Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Waktu dan Pergantian Tahun

28 Desember 2022   20:22 Diperbarui: 29 Desember 2022   05:29 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada titik ini Heidegger membantah pemahaman Aristoteles yang hanya berpatokan pada masa kini. Menurut Aristoteles, masa lalu telah mengalir dan masa kini adalah saat ini yang mengalir ke masa lampau. Sedangkan masa depan adalah masa kini yang akan hadir.

Yang ada hanyalah masa kini. Masa lalu tidak sungguh ada, karena ia hanya merupakan ingatan atau kenangan atas peristiwa yang tak lagi ada saat ini. Masa depan juga belum sungguh ada, karena ia hanya berupa angan-angan atau harapan dan bayangan semata. Maka yang ada hanyalah masa kini.

Heidegger membantah hal ini dan kemudian memberikan beberapa syarat temporalitas, yakni: Pertama, manusia harus memiliki pemahaman tentang apa yang ia alami dan apa yang akan ia tuju. Kedua, manusia harus memiliki pemusatan pikiran (intensionalitas) terhadap kejadian yang sedang terjadi. Ketiga, manusia harus menyadari keterjatuhan dirinya, bahwa ia adalah yang terlempar sedemikian rupa dan akan menuju kematian.

Waktu, ternyata sulit untuk dipahami dan terus menjadi perdebatan yang belum tuntas. Namun yang pasti bahwa manusia hidup dalam waktu. Dalam konteks pergantian tahun, kita akan segera mengakhiri tahun 2022, dan akan memasuki tahun yang baru yakni tahun 2023. Ada yang akan menjadi masa lalau, kini dan yang akan datang.

Yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita memaknai temporalitas. Bila dikenang dan dilacak, ada banyak pekerjaan dan program kerja masa lalu yang belum sempurna. Banyak tugas yang tidak tuntas, banyak amanat yang tersendat. Banyak pula hasil yang nihil.

Kini kegagalan-kegagalan perlu dievaluasi, diperbaiki untuk hari esok yang lebih berarti. Direncanakan untuk masa depan yang lebih mapan. Itulah cita-cita. Cita-cita harus diperjuangkan untuk digapai secara terus-menerus, di manapun kita berada. Tidak perlu ada kata mundur dan tidak perlu ada kata surut, meskipun sejatinya cita-cita itu sendiri bersifat ideal atau imajiner.

Cita-cita, rencana, dan agenda manusia tidak pernah selesai. Tidak pernah usai. Kekurangan-kekurangan pasti ada. Memang cita-cita harus ideal, rencana harus maksimal, yang tidak mungkin tercapai dengan optimal. Semua itu adalah proses menuju kondisi yang sukses.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun