ini, tidak kuat dengan Ac, lebih sering aku di luar dar daripada di dalamnya.
Sebelum jam 2 kami sudah antre untuk masuk Raudhah, sesuai jam yang kami pilih di apk nusuk. Setidaknya hampir satu jam kami antre. Tibalah giliran kami. MasyaAllah, perasaan hati sudah bahagia sekali! Detak jantung tak biasa, mata ingin menangis tapi air mata tidak bisa menetes, sekali lagi, aku masih tidak menyangka, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pengasih, Dia izinkan aku berziarah ke kediaman terakhir kekasih-Nya. Shalat, do'a, aku baca segala daftar-daftar doa yang telah aku siapkan, aku list banyak-banyak. Yang tak boleh tertinggal, aku buka sedikit bocoran, yaitu doa agar dinikahkan sama fulanah, baik di Mekkah, selalu aku tak lupa sebutkan nama fulanah. Â Allah panjangkan umur kedua orang tuaku, umur buya Muchlisin Desky, umur syekhul Azhar prof. Dr. Ahmad Thayib, dll, list doa yang lain bersifat rahasia.
Setiap kelompok hanya diberi waktu setengah jam. Padahal ingin berjam-jam di sini. Ingin aku baca ulang list do'a-do'aku, namun tidak sempat. Akhirnya disuruh keluar, sebelum keluar aku hidupkan kamera, aku foto sana sini, aku rekam sekeliling hingga tiba di pintu keluar. Sebahagia-bahagianya mendengar cerita yang pulang dari Haramain, lebih bahagia lagi ketika dialami sendiri. Sepuas-puasnya mata menonton vidio Haramain tersebar luas di media sosial, tak sepuas jika direkam dengan kamera gawai sendiri.
Aku berjalan tepat di pinggir makam Rasulullah, dan dua sahabat beliau: Umar RA dan Abu Bakr RA. Ingin aku sentuh dindingnya, namun tak teraih, sedikit lagi tanganku nyampe, 'askarinya tidak membolehkan. Begitu dekat ya Allah. Lagi-lagi tak henti-hentinya aku berhshalawat. Masih tidak menyangka bisa ziarah, perasaan kemarin aku masih berada di Gamaliyah. Laa hawla wala quwata illaa billah!
Satu jam setelah ziarah, adzan berkumandang. Ketika lafadz, "asshalaatu khairum minannaum'' di kata 'naum' begitu pendek, seakan penegasan, tidak dibuat panjang macam kita di Indonesia. Aku shalat fardhu pertama kali di masjid Nabawi adalah shalat subuh.
Kenapa kok Allah membeda-bedakan satu waktu ke waktu yang lain, satu tempat ke tempat yang lain? Â Syariat membedakan antara yang serupa dan juga menggabungkan antara yang berbeda.
Membedakan/memisahkan antara yang serupa seperti antara waktu dan tempat. Keutamaan lailatul qadar, bulan-bulan haram dan sebagainya, umrah di bulan ramadhan dan di luar ramadhan. Begitupun tempat, seperti keutamaan Masjidil  Haram dan Masjid Nabawi. Tentu berbeda dengan masjid-masjid lainnya, meskipun sama-sama masjid.
Sedangkan menggabungkan antara dua hal yang berbeda, seperti air dan tanah-yang keddua-duanya dapat digunakan untuk bersuci.
.
Yang menggabungkan dan yang memisahkan itu hak Allah saja, akal kita tak punya hak memikiraknnya.
Kenapa kamu ingin sekali ke kota Madinah? Ingin bertemu Rasulullah? Rasulullah telah lama tiada. Hingga-hingga ketika itu Bilal tak sanggup berada di Madinah setelah Rasulullah kembali ke haribaan Allah. Bagaimana mungkin ia sanggup berada di Madinah, setelah ia mengumandangkan adzan, lalu iqamat, Â keluar sosok yang mulia dari kamar itu. Bilal sering mengetuk pintu kamar Rasulullah. Namun Rasulullah telah tiada, Bilal tak kuat menahan sedih. Ia tingggalkan kota Madinah, ia pergi ke Syam. Hingga lama kemudian dikirim utusan untuk memanggil Bilal kembali ke kota Madinah, Bilal tak nak balik. Akhirnya cucu Nabi yang datang, Bilal tak kuasa menolak. Tiba di Madinah Bilal mengumandangkan adzan setelah kian lama tak ia kumandangkan. Orang-orang kemudian terkaget mendengar suara adzan Bilal. Suara Bilal biasanya mereka dengar ketika Rasulullah masih hidup. Orang-orang mengira Rasulullah hidup kembali, mereka ramai berdatangan ke masjid. Mereka tidak mendapati Rasulullah, mereka hanya bertemu dengan shabat nabi, cucu nabi, Bilal dan yang lainnya.
