"Bagi setiap jiwa yang ditakdirkan mereguk pahitnya cinta dan tak pernah mencecap nikmat anggurnya. Yang terpanggang bara api cinta dan tak pernah memetik ranum buahnya. Bagi mereka kupersembahkan kisah ini. Semoga dapat menjadi embun penyejuk dan pelipur lara." -Syekh Dr. Moh. Said Romadhan al-Buthi.
Aku telah membaca berbagai kisah asmara antara dua insan. Qais dan Laila, dengan buku berjudul: Laila Majnun karya dari Nizami. Â Zainudin dan Hayati. Judul: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, karya Buya Hamka. Florentino Ariza dan Fermina Daza. Judul buku: Cinta di tengah Wabah Cholera, karya Gabriel Marquez. Â Sabari dan Lena. Judul buku: Ayah, karya dari Andrea Hirata. Dan kini sembilan jam bersamaku: Mamu dan Zein, dari buku yang berjudul: Mamu-Zein, karya dari: Syekh Dr. Moh. Said Romadhah al-Buthi.
Semuanya telah memberiku banyak amunisi sudut pandang dari cerita yang dituliskan. Lumayan cukup memupuk relung dan ruang imajinasi, mamahat hati, mewarnai lisan, menghiasi rohani, menambah semangat baca dan berkarya lewat sastra.
-SELAMAT MEMBACA KISAH MAMU ZEIN-
Kairo, 19 Januari 2020.
*12 jam lamanya membaca sekaligus meresensi buku yang tergolong tipis ini.
Â
*Foto beliau saya ambil dari Google. Adapaun foto buku adalah keduanya buku saya yang saya beli versi bahasa  arab dan indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H