Kenapa kamu ingin ziarah? Karena mengenal Rasulullah? Sejak kecil, begitu lahir, diadzankan di dalam adzan disebut Rasulullah, ngaji di kampung, diajarkan shalat, di dalam shalat menyebut Rasulullah, lalu di Darul Amin hingga belajar ke Mesir, betapa orang Mesir sangat mencintai Rasulullah dan ahlul bait. Tak hanya lewat lisan orang Mesir, segala bangunan dan kendaran mengajak dan menyeru saya untuk bershalawat.
Seberapa tahu akhlak Rasulullah? Seberapa jauh kamu mengamalkan sunnahnya? Tahu dari masyayikh sewaktu talaqqi atau pun vidio masyayikh yang di upload di Facebok dan Youtube, membaca sirah nabawiyah seperti ar-Rahiq al-Makhtum dan karya ulama lainnya tentang Rasulullah. Pengajian-pengajian hadist bersanad bersama masyayikh di masjid Al-Azhar, di Sahah Tijaniyah bersama Syekh Muhammad bin Yahya al-Katani al-Azhari as-Sakandari, Syekh Umar Hasyim, dan Syekh Hisyam. Tak begitu banyak, namun ingin tahu lebih jauh lagi lebih banyak lagi. Sedang senantiasa mengamalkan sunnahnya hingga akhir hayat nanti.
Kamu benaran rindu Rasulullah? Apa karena ingin mengadukan keluhan duniamu, kau sampaikan kepadanya untuk disampaikan kepada sang pencipta?  Memangnya kamu sering bershalawat dan bertawasul sebelumnya? Ya aku rindu, ingin sekali aku berziarah dari dulu, aku pernah benar-benar menangis mendengar dan membaca sirahnya. Tak tahu apakah itu sudah termasuk  benar-benar rindu atau belum, pokoknya aku ingin sekali berziarah. Ya aku juga ingin bertawasul padanya urusan duniawiku, tentu juga keinginan akhiratku agar diberinya syafaat. Cukup sering aku bertawasul kepada Rasulullah, tiap kali do'a udah pasti lah itu. Lumayan sering aku bershalawat, meskipun tak sesering Syekhuna Hisyam. Beliau sering bertanya sewaktu dars: Siapa yang hari ini shalawat 1000 kali kepada Nabi? Jika ada, beliau beri uang jajan. Ada satu orang yang angkat tangan dari kaum akhwat.
Kenapa Allah menciptakan dan memilih kekasihnya dari kalangan manusia bukan dari kalangan malaikat? Untuk menyempurnakan akhlak manusia, untuk rahmat bagi sekalian alam. Dan ia bukan manusia biasa, ia adalah musthafa, mukhtar, ma'shum. Kemuliaan nasabnya terjaga. Bahkan menurut sebagian pendapat ketika Rasulullah isra' mi'raj, Rasulullah melihat Allah, namun pendapat dari Sayidatuna Aisyah Radhiyallahu Anha, mengatakan Rasulullah tidak melihat Allah. Tak hanya kita, Allah dan para malaikat-Nya juga bershalawat kepadanya.
Bagaiman mungkin masih ada yang tak beriman kepada Allah? Tanda-tanda kebesaran-Nya masih ada hingga hari ini. Kamu ziarah, berarti kamu beriman, kamu yakin, kamu taqwa, kamu sudah melihat maqam mulia, dulu pernah hidup di muka bumi ini sosok yang rahmatan lil'alamin. Tapi  memang orang-orang kafir tidak cukup dengan bukti yang ada, perlu pakai akal, yang rasional.
Kita memang tak hidup satu masa dengannya, jaraknya dengan kita 14 abad lamanya, kita tak pernah melihatnya, namun kita beriman dan cinta padanya. Semoga kita adalah termasuk daripada makna redaksi hadist berikut ini,
() : . : , .
: .
Pov: .
Rabu, 3 Mei 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